DENPASAR | patrolipost.com – Masyarakat Bali dinilai sangat rapi menata pertanian bahkan terdapat sentralisasi kawasan yang bisa dipelajari. Salah satunya sistem irigasi tradisional Bali (Subak) yang kini telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia serta menjadi salah satu model pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Hal ini disampaikan Bupati Kabupaten Malaka Dr Simon Nahak SH MH saat menjadi pembicara dalam Seminar “Pengembangan Pertanian di Kabupaten Malaka Berbasis Teknologi” di The Bali Rama City Hotel, Sabtu (7/1/2023).
Simon Nahak mengungkapkan potensi air di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT) cukup baik. Dimana Kabupaten Malaka memiliki potensi pertanian lahan basah (sawah) seluas 5.269 Ha, sedangkan potensi pertanian lahan kering seluas 55.710 Ha. Sehingga pengairan subak ini menjadi salah satu poin menarik untuk dipelajari.
“Bagaimana masyarakat Bali bisa mengatur pengairan subak ini yang dapat dijadikan poin untuk dipelajari. Tentunya subak ini salah satu keunikan di seluruh dunia. Apalagi Kabupaten Malaka memiliki potensi air yang cukup baik,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, saat ini sistem subak masih dipelajari namun untuk menerapkannya di Kabupaten Malaka terbilang cukup sulit dan rumit, karena memerlukan sosialisasi dan edukasi kepada pimpinan adat di Malaka yang tentunya tidak sama dengan tokoh adat di Bali.
“Nanti kalau semua dibawa ke sana takutnya tidak jalan, tidak bisa dipaksakan juga, nanti bisa menjadi omong kosong. Jadi sistemnya masih dipelajari dulu,” sebutnya.
Kadis Pertanian Kabupaten Malaka drh Januaria Maria Seran menerangkan pembangunan pertanian di Malaka yaitu sebuah proses yang memiliki tujuan untuk menambah hasil produksi pertanian pada setiap pelaku ekonomi (produsen) yakni petani. Terlebih pertambahan hasil pertanian pada akhirnya akan mempengaruhi peningkatan produktifitas dan pendapatan petani.
Pemanfaatan alat dan mesin pertanian mulai dari pengolahan tanah dalam usaha budidaya untuk menciptakan keadaan tanah olah yang siap tanam baik secara fisik, kimia, maupun biologis sehingga tanaman yang dibudidayakan akan tumbuh dengan baik.
“Agar memberikan hasil maksimal, lahan sawah harus diolah secara baik. Adapun penanaman di Kabupaten Malaka terdiri dari penanaman jagung dengan doubel track dan penanaman padi dengan metode jajar legowo,” bebernya.
drh Januaria Maria menjelaskan penerapan teknologi dalam pertanian di Kabupaten Malaka juga dilakukan ketika panen. Mulai dari penggunaan mesin pemipilan jagung, perontokan padi, dan panen padi dengan Combine Harvester.
“Dengan menerapkan teknologi dalam pembangunan pertanian di Kabupaten Malaka sehingga petani/Kelompok tani dapat meningkatkan kualitas hasil pertanian, serta memudahkan bagi para pengelola sektor pertanian untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal,” ucapnya.
Sementara Dosen Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa Dr Ir I Dewa Nyoman Sudita MP menjabarkan dari hasil analisis SWOT Kabupaten Malaka ditemukan beberapa permasalahan yakni belum optimalnya dukungan sarana dan prasarana (irigasi, akses, kelembagaan), sumber daya dalam membangun kemitraan, kemampuan daya saing produk, dan penguasaan TTG dan pasca panen.
“Namun Matilde Niis Seran (2019) Revolusi Pertanian Malaka (RPM) terbukti memberikan dampak positif bagi peningkatan produksi pertanian, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun masih ada hambatan internal yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap petani dalam menghadapi perubahan,” kata Nyoman Sudita.
Menurutnya, Kabupaten Malaka mempunyai nilai tambah (added-value) produk sebagai sentra penghasil jagung, penghasil ketela pohon, serta sektor perkebunan yang juga sangat potensial sebagai penghasil pisang (pemasok Kabupaten Belu dan Kupang).
“Pemberdayaan potensi Sumber Daya Alam Kabupaten Malaka juga memiliki beberapa sumber mata air ini yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air minum dengan teknologi Hidro Pande. Tidak hanya itu, juga bisa sebagai pengembangan jenis tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, sayur dan lainnya,” tandasnya. (030)