Sebelum Ditipu Sudikerta, PT Maspion Sempat Bahas Investasi dengan Bupati Badung

DENPASAR | patrolipost.com – Sidang kasus penipuan, pengelapan, pemalsuaan surat dan TPPU senilai Rp 150 Miliar yang melilit eks wakil gubernur Bali I Ketut Sudikerta dan 2 dua rekannya, Anak Agung Ngurah Agung dan I Wayan Wakil, kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (10/15).

Setelah pada sidang sebelumnya menghadirkan bos Maspion Grup, Alim Markus sebagai saksi. Kali ini giliran Direktur PT Maspion, Eska Kalasut dihadirkan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan dalam persidangan. Dalam sidang tersebut, dari tiga terdakwa hanya I Wayan Wakil yang penahanannya dialihkan karena sedang sakit dan dirawat di Rumah Sakit Bali Med Jimbaran, Badung.

Bacaan Lainnya

Selain Eska Kalasut, saksi tertunda pada sidang sebelumnya yang diperiksa keterangannya adalah karyawan di kantor Notaris Ni Nyoman Sujarni yakni Ida Ayu Mas Sukerti. Di persidangan Eska Kalasut menjelaskan, bahwa pada tahun 2012 pihak Maspion Group terlebih dahulu bertemu Bupati Badung (kini mantan) Anak Agung Gede Agung. Pertemuan itu dalam rangka menyampaikan jika PT Maspion berkeinginan berinvestasi di Bali.

Setelah itu, PT Maspion pun bertemu dengan terdakwa Sudikerta yang kala itu menjabat sebagai Wakil Bupati Badung. Keinginan PT Maspion untuk berinvestasi disambut antusias oleh kedua pejabat Badung itu. “Saya bertemu dengan sudikerta tahun 2012. Sudikerta sangat antusias sekali. Pertama bertemu dengan terdakwa saat menyampaikan akan berinvestasi di Bali,” ucap pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur Tahun 1953 ini menjawab pertanyaan tim jaksa yang di koordinir Jaksa I Ketut Sujaya.

Setelah pertemuan itu, pertemuan selanjutnya PT Maspion diwakilkan oleh Hendry Kaunang dan I Wayan Santoso. Menurut Eska, keduanya mendapat tugas langsung dari Alim Markus untuk mencari informasi tanah yang dijual. “Hendry Kaunang dan I Wayan Santoso ditugasi oleh Pak Alim Markus. Sedangkan urusan pembuatan kerjasama diserahkan ke Sugiharto. Saat negosiasi tanah saya tidak pernah bertemu,” terangnya.

“Tapi saya mengikuti prosesnya, karena ditelpon oleh Alim Markus terkait pembelian tanah. Pak alim markus bilang tanah itu milik pak Sudikerta. Pak Alim Markus selalu berdiskusi dengan saya,” imbuh Eska dihadapan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi.

Setelah mendapat informasi akan ada proses jual beli, Eska menyatakan, pernah mendatangi lokasi tanah di Balangan. “Siapa yang menunjukan lokasi tanahnya,” tanya Jaksa Martinus. “Yang menunjuk lokasi tanah yang akan dibeli adalah I Wayan Santosa. Waktu itu saya bertemu dengan terdakwa Wayan Wakil. Waktu itu kami berbicara tapi hanya basa-basi saja,” jawabnya.

Meski mengatakan tidak mengetahui proses jual beli, karena Alim Markus menyerahkan sepenuhnya pada Hendry Kaunang dan I Wayan Santoso, saksi Eska mengetahui proses pembayaran. “Saya tahu proses pembayaran. Pembayarannya bertahap, sebanyak dua kali. Totalnya Rp 149 miliar ditransfer ke rekening PT Pecatu Bangun Gemilang,” ungkapnya.

Setelah dilakukan pembayaran, pada bulan Agustus 2014 dikatakan Eska diadakan acara penandatangan pembangunan hotel. Disebutkannya pada saat penandatangan itu hadir pula terdakwa Sudikerta bersama sang istri. Akan tetapi setelah itu hotel tidak bisa dibangun.

“Hotel tidak bisa dibangun, karena ada masalah. Ada pemblokiran sertifikat. Saya ke Bali ngecek ke Notaris Ibu Sujarni. Bu Sujarni bilang sertifikat aslinya ada di dia. Tapi tidak ditunjukan ke saya. Sementara sertifikat PT Maspion di pegang notaris Ketut Nelly,” kata Eska.

Melihat adanya masalah, Eska pun mendatangi BPN dan ke kepolisian. Di kepolisian telah digelar perkara dan sertifikat bermasah, yakni sertifikat ganda. Setelah mendapatkan informasi baru lah ia menginformasikan ke Alim Markus. “Setelah itu saya lapor ke pak Alim Markus  Selanjutnya saya dan pak Alim Markus mencari Pak Sudikerta. Dia (Sudikerta) bilang akan menyelesaikan masalah ini,” bebernya.

“Saat akan bilang akan membangun hotel, siapa yang akan mengurus izinnya,” sela Jaksa Martinus. “Laporan dari I Wayan Santosa ke saya, untuk perizinan akan diurus oleh Pak Sudikerta,” jawab Eska.

Pasca bermasalah, Eska menyatakan kembali mendatangi lokasi tanah di Balangan. Di sana ia bertemu dengan Wayan Wakil. “Saya ke lokasi Pak Wayan Wakil bilang ini tanah haknya. Dan dia bilang, kenapa saya dapat hanya Rp 8 miliar. Saya bilang kalau urusan itu silakan anda ke Pak Sudikerta,” ungkap Eska.

Pula dikatakan Eska setelah muncul masalah, dirinya kembali bertemu Sudikerta. “Saya bertemu dengan Sudikerta lagi pada saat dia ke kantor PT Maspion awal 2015 setelah ada masalah. Beliau datang ke Alim Markus,” ucapnya.

Eska menyatakan, pihaknya telah beberapa kali mengupayakan penyelesaian masalah. Namun Sudikerta yang berjanji akan menyelesaikan selalu ingkar. “Saya sudah mengupayakan agar menyelesaikan permasalahan ini. Pertemuan dengan Sudikerta ada sebanyak 10 kali,” jawabnya. “Sejak adanya masalah apakah sudah ada pengembalian,” kejar Jaksa Sujaya. “Belum sampai saat ini,” jawab Eska lagi.

“Pak Alim Markus ingin apa,” Sambung Jaksa Martinus. “Ingin uangnya balik. Sudikerta katanya akan membayar di Surabaya tapi itu hanya omong kosong,” ucap Eska. (426)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.