SEMARAPURA | patrolipost.com – Pengrajin gerabah yang ada di Kabupaten Klungkung diharapkan mampu meniru keberadaan sentra Desa Wisata Gerabah Kasongan, Yogyakarta, yang selama ini dikenal sebagai pusat kerajinan gerabah yang mendunia.
Hal itu disampaikan oleh Pj Bupati Klungkung, I Nyoman Jendrika saat melakukan studi komparasi ke Desa Wisata Gerabah Kasongan, Yogyakarta, Senin (3/6/2024).
“Kita harapkan Kabupaten Klungkung bisa meniru Desa Wisata Gerabah Kasongan. Apalagi di Klungkung sebenarnya ada beberapa pengrajin gerabah,” ujarnya.
Setelah mendapatkan penjelasan mendetail mengenai struktur dan sinergi yang ada di antara para pengrajin, koperasi, dan masyarakat setempat yang menyediakan bahan baku tanah liat di Desa Wisata Gerabah Kasongan tersebut, Pj Bupati Jendrika mengungkapkan bahwa sinergi yang terjalin antara para pengrajin, koperasi, dan pihak pemasaran di Kasongan patut dicontoh.
Setiap pihak memiliki tugas yang berbeda sehingga tidak ada persaingan, melainkan kerja sama yang harmonis. “Inilah hikmah yang bisa kita ambil. Sistem seperti ini bisa kita tularkan ke Kabupaten Klungkung,” imbuhnya.
Menurutnya, di Klungkung terdapat beberapa pengrajin gerabah, meskipun saat ini jumlahnya berkurang karena belum ada regenerasi. Oleh karena itu, informasi yang diperoleh dari asosiasi di Kasongan ini sangat berharga, terutama terkait dengan pelatihan bagi pengrajin.
Bahkan asosiasi tersebut menyiapkan tempat untuk pelatihan yang bisa diikuti selama satu bulan, dimana Pemkab Klungkung dapat mengirimkan tenaga-tenaga untuk belajar mulai dari pemilihan bahan baku, pembuatan gerabah, proses pembakaran, finishing, hingga pemasaran.
“Ini salah satu upaya Pemkab Klungkung untuk membuka lapangan kerja baru. Dari segi pasar, banyak hotel dan restoran di Bali yang menggunakan gerabah, sehingga peluang ini sangat potensial,” tambahnya.
Pihaknya pun berharap kunjungan ini dapat membawa dampak positif bagi perkembangan industri gerabah di Kabupaten Klungkung, serta meningkatkan keterampilan dan kesejahteraan para pengrajin lokal.
Sementara itu, Poniman (57), seorang pembimbing di Pelatihan Gerabah Nangsib Keramik Kasongan, menjelaskan proses pembuatan keramik memerlukan ketelitian dan keahlian tinggi. Proses pembakaran terdiri dari dua tahap yakni api kecil selama dua jam dan api besar selama empat jam.
Setelah itu, keramik ditutup dengan sekam. Poniman menambahkan, jika sekam telah berwarna putih, itu menandakan keramik sudah matang. Namun, jika kayu bakar masih ada, harus segera dikeluarkan agar tidak menghitamkan hasil akhir.
“Di sini kita memproduksi model Woog dengan menggunakan tanah liat khusus. Setiap setengah kol tanah liat dapat menghasilkan lima woog. Campuran tanah terdiri dari tanah hitam, tanah coklat, dan tanah merah yang diambil dari Gunung Imogiri, serta pasir endapan. Satu kol bahan baku tanah ini dihargai sekitar Rp 500 ribu rupiah,” lanjutnya.
Untuk model keramik bermotif ayam, Poniman dan para pengrajin mampu memproduksi hingga lima unit per hari secara manual. Produk-produk keramik ini dipasarkan ke berbagai kota besar seperti Bali, Surabaya, dan Bandung. Harga satu woog dibanderol Rp65 ribu rupiah, sementara motif ayam dijual seharga Rp150 ribu rupiah.
Desa Kasongan, yang terletak di Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasian, Kabupaten Bantul, dikenal sebagai sentra pengrajin gerabah. Sebanyak 80 persen dari 160 kepala keluarga di desa ini bekerja sebagai pengrajin gerabah, menjadikan kerajinan ini sebagai tulang punggung ekonomi desa. Produk keramik dari Kasongan tidak hanya diminati di dalam negeri, tetapi telah mendunia ke manca negara. (855)