Sengketa Lahan Keranga: Saksi Penggugat Sebut Tidak Mengetahui Keberadaan Fungsionaris Adat Nggorang

sengketa tanah2
Kuasa hukum para tergugat saat diwawancarai awak media usai menjalani sidang di PN Labuan Bajo, Rabu (4/12/202). (afri)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Sengketa kepemilikan tanah yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat kembali bergulir di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.

Sidang dengan nomor perkara 9/Pdt.G/2024/PN Lbj yang melibatkan Muhamad Thasrif Daeng Mabatu atau Asep dengan 15 pihak tergugat ini kembali digelar, Rabu (4/12/2024) dengan agenda sidang mendengarkan keterangan saksi pihak penggugat.

Bacaan Lainnya

Penggugat menghadirkan saksi bernama Nelson Siregar Sarmin (pria asal Jakarta) yang diketahui merupakan teman dekat ayah Asep (Alm Abu Sofyan Daeng Pabeta).

Dalam persidangan, Nelson menyampaikan bahwa dirinya mengetahui riwayat kepemilikan tanah tersebut yang awalnya dimiliki oleh nenek Asep (Siti Naasiah Daeng Mawera atau dikenal Daeng Ngintang) yang kemudian diwariskan kepada ayah Asep dan selanjutnya dihibahkan kepada Asep.

Namun saat ditanyai lebih jauh oleh, Kharis Sucipto selaku Kuasa Hukum Santosa Kadiman dkk (Tergugat XII–XIV) terkait asal usul maupun dasar kepemilikan tanah Daeng Ngintang hingga berakhir dihibahkan kepada Asep, saksi tidak mampu menjelaskan dan hanya menjawab dari leluhur.
Selain itu, dalam keterangannya, pada tahun 1995, saksi pernah mengunjungi Labuan Bajo dan meninjau lokasi tanah tersebut bersama dengan ayah Asep. Namun, lagi lagi saat ditanyai lebih lanjut pengetahuan saksi soal lokasi tanah tersebut, saksi mengaku tidak tau.

Salah satu keterangan saksi yang juga menyebabkan kebingungan bagi kuasa hukum pihak tergugat adalah, saksi menyebutkan turut membantu mengurus salah satu dokumen terkait kepemilikan tanah tersebut, namun saksi tidak mengetahui adanya keberadaan Fungsionaris Adat Nggorang di tahun 1995.

“Saudara saksi apakah pernah pernah mempelajari, mendengar bahwa tanah di Karanga Labuan Bajo adalah tanah adat Nggorang?” tanya Kharis.

“Saya hanya tau tanah kerajaan. Tidak pernah mendengar Adat,” ujar Saksi.

“Apakah saudara saksi pada saat tahun 95 datang ke Labuan Bajo ada di sini Fungsionaris Adat? Pernah tidak saudara saksi mendengar fungsionaris adat di Labuan Bajo?” lanjut Kharis.

“Nggak ada,” jawab saksi

“Darimana saudara punya dasar dan apa dasar saudara mengatakan bahwa tidak ada adat di Labuan Bajo?” Kharis kembali bertanya.

“Setahu saya tidak ada, kami datang tidak ada,” ujar saksi.

Sementara itu, Kuasa hukum tergugat I – VII, Novio Manurung usai persidangan menyebutkan, saksi yang dihadirkan pihak penggugat menyebut tidak mendapatkan poin apa apa dari keterangan saksi atas nama Nelson tersebut.

“Kami kuasa hukum para tergugat I – VII menilai memang saksi yang dihadirkan hari ini tidak menjelaskan apa – apa karena memang dari keterangan yang diberikan itu tidak jelas. Bahkan seakan akan berbeda dengan keterangan sebelumnya yang pernah beliau atau saksi tersebut hadir juga pada sidang atau perkara di tahun 2018,” sebut Novio.

Apa yang dimaksud Novio adalah terkait keterangan saksi atas luas lahan yang dimiliki Alm Abu Sofyan Daeng Pabeta dalam perkara nomor 30/Pdt.G/2017/PN.Lbj yang juga diajukan oleh Asep atas lahan yang sama.

Dimana saat itu saksi menyebut luas lahan milik Abu Sofyan Daeng Pabeta adalah kurang lebih 50 hektar. Namun dalam persidangan kali ini saksi menyebut luas lahan tersebut adalah 35 hektar.

“Sehingga kami menyimpulkan harusnya tidak ada poin – poin sebagai saksi yang bisa diambil atau memperkuat dalil – dalil penggugat di dalam perkara ini,” sebutnya.

Sementara kuasa hukum tergugat lainnya yakni, Mokki Arianto juga menyebut bahwa saksi tidak bisa menjelaskan fakta fakta asal muasal tanah tersebut.

