Sekda Dewa Indra: Agar Tetap Diminati, Perpustakaan Harus Ikuti Perkembangan Zaman

seminar ipi
Sekda Dewa Made Indra saat Rakerpus XXV & Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) di Hotel Four Points by Sheraton, Ungasan. (Ist)

MANGUPURA | patrolipost.com –  Tantangan terbesar perpustakaan saat ini adanya perubahan zaman dari konvensional ke arah digitalisasi. Hal itu diungkapkan Sekertaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra, Minggu, 7 Juli 2024.

Untuk itu kata Dewa Made Indra, agar tetap diminati perpustakaan harus mengikuti perkembangan zaman.

Bacaan Lainnya

“Hari ini, perubahan itu disebut digitalisasi perpustakaan, jika kita tidak siap menuju ke sana maka kita juga akan ditinggalkan,” kata Sekda Dewa Indra dalam Rakerpus XXV & Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) di Hotel Four Points by Sheraton, Ungasan, Badung, Minggu, 7 Juli 2024.

Menurutnya, jika kondisi perpustakaan itu sudah menjadi tempat yang tidak menarik dan ditinggalkan, merupakan alarm yang mengkhawatirkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena mampu menghilangkan satu aspek penting dalam kehidupan manusia, yakni literasi.

Perpustakaan kata Sekda Dewa Indra pantas untuk ditempatkan yang paling tinggi dibanding aspek lain, karena perpustakaan merupakan sumber dari pengetahuan dan kecerdasan.

“Dan literasi juga satu metode mencapai kecerdasan yang bersumber dari perpustakaan tersebut,” pungkasnya.

Plt Kepala Perpustakaan Nasional RI yang diwakili oleh Deputi II Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Adin Bondan mengatakan, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta kecerdasan buatan membawa perubahan destruktif.

Hal ini mengharuskan para pustakawan untuk terus berbenah diri, agar bisa tetap menjadi profesi penggerak utama informasi dan ilmu pengetahuan.

“Dan dalam hal ini Perpustakaan Nasional mengembangkan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, ini harus diperankan oleh para pustakawan dimanapun menjalankan profesinya,” ujarnya.

Transformasi ini merupakan satu sistem metode bahwa perpustakaan menjadi satu ruang kreasi, ruang belajar kontekstual, menjadi ruang terbuka untuk berbagi semua informasi dan pengalaman bagi masyarakat, serta perpustakaan menjadi ruang terbuka bagi peningkatan keterampilan hidupnya.

Hingga kini, dirinya mengklaim telah terdapat 3.696 lokus transformasi perpustakaan berbasis inklusi, yang telah berdampak terhadap sekitar tiga juta warga yang termarjinalkan.

“Perpustakaan hadir untuk mengadvokasi, memberikan pelatihan agar mereka cakap dalam hidupnya,” jelasnya. (pp03)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.