LABUAN BAJO | patrolipost.com – Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT mengambil alih aset daerah yang sebelumnya di kelola PT Sarana Investama Manggabar (SIM) di Labuan Bajo, Sabtu (18/4/2020). Sebelumnya, Rabu (1/4/2020) Pemprov NTT telah melakukan pemutusan hubungan kerjasama dengan PT Sarana Investama Manggabar (SIM).
Pengambilalihan aset Pemprov NTT ini dipimpin Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, DR Zet Sony Libing MSi. Turut serta dalam rombongan Kasat Pol PP Provinsi NTT Ir Kornelis Wadu, Kepala Biro (Karo) Hukum Sekda Provinsi NTT Alex Lumba SH MH, aparat kepolisian Polres Mabar dan sejumlah anggota Pol PP Pemkab Mabar.
Aset Pemprov NTT yang sebelumnya dikelola PT SIM berupa lahan seluas 3,1 hektar yang didalamnya sudah dibangun oleh PT SIM sebuah hotel yakni Hotel Plago berikut fasilitasnya.
Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Dr Zet Sony Libing MSi mengatakan Pengambilan alih aset daerah ini dikarenakan PT SIM dinilai telah melakukan wanprestasi yakni tidak membayar kontribusi sebesar Rp 250 juta pertahun, terhitung sejak tahun 2015.
Pengambilan alih aset daerah ini sendiri sudah sesuai Permendagri Nomor 9 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, pengakhiran kerja sama pemerintah dengan pihak lain atau swasta dapat dilakukan secara sepihak jika kerja sama tidak menguntungkan dan terjadi wanprestasi.
“Hari ini kami telah mengambil alih aset kami setelah melalui proses yang panjang sejak tahun 2018, 2019 dan 2020. Kami telah melakukan renegosiasi untuk mengubah addendum berdasarkan temuan BPK yang menyatakan bahwa kontribusi terlampau rendah, yang menyatakan bahwa dasar kerjasama itu tidak didasarkan pada Permendagri 19 tahun 2016, tapi berdasar pada Permenkeu 33 tahun 2012. Permenkeu 33 tahun 2012 itu mengatur tentang Pengelolaan Barang Milik Negara. Seharusnya mereka berdasarkan Permendagri 19 tahun 2016,” jelas Dr Zet Sony Libing.
Sementara itu, terkait temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait rendahnya kontribusi yang diberikan PT SIM. Sejak 2019 lalu, Pemprov NTT telah memanggil PT SIM agar membicarakan kenaikan jumlah kontribusi sebesar Rp 750 juta per tahun, namun PT SIM tidak hadir pada pertemuan tersebut.
Menurut Dr Zet, kontribusi kepada Pemprov NTT itu sesuai dengan penilaian Appraisal, di mana kontribusi harus sebesar Rp 750 juta bukan Rp 250 juta.
Selain itu, diketahui PT SIM juga ditemukan tidak menyediakan 10% ruang publik akses menuju Pantai Pede.
“Mestinya hotel menyediakan 10 persen ruang publik. Maka kami memberikan somasi. Jadi bukan tiba-tiba, proses sudah dari tahun 2018,” lanjut Dr Zet.
Pemerintah Provinsi NTT sendiri telah menunjuk Badan Usaha Milik Desa yakni PT Flobamor untuk mengambil alih aset dan manajemen yang sebelumnya dikelola PT SIM.
Selain itu, Pemprov NTT juga memberikan pilihan kepada karyawan hotel Plago apakah tetap bekerja dengan PT SIM atau bergabung bersama pemerintah.
PHK Sepihak
Sementara itu, PT SIM melalui kuasa hukumnya, Kreshna Guntarto SH menolak desakan penyerahan dan pengosongan paksa tanah dan bangunan yang dimaksud. Dalam press release yang diterima media ini, mewakili PT SIM, Kreshna menilai PT SIM tidak wanprestasi kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT. Menurutnya upaya paksa pengosongan tersebut merupakan perbuatan penyalahgunaan kewenangan.
Kreshna menyoroti kesewenangan Pemprov NTT dengan mengabaikan tata cara pengakhiran perjanjian kerja yang diatur dalam pasal 237 Permendagri No 19 tahun 2016 tentang pengelolaan Barang Milik Daerah yakni pemutusan hubungan kerja dilakukan dengan jalan pintas tanpa didahului peringatan yang harus dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan masing-masing peringatan memiliki jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender.
Didalam Surat Keputusan Pemprov NTT kepada PT SIM, Surat Sekretariat Daerah Pemprov NTT dengan nomor: BU.030/61/BPAD/2020 tertanggal 31 Maret 2020 perihal “Pemutusan Hubungan Kerja” dan perintah pengosongan dilakukan berdasarkan Surat Sekretariat Daerah Pemprov NTT dengan nomor: BU.030/61/BPAD/2020 tanggal 01 April 2020 perihal Surat Peringatan Pertama (SP-1).
Selain itu, PT SIM merasa tidak pernah terlambat atau menunggak pembayaran biaya kontribusi tahunan pada 2015/2017 sebagaimana dituduhkan dalam Surat Pemutusan Hubungan Kerja PT SIM selalu membayar biaya kontribusi tahunan sesuai perjanjian kerja sama yang telah disepakati mulai dari tahun 2017 sampai dengan 2019, serta terus berkomitment untuk membayar kontribusi tahunan dan pembagian hàsil sebesar 10% di tahun ke-10.
Pembayaran kontribusi dilakukan sejak 2017 karena tahun 2014 sampai dengan 2016 adalah masa konstruksi yang belum dikenakan kewajiban membayar kontribusi. Oleh sebab itu, alasan pemutusan kerja sama tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur pasal 236 ayat (2) Permendagri No 19 tahun 2016 tentang pengelolaan Barang Milik Daerah.
Kreshna menambahkan, PT SIM baru memulai kegiatan uji coba operasional setelah pembangunan hotel selesai dibangun pada bulan Juni tahun 2019. Pembangunan mundur dari target pengerjaan dikarenakan banyaknya gangguan di lapangan yang dialami berupa aksi unjuk rasa masyarakat setempat yang menganggap lahan tersebut adalah bukan milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Untuk itu, pada Rabu (8/4/2020) PT SIM telah melaporkan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat kepada Ombudsman RI sehubungan dengan Pemutusan Hubungan Kerjasama secara sepihak. Selain pengaduan kepada Ombudsman RI, PT SIM juga mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri selaku pengawas jalannya pemerintahan daerah. (334)