Ragam Seni dan Atraksi Budaya Meriahkan Karnaval Budaya Bunda Maria Assumpta Nusantara

karnaval budaya
Karnaval Budaya Bunda Maria Assumpta Nusantara, Senin (12/8/2024). (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Pementasan Kesenian dan Budaya mewarnai rangkaian penyelenggaraan Festival Golo Koe 2024 di Labuan Bajo. Salah satu rangkaian kegiatan yang dihadirkan dalam Festival Religi dan budaya ini yakni Karnaval Budaya Bunda Maria Assumpta Nusantara.

Karnaval digelar pada Senin (12/8) dengan melibatkan ribuan peserta yang berasal paguyuban lintas etnis, komunitas agama, pelajar sekolah serta 60 -an Paroki Gereja wilayah Keuskupan Ruteng dan Keuskupan Labuan Bajo.

Bacaan Lainnya

Sejumlah paguyuban lintas etnis NTT yang turut menampilkan tarian dan busana daerah adalah Paguyuban Ngada, Paguyuban Nagekeo, Sikka, Lamaholot, Ende, Rote, Sabu serta kabupaten lainnya. Terdapat pula paguyuban di luar NTT seperti paguyuban Jawa, Bima – NTB, Kalimantan dan Penampilan Tarian Reog Ponorogo.

Rute karnaval dimulai dari kawasan Puncak Waringin Labuan Bajo menuju Kawasan Marina Waterfront. Parade budaya ini ditutup dengan tarian kolosal yang dipentaskan ratusan pelajar sekolah SMK Stella Maris Labuan Bajo.

Steering Commitee Festival Golo Koe 2024, Romo Inosensius Sutam menyebut keterlibatan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai suku ini merupakan wujud kearifan lokal yang terus dipertahankan dan dilestarikan oleh masyarakat lokal dengan semangat kebersamaan.

“Salah satu daya tarik, keunikan dari wisata kita itu adalah kebudayaan dalam hal ini kebudayaan lokal. Dalam budaya lokal kita mereka sangat menekankan kebersamaan manusia dulu, itu baru kemudian agamanya,” kata Romo yang sering disapa Ino ini.

Keberagaman kearifan lokal lintas etnis ini lanjut Romo Ino Sutam juga telah dianggap sebagai  daya tarik khusus bagi pariwisata Labuan Bajo yang menjadi pintu masuk gerbang pariwisata di NTT.

Melalui Gelaran Karnaval Budaya Bunda Maria Assumpta Nusantara ini, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng bersama Keuskupan Labuan Bajo dan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat kata Romo Ino ingin mempromosikan Wisata Religi dan Budaya yang inklusif menjadi salah satu potensi daya tarik bagi wisatawan.

“Labuan Bajo dan NTT menjadikan pariwisata sebagai prime mover ekonomi itu dari Pemda NTT juga dari tiga Kabupaten Manggarai dan Labuan Bajo menjadi pintu masuk pariwisata kita. Nah, kita mendengar apa yang disebut dengan atraksi, daya tarik, dan salah satu daya tarik, keunikan dari wisata kita adalah kebudayaan lokal,” ujarnya.

 

Selain toleransi, wilayah NTT secara keseluruhan juga dianggap sebagai wilayah Bhineka Tinggal Ika dan menjadi rumah Pancasila bagi semua orang.

“Lalu kemudian kita ingin mengembangkan Labuan Bajo dan Manggarai Raya sebagai wilayah Toleransi, wilayah Bhineka Tinggal Ika, itu masyarakat majemuk yang mau menerima siapa saja, dia ini rumah Pancasila bagi semua orang,” ujarnya.

Gelaran Karnaval Budaya Bunda Maria Assumpta Nusantara ini sendiri mampu menarik perhatian wisatawan Nusantara dan Mancanegara yang sedang berwisata di Labuan Bajo.

Berbagai jenis tarian daerah yang ditampilkan dalam karnaval ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang mengabadikannya dalam handphone mereka.

Romo Ino menambahkan gelaran Karnaval juga menekankan prinsip Pastoral pariwisata Keuskupan Ruteng dengan menghormati masyarakat lokal sekaligus menghormati budaya lokal serta bertindak lokal dan berpikir global. Selain itu, secara khusus dalam program Pastoral tahun 2024, Keuskupan Ruteng mengusung tema Ekologi integral: Harmonis, Pedagogis dan Sejahtera (HPS). Melalui festival ini umat keuskupan Ruteng ingin bergandengan tangan dengan semua anak bangsa untuk mewujudkan harmoni seluruh ciptaan antara ciptaan dan Sang Khalik, kesejahteraan umum dan pedagogi pelestarian lingkungan hidup.

Berbagai atraksi budaya yang berkaitan dengan permasalahan ekologi pun turut ditampilkan dalam karnaval ini melalui pementasan tradisi adat Manggarai Roko Molas Poco, sebagai bentuk penghormatan terhadap mata air pohon dan hutan; Karong Woja Wole, yang menempatkan padi sebagai ibu serta pementasan tradisi Wela Hendeng / Wagal, yang menunjukan moralitas perkawinan dan relasi suami – istri. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.