LABUAN BAJO | patrolipost.com – Pengembangan pariwisata di Hutan Bowosie Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) diperkirakan akan menyerap 10.000 ribu tenaga kerja. Perhitungan tersebut hasil analisa Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) didasarkan pada kebutuhan pembangunan dan kebutuhan daya tarik wisata yang akan tersaji di kawasan seluas 400 hektar tersebut.
Saat ini BPOLBF bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tengah bersiap mengembangkan empat zona pengembangan pariwisata di lahan seluas 400 hektar Hutan Bowosie, pengembangan area itu nantinya untuk menghadirkan kawasan pariwisata berkelanjutan, berkualitas dan terintegrasi di Labuan Bajo. Pengembangan kawasan pariwisata ini tentunya berpotensi meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan menekan tingkat pengangguran di Labuan Bajo, Flores dan NTT pada umumnya.
Direktur Utama BPOLBF, Shana Fatina menyampaikan selain kebutuhan SDM, kebutuhan lainnya seperti supply hasil pertanian dan peternakan, kerajinan tangan, juga atraksi budaya dan lainnya akan terserap melaui pengembangan ini.
“Akan terjadi perputaran ekonomi di kawasan tersebut, hasil UMKM di Labuan Bajo akan terserap di kawasan tersebut, tidak kalah pentingnya desa-desa di sekitar akan ditata dan dilibatkan, seperti kebutuhan SDM, supply logistik, produk kreatif, seni budaya, kebutuhan homestay, dan sebagainya” ungkap Shana Fatina di Labuan Bajo, NTT, Selasa (1/3/2022).
Pengembangan kawasan Bowosie menjadi kawasan pariwisata merupakan amanah Presiden Joko Widodo yang dituangkan melalui Perpres Nomor 32 Tahun 2018 dengan penetapan pengelolaan dilakukan oleh Badan Pelaksana yang dibentuk pada tahun 2019. Di dalamnya mengatur tentang perubahan status dan pemanfaatan 400 hektar hutan Bowosie di Kabupaten Manggarai Barat, dimana paling sedikit 136 hektare akan diberikan Hak Pengelolaan kepada Badan Otorita, dan sisanya dikelola menggunakan skema izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Pemanfaatan Jasa Lingkungan (PBPH-JL) sebagai wisata alam.
Pengembangan kawasan ini nantinya jelas Shana akan dibagi dalam 4 zona meliputi zona cultural district, adventure district, wildlife district, dan leisure district.
“Semua pembangunan ini tentunya mengedepankan prinsip keberlanjutan lingkungan dan menjadi komitmen BPOLBF dalam mengembangkan kawasan pariwisata berkualitas di hutan Bowosie. BPOLBF telah berkoordinasi dengan para ahli untuk bisa memanfaatkan dan juga menjalankan Perpres ini dengan prinsip pembangunan berkelanjutan sehingga kelestarian lingkungan terjaga dan dampaknya bisa dirasakan warga lokal. Di banyak wilayah Indonesia, pariwisata terbukti bisa melestarikan alam dan budaya, sekaligus meningkatkan perekonomian,” ujar Shana Fatina.
Direktur Destinasi BPOLBF Konstant Mardinandus Nandus menambahkan pengembangan kawasan otorita ini dilakukan sesuai dengan hasil studi hidrogeologi terpadu dan analisis dampak lingkungan yang menjamin kelestarian mata air yang ada di kawasan tetap terjaga dan tidak mengganggu suplai untuk warga setempat.
Pengembangan pariwisata kawasan Hutan Bowosie, lanjut Konstant, masuk dalam prinsip keberlanjutan lingkungan hidup, sebab itu rencana pembangunan ditetapkan koefisien dasar bangunan dan luas area terbangun sangat rendah di setiap zona, guna tetap mendukung fungsi ekologi kawasan hutan tersebut.
“Adapun rincian persentase pengembangannya adalah sebagai berikut, zona budaya 6,51% dari 26 hektar dan 22,23% dari 88,73 hektar. Zona santai 5,13% dari 20,49 hektar dan 10,60% dari 42,32 hektar. Zona alam 22,36% dari 89,25 hektar. Zona petualangan 33,17% dari 132,43 hektar,” papar Konstant Mardinandus.
Konstant menjelaskan, rencana pembangunan kawasan ini akan dimulai pada bulan Maret 2022, dan akan dilanjutkan pembangunan dan penataan sarana prasarana pariwisata.
“Pembangunan tersebut ditargetkan akan selesai pada tahun 2024. Penyerapan tenaga kerja dipastikan akan dimulai sejak awal pembangunan dikerjakan,” ujarnya.
Dimulainya pengembangan ini mendapatkan respon positif dari masyarakat desa penyangga. Kepala Desa Golo Bilas, Paulus Burung menyampaikan masyarakat sekitar kawasan Hutan Bowosie sangat mendukung pembangunan kawasan wisata ini. Dampak pengembangan ini pun diharapkan mampu membuka lapangan kerja serta meningkatkan taraf hidup masyarakat desa penyangga. Selain itu, Ia juga menginginkan pembangunan pariwisata di Labuan Bajo bisa dinikmati semua lapisan masyarakat, termasuk masyarakat desa.
“Kami masyarakat desa menginginkan pariwisata bisa berimbas ke desa, tidak hanya datang ke Labuan Bajo, sewa kapal kunjungi hewan Komodo dan balik pulang. Ada lama tinggal di Labuan Bajo, berinteraksi dengan kami dan terjadi perputaran ekonomi di sini. Hasil pertanian maupun peternakan kami bisa terserap,” ujar Paulus berharap.
Terkait pengembangan ini, BPOLBF telah menyelesaikan proses Amdal dan telah mendapatkan izin lingkungan hidup dari Pemkab Manggarai Barat Nomor DPMPTSP.503.660/018/VII/2021 Tanggal 29 Juni 2021. Selain itu Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 6 Tahun 2012 dan Materi Teknis Revisi RTRW Kabupaten Manggarai Barat juga telah menetapkan kawasan hutan Nggorang Bowosie seluas 400 Ha yang merupakan wilayah pengembangan BPOLBF sebagai kawasan hutan produksi/ kawasan pariwisata bukan sebagai kawasan lindung. (334)