LABUAN BAJO | patrolipost.com – Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat memberikan sanksi administratif kepada 11 hotel berbintang di Labuan Bajo. Pemberian sanksi ini dikarenakan pembangunan gedung maupun sarpras dari 11 hotel tersebut tidak menaati persyaratan dalam perizinan dan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.
Penertiban sejumlah aset bermasalah di kawasan Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur ini mendapat dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang turun langsung dalam penertiban ini sejak Selasa hingga Rabu, (7 – 8 Desember 2021).
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango yang turut serta dalam kunjungan lapangan menjelaskan bahwa kehadiran KPK dalam rangka penguatan tata kelola pemerintah daerah melalui delapan area intervensi. Menurutnya, kegiatan tersebut merupakan bagian dari implementasi dua dari delapan area intervensi, yaitu terkait manajemen aset daerah dan optimalisasi pendapatan asli daerah.
“Kita dari tadi ke hotel dan restoran itu semua dalam rangka program optimalisasi pendapatan daerah melalui sektor pajak daerah dan penertiban aset, seperti yang kita lakukan sekarang,” ujarnya.
Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendata dan sedang melakukan pengawasan terhadap sejumlah aset dan properti yang dibangun tidak sesuai pengajuan izin dan melanggar ketentuan peraturan terkait serta melanggar kewajiban pajak.
“Ada dua aspek terkait tata ruang dan terkait soal kewajiban pajak yang tidak tepat waktu dan jumlah yang sebenarnya,” tegas Edistasius.
Dia menyebutkan terdapat sekitar 11 properti yang telah diaudit melanggar peraturan perundang-undangan, sehingga dapat dikenakan sanksi administratif terhadap pemilik bangunan hotel tersebut.
Ke – 11 hotel tersebut yakni, Ayana Komodo Resort, Jayakarta Suites, Atlantis Beach Club, Sudamala Resort, Puri Sari Beach, Luwansa Beach Resort, Bintang Flores, La Prima Hotel, Waecicu Beach Inn, Silvya Resort Komodo dan Plataran Komodo Wae Cicu.
Pemberian sanksi ini sendiri tertuang dalam Surat Keputusan Bupati bernomor: 277/Kep/HK/2021 tertanggal 3 Desember tentang pemberian sanksi kepada pemilik bangunan hotel yang melanggar ketentuan ruang sempadan Pantai Pede dan Wae Cicu, Kecamatan Komodo. Dalam surat ini, diketahui total dana sanksi untuk 11 hotel tersebut sebesar Rp 34.000.884.407,00.
Peringkat pertama dengan jumlah dana sanksi administratif tertinggi diraih oleh Hotel Bintang 5, Ayana Komodo Resort sebesar Rp 18.800.587.055, disusul La Prima Hotel sebesar Rp 5.825.800.079, dilanjutkan dengan Silvya Resort Komodo sebesar Rp3.406.836.728, disusul Bintang Flores Hotel sebesar Rp 1.181.393.598.
Berikutnya, Plataran Komodo Wae Cicu sebesar Rp1.560.213.156, Sudamala Resort sebesar Rp 1.150.992.808, Waecicu Beach Inn sebesar Rp 907.987.813, Jayakarta Suites sebesar Rp 347.601.745, Puri Sari Beach sebesar Rp 312.346.620, Atlantis Beach Club sebesar Rp 293.359.324,00, dan Luwansa Beach Resort sebesar Rp 213.805.481.
Teruntuk Bintang Flores Hotel, Sudamala Resort, Waecicu Beach Inn, Jayakarta Suites, Puri Sari Beach, Atlantis Beach Club, Luwansa Hotel, sanksi administratif diberikan terkait pemanfaatan ruang kawasan sempadan pantai. Adapun untuk Ayana Komodo Resort, Silvya Resort Komodo, La Prima Hotel dan Plataran Hotel, selain sanksi pemanfaatan sempadan pantai juga termasuk terkait perizinan pembangunan sarpras Jetty atau dermaga.
Seperti yang tertuang dalam SK tersebut, pada bangunan dengan lebar sempadan 0 (nol) sampai 70 (tujuh puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah barat, dikenakan denda administratif sebesar 10 persen dari nilai bangunan.
Kedua, pada bangunan dengan lebar sempadan lebih dari 70 (tujuh puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah barat, dikenakan denda administratif sebesar 5 persen dari nilai bangunan.
Ketiga, nilai bangunan sebagaimana dimaksud pada poin pertama dan kedua adalah besaran luas bangunan yang melanggar sesuai harga satuan bangunan dalam SK Bupati Mabar Nomor: 285/KEP/HK/2019 tentang penetapan harga satuan bangunan gedung negara, rumah negara, dan pagar negara di Kabupaten Mabar.
Keempat, terhadap bangunan yang didirikan sebelum penetapan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat tahun 2012-2032, dikenakan denda administratif sebesar 75 persen dari perhitungan poin pertama dan kedua.
Besaran denda administrasi tersebut dibayar dengan mekanisme dan tata cara yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati paling lambat 6 bulan kalender terhitung sejak penetapan Surat Keputusan Bupati bernomor: 277/Kep/HK/2021 tertanggal 3 Desember 2021.
Aturan kepemilikan dan pemanfaat fungsi pantai sendiri diatur secara tegas dalam Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai. Dalam Perpres tersebut, menyebutkan bahwa pantai adalah area publik dan merupakan tanah milik negara, sehingga dilarang untuk dijadikan sebagai area privat atau diprivatisasi.
Perpres Nomor 51 Tahun 2016 merupakan regulasi turunan dari Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah diubah ke UU Nomor 1 tahun 2014.
Menurut Perpres tersebut, area pantai disebut sebagai batas sempadan pantai, yakni daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Disebutkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Perpres Nomor 51 Tahun 2016, batasan sempadan pantai ini ditetapkan oleh Pemda tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang wajib dimasukan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) masing-masing.
Merujuk pada Pasal 5, penetapan batas sempadan pantai dilakukan dengan tujuan untuk melindungi dan menjaga: kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; kehidupan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari ancaman bencana alam; alokasi ruang untuk akses publik melewati pantai; dan alokasi ruang untuk saluran air dan limbah.
Dengan mengacu pada Perpres Nomor 51 Tahun 2016, artinya pantai adalah area publik milik atau dikuasai negara, sehingga dilarang untuk diprivatisasi atau diklaim sebagai area pribadi. (334)