LABUAN BAJO | patrolipost.com – Sejumlah pedagang di Pasar Baru, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), NTT harus menderita kerugian puluhan juta rupiah. Hal ini disebabkan karena Sebagian besar barang dagangan membusuk diakibatkan oleh kurangnya pembeli.
Tina, salah seorang pedagang sayur sayuran menjelaskan, meski sudah lama berjualan di Pasar Baru tersebut namun hingga kini ia tetap menderita kerugian dikarenakan kurangnya para pembeli.
“Jualan di sini sudah lama, tapi kurang sekali pembelinya sehingga banyak barang dagangan yang busuk. Mau tidak mau harus dibuang dan itu sudah pasti kita rugi,” ujarnya.
Senada dengan Tina, Yuni pedagang lainnya mengeluhkan kondisi pasar yang sepi dari pembeli. Yuni telah menjajakan barang dagangannya sudah hampir lima tahun. Sebelum berjualan di Pasar Baru, Yuni merupakan pedagang di TPI lama. Saat dipindahkan ke Pasar Baru, kondisi barang dagangannya banyak yang busuk karena kurangnya pembeli.
“Sebelumnya saya jualan di TPI, karena Dinas Perindagkop suruh pindah ke sini, yah kita pindah. Tapi di sini sepi, itu mulai dari pertama saya pindah sampai sekarang. Kurang tau juga kenapa sepi, mungkin karena ini bukan pasar. Mereka (pembeli) kan tidak tau kalau di sini ada pasar, mereka taunya pasar itu hanya di Batu Cermin,” tutur Yuni.
Yuni mengaku sedikit dibantu dengan kehadiran penjual daging ayam. Sambil berharap sembari membeli daging ayam, para pembeli melirik dagangan mereka. Lebih dari Itu, Yuni lebih sering menderita kerugian diakibatkan oleh membusuknya barang dagangan. Akibatnya ia sering menderita kerugian hingga puluhan juta rupiah.
“Kalau tidak laku, ya terpaksa dibuang karena busuk. Kerugiannya kalau dihitung sudah puluhan juta Pak. Kalau satu tahun ini saya hitung modal saya yang sudah hilang Rp 50 juta, itu tadi karena banyak barang rusak dan busuk. Contoh saja cabai, saya beli dari orang dari Sape seharga 100.000 per 1 kilogram, hanya sampai disini tidak laku. Yang laku itu tidak sampe 1 kilo,” keluhnya.
Yuni berharap pemerintah mampu memberikan solusi terkait permasalahan ini. Ia berharap pemerintah mampu meramaikan kembali Pasar Baru yang sepi dari aktifitas jual beli.
“Harapan kami untuk Pemerintah agar bisa menjalankan Pasar Baru. Caranya kalau bisa diramaikan. Kalau bisa pedagang di Pasar Batu Cermin dibagi dua dan disini harus ada hari pasarnya. Selama ini tidak ada hari pasar. Itu yang juga buat sepi,” imbuhnya.
Selain Tina dan Yuni, pedagang lainnya yakni Nela juga mengeluhkan hal yang sama. Kondisi pasar yang sepi dari pembeli, barang dagangan yang membusuk hingga menderita kerugian jutaan rupiah. Nela baru 1 minggu menempati stand/lapak di Pasar Baru setelah sebelumnya berjualan di Pasar Batu Cermin.
“Sebelumnya saya jualan di Pasar Batu Cermin. Karena ada aturan, siapa yang tidak punya lapak harus pindah ke Pasar Baru, maka saya harus pindah dan jualan di sini, makanya saya pindah di sini,” ujar Nela saat ditemui di Pasar Baru, Jumat (26/3/2021).
Namun seminggu berjualan di lapak yang baru, Nela tidak seberuntung saat masih berjualan di Pasar Batu Cermin. Kondisi pasar yang sepi dari aktifitas pembeli mengakibatkan barang dagangan Nela berupa tomat, sayur-sayuran, cabai, jeruk nipis, alpukat membusuk. Ia pun mengaku menderita kerugian hingga Rp 8 juta. Ia pun pesimis bisa melanjutkan berjualan di Pasar Baru dan berencana kembali ke Pasar Batu Cermin.
Sebelumnya Nela menceritakan banyak pedagang yang dipindahkan ke Pasar Baru dari Pasar Batu Cermin. Namun karena kondisi sepi pembeli, pedagang lainnya kembali berjualan di Pasar Batu Cermin. Untuk itu ia berharap pemerintah daerah secara tegas dan adil memperlakukan sesama para pedagang
“Kalau bisa untuk orang yang tidak punya lapak di Pasar Batu Cermin, kalau disuruh ke Pasar Baru, yah harus ke Pasar Baru, Pemerintah juga harus tegas, harus datang ke sini untuk pantau. Petugas harus pastikan mereka tidak lari lagi. Kalau semua bisa bertahan pasti pasar ini tidak sepi. Kita yang mau ikut aturan yang jadi korban,” keluhnya.
Nela juga berharap kondisi lapak di Pasar Baru yang masih banyak kosong dapat terisi oleh para pedagang yang tidak mendapatkan tempat di Pasar Batu Cermin.
“Kalau di sini terisi semua pasti ramai. Sementara di Pasar Wae Kesambi itu kan tumpah ruah, mendingan di bawa ke sini. Di sana yang punya lapak didalam malah pergi jual lagi di luar. Yang tidak punya lapak disuruh ke sini karena masih banyak yang kosong. Bingung juga, macam begini kita mau mengeluh kepada siapa? Akhirnya kita hanya memperbanyak utang saja,” ujarnya.
Apa yang disampikan Nela dan pedagang lainnya sesuai dengan keadaan di Pasar Batu Cermin. Di pasar in, para pedagang tumpah ruah berjualan di pintu masuk pasar. Selain itu para pedagang juga memanfaatkan area losing depan ruko untuk meletakan barang dagangan. Sementara di sisi dalam pasar, masih terdapat banyak lapak yang kosong dan tidak terisi. Hanya sebagian kecil pedagang yang memanfaatkan lapak – lapak tersebut.
Meskipun dalam sidaknya beberapa waktu lalu, Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi telah mengimbau para pedagang untuk tidak berjualan di depan pintu masuk dan depan area ruko, namun kondisi lapak yang sempit serta kurang terjangkaunya lapak jualan di bagian dalam oleh pembeli, menyebabkan para pedagang kembali berjualan di area tersebut (depan ruko).
“Karena di dalam itu terasa agak sempit, kalau di dalam dagangan tidak laku. Kami tidak bisa makan, karena tempat di dalam hanya bisa muat tiga jenis saja sayurnya, tidak bisa simpan dagangan lain. Kalau kami jualan berarti hanya bisa jual sayuran saja, sementara kalau kami penjual ini harus gabung semua, sayur daun, labu, bawang, buah. Jadi kalau sayur tidak laku, mungkin bawangnya bisa laku,” ujar Dolce.
Sebagai salah seorang pedagang yang pernah berjualan di Pasar Baru, Dolce mengakui keadaan Pasar Baru yang sepi dari para pembeli membuatnya lebih memilih berjualan di Pasar Batu Cermin.
“Kemarin ada penjual yang pindah ke sana tapi tapi mereka kembali lagi ke sini. Tidak tau juga kenapa, mungkin tidak laku, akhirnya mereka kembali kesini. Di sana sepi, dagangan tidak ada yang membeli,” ujarnya. (334)