“Bahwa saksi yang dihadirkan tadi oleh penggugat sama sekali tidak bisa menjelaskan fakta fakta asal mula kepemilikan tanah yang diklaim oleh penggugat sehingga kami tidak mempunyai kekuatan yang bisa dijadikan alat bukti yang sempurna dalam persidangan ini,” sebut Mokki.

Hal senada juga disampaikan kuasa hukum tergugat XII – XIV, Kharis Sucipto. Kharis menyebut keterangan saksi hanya berupa pandangan pribadi yang tidak mampu dibuktikan dengan data data pendukung yang valid.

“Dari keterangan yang coba kami gali dari sisi saksi penggugat, kami menilai bahwa apa yang disampaikan saksi tersebut sifatnya pendapat dan pendapat pribadi. Kami mencoba menggali dasar dasar dari keterangan saksi juga tadi tidak bisa ditunjukan, baik dari sisi dokumen maupun hal yang lain, sehingga kami merasa tidak ada kekuatan pembuktian dari saksi yang dihadirkan oleh penggugat hari ini di persidangan,” ujar Kharis.

Selain tidak memiliki poin poin keterangan yang jelas, Kharis juga menyayangkan keterangan saksi yang tidak mengetahui keberadaan Fungsionaris Adat Nggorang di Labuan Bajo.

“Tadi saya berulang kali bertanya kepada saksi yang dihadirkan yang bernama bapak Nelson bahwa ada satu keterangan beliau yang menyatakan bahwa tidak ada (Fungsionaris) adat di Labuan Bajo. Maka itu sungguh sangat kami sayangkan keterangan itu, namun demikian kami yang menghormati juga tata tutur adat di sini. Kami bertanya ke yang bersangkutan apa dasar dari saksi menyatakan tidak ada adat di Labuan Bajo, hal itu tidak bisa dijelaskan,” tandasnya.

“Dari penelitian dan dokumen-dokumen yang kami pelajari, sesungguhnya fungsionaris adat lah yang berperan. Itu berarti dari dokumen-dokumen penyerahan yang harus ada sudah secara konsisten, kami melihat dari perkara ini bahwa fungsionaris adat lah satu-satunya yang punya kewenangan untuk penyerahan tanah adat,” tutupnya.

Perkara nomor 9/Pdt.G/2024/PN Lbj merupakan sengketa lahan antara Muhamad Thasrif Daeng Mabatu atau Asep melawan 15 tergugat. Adapun ke 15 tergugat ini adalah tergugat I: Amir Dosy; tergugat II: Amril Ashari Nosy; tergugat III: An Nuur Afrianty Amir; tergugat IV: Mu Minati Nasar; Tergugat V: Mumining; tergugat VI: Aladdin Nasar; Tergugat VII: Abidin Nasar; tergugat VIII: Maria Fatmawati Naput; tergugat IX: Paulus Grand Naput; tergugat X: Johanis Vans Naput; tergugat XI: Irene Elisa Winarthy Naput; tergugat XII: PT. Persada Pelita Perkasa; tergugat XIII: PT. Bangun Indah Internasional; tergugat XIV: PT. Bangun Karunia Sejati dan tergugat XV: Kepala Kantor Pertanahan Manggarai Barat.

Pada tahun 2018, Muhamad Thasrif Daeng Mabatu atau Asep pernah mengajukan gugatan atas tanah ini, namun putusan pengadilan Negeri Labuan Bajo dengan nomor 30/Pdt.G/2017/PN.Lbj tanggal 5 Juni 2018 menolak permohonan tersebut. Putusan ini kembali diperkuat keputusan Mahkamah Agung (putusan 370/2021).

Pada tahun 2022, Asep mengajukan Peninjauan Kembali (PK) namun ditolak MA dalam putusan MA nomor 1023 PK/Pdt/2022 tertanggal 17 Oktober 2022.

Pada tanggal 17 Mei 2023, penggugat kembali mengajukan gugatan dengan nomor 16/Pdt.G/2023/PN.Lbj namun dicabut pada tanggal 9 September 2023.

Pada tanggal 7 Desember 2023, penggugat kembali mengajukan gugatan dengan nomor 35/Pdt.G/2023/PN.Lbj yang kemudian juga kembali dicabut pada 29 Januari 2024.

Penggugat kemudian kembali mengajukan gugatan dengan nomor perkara 9/Pdt.G/2024/PN.Lbj yang saat ini tengah dalam proses persidangan.

Dalam perkara ini, dasar hak atas tanah penggugat adalah berupa surat hibah 15 Mei 1975. Surat hibah ini menyatakan bahwa Alm Daeng Ngintang menghibahkan tanah-tanah kepada Alm Abu Sofyan Daeng Pabeta (ayah penggugat). Adapun luas wilayah tanah dalam surat hibah ini adalah seluas lebih dari 80 hektar yang mencakup daerah Patanaan Darat, Kukusan Kecil, Kukusan Besar, Karanga, Pekarangan Kampung Camba, Boe Purdja/Kampung Air Kemiri, Cililaba Besar dan Cililaba Kecil. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.