DENPASAR | patrolipost.com – Kasus dugaan pemerasan terhadap pasien kanker yang diduga dilakukan dua oknum dokter di Rumah Sakit (RS) Bali Mandara berinsial RBS dan IATKD memasuki babak baru. Kasusnya saat ini sedang ditangani oleh pihak kepolisian Sat Reskrim Polresta Denpasar.
“Kasusnya sedang dilidik oleh Polresta Denpasar. Polisi sudah panggil beberapa orang dari Rumah Sakit Bali Mandara untuk dimintai keterangan atau diperiksa terkait dugaan pemerasaan itu,” ungkap seorang sumber di Denpasar, Sabtu (30/12/2023).
Sumber yang meminta namanya agar dirahasiakan ini mengatakan, polisi telah memanggil empat orang untuk dimintai keterangan terkait dugaan pemerasan itu. Mereka adalah Plt Dirut RS Bali Mandara dr Ketut Suarjaya, dr Ni Nyoman Tri Darmayanti MARS selaku Kabid Pelayanan Medik RS Bali Mandara serta kedua oknum dokter masing – masing berinisial RBS dan IATKD. Namun salah seorang oknum pejabat di lingkungan Pemprov Bali mencoba berusaha untuk meredam perkara ini karena diduga mempunyai hubungan spesial dengan oknum dokter IATKD. Dugaan ini diperkuat dengan hasil audit yang dilakukan inspektorat sampai dengan hari ini belum kunjung keluar.
“Diduga kuat, oknum pejabat ini berusaha untuk menutup kasus ini. Karena dokter IATKD ancam akan buka hubungan ‘spesial’ mereka,” tuturnya.
Sementara Kasat Reskrim Polresta Denpasar Kompol Mirza mengatakan kasusnya sudah lama. “Saya tanya Kanit Tipikor, katanya kasusnya sudah lama itu,” jawabnya.
Sedangkan Plt Dirut RS Bali Mandara dr Ketut Suarjaya yang dikonfirmasi Bali Tribune (group patrolipost.com) via pesan singkat, apakah hasil audit inspektorat sudah turun dan dirinya pernah dipanggil dan diperiksa polisi, jawabnya “sudah clear”. Termasuk urusan di Kepolisian juga mantan Kadiskes Provinsi Bali ini mengatakan sudah clear. Namun ia enggan menjelaskan lebih rinci terkait sudah clear. “Sudah Clear, Pak,” jawabnya singkat.
Seperti diberitakan sebelumnya, dua oknum dokter spesialis Onkologi Radiasi di unit kerja Instalasi Layanan Kanker Terpadu Rumah Sakit (RS) Bali Mandara RBS dan IATKD diduga kuat melakukan “pemerasan” terhadap pasien kanker. Modusnya, para pasien kanker pascaoperasi digiring oleh kedua oknum dokter ini untuk membeli obat pribadi mereka dengan harga puluhan juta rupiah.
Bahkan, satu dokter diantaranya berhasil membangun rumah megah hanya dalam waktu setahun. Mereka menjual obat ke pasien tanpa alur resmi dan tanpa pengetahuan farmasi. Caranya, pasien ditakut – takuti, jika tidak membeli obat kedua dokter itu maka sakit kankernya akan semakin parah.
Informasi yang berhasil dihimpun mengatakan, aksi nakal dokter RBS dan IATKD ini telah berjalan lebih dari setahun. Namun baru mencuat dua bulan setelah ada keluarga pasien yang menyampaikan kepada dokter yang melakukan pembedahan terhadap pasien kanker itu.
“Setelah pasien kanker dioperasi oleh dokter bedah dan diberikan obat – obatan sudah tidak dibayar. Tetapi saat kedua oknum dokter ini melalukan perawatan pasien kanker lanjutan pascaoperasi, digiring untuk membeli obat pribadi mereka tanpa sepengetahuan pihak Rumah Sakit Bali Mandara dan dokter bedah yang melakukan operasi pasien kanker itu.
“Harganya berkisar tiga jutaan rupiah dengan cara menakut – nakuti pasien itu, katanya kalau tidak pakai obat kedua dokter ini maka sakitnya akan semakin parah,” ungkap seorang sumber.
Dugaan “pemerasan” yang dilakukan kedua oknum dokter ini diperkuat dengan SK Plt Direktur Ketut Suarjaya Nomor; B.37. 188.4/36845/HHP/RSBAM, tanggal 22 September 2023 untuk memberikan sanksi terhadap dokter AT dan AR. Keduanya dikenakan sanksi Teguran Tertulis dan Pemotongan Jasa Layanan sebesar 25 persen selama 6 bulan terhitung sejak 1 Oktober 2023 sampai 31 Maret 2024.
Dasar sanksi, kedua oknum dokter itu telah melakukan perbuatan yang melanggar enam ketentuan, yaitu terdapat niat dan terbukti melakukan pelanggaran sesuai dengan hasil audit, melanggar ketentuan yang terdapat dalam Standar Prosedur Operasional (SPO), membahayakan keselamatan pasien, melanggar Surat Perjanjian Kerja Nomor: B.37.800/125/KPG/RSBM dan B.37.800/5612/KPG/RSBM, merugian pasien secara finansial dan merugikan RS Bali Mandara, serta melanggar etik kedokteran dan sumpah profesi dokter. (007)