JAKARTA | patrolipost.com – Jamuan makan siang dari Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna kepada Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo menjadi sorotan. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni menilai tidak ada aturan yang mengatur soal pemberian makanan kepada tersangka.
“Setau saya nggak ada aturannya kalau tersangka nggak boleh disajikan makanan tertentu atau Kajari tidak boleh menyajikan makan ke tersangka,” kata Sahroni kepada wartawan, Senin (19/10/2020).
Namun, Sahroni menegaskan bahwa semua tersangka harus mendapat perlakukan yang sama saat menjalankan proses hukum. Menurutnya, di luar aturan yang berlaku, tetap ada etika yang terganggu di masyarakat akibat kejadian itu.
“Namun di luar aturan, ada etika dan keadilan yang terganggu. Seharusnya semua tersangka mendapat perlakukan yang sama saat menjalankan proses,” ujarnya.
Politikus Partai NasDem ini menilai para tersangka dapat menunggu di ruangan dan makan bersama para tersangka kasus lain. Ia mengimbau Kajari Jaksel dapat lebih sensitif.
“Menunggu di ruangan dan makan makanan yang sama dengan tersangka kasus lain. Harusnya Kajari lebih sensitif terhadap hal seperti ini,” ucap Sahroni.
Lebih lanjut, Sahroni meminta semua pihak dapat mengawasi proses hukum yang berlangsung ke depannya. Ia pun mendorong agar Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan yang terbaik bagi Korps Adhyaksa.
“Namun apakah perlakuan ini akan mempengaruhi ke tuntutan dan proses hukum selanjutnya? Nah itu yang harus kita awasi bersama sama,” kata Sahroni.
“Saya mendorong Jaksa Agung untuk lakukan yang terbaik buat Korps Adhyaksa-nya,” imbuhnya
Sebelumnya diberitakan, isu mengenai para tersangka kasus Djoko Tjandradiberi jamuan makan siang oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna ramai diperbincangkan. Anang mengklarifikasi soal jamuan makan siang itu.
“Jadi begini, itu kan para terdakwa semua, baik JPU dari pukul 09.00 WIB pagi sampai 14.00 WIB siang kan. Kami selaku tuan rumah itu biasa, standar, menyiapkan makan siang,” kata Anang saat dimintai konfirmasi, Minggu (18/10)
Anang menerangkan pemberian makan siang itu tidak dikhususkan untuk para tersangka. Menurutnya, pemberian makan itu salah satunya atas pertimbangan keamanan. Bahkan, menurutnya, tim jaksa juga diberi makan siang. Adapun makanan yang disajikan, yakni nasi soto.
“Tidak hanya para terdakwa, tetapi juga ada pengacara. Faktor keamanan juga, supaya nggak ke sana-ke mari,” terangnya.
Pemberian makan siang itu terjadi pada Jumat (16/10) saat proses pelimpahan berkas dan tersangka kasus penghapusan status red notice Djoko Tjandra. Anang mengaku tak menyangka proses pelimpahan tersebut berjalan alot.
Awalnya, informasi mengenai jamuan makan siang ini disampaikan oleh kuasa hukum Brigjen Prasetijo Utomo, Petrus Bala Pattyona di akun Facebook-nya. Petrus juga menggunggah foto bersama para tersangka.
Namun, Petrus membantah adanya perlakuan khusus kepada kliennya. Menurutnya, pemberian makan itu biasa dilakukan tuan rumah kepada tamunya.
“Ada yang komen seolah-olah kasus ini istimewa dan mendapat perlakuan khusus, sehingga perlu saya luruskan bahwa makan siang yang disediakan karena memang sudah jam makan, ada yang menjalankan ibadah salat dan makan siang seperti ini. Biasanya, bila advokat mendampingi klien, baik di kepolisian, kejaksaan atau KPK, apabila sudah jam makan, pasti tuan rumah menawarkan makan untuk tamunya,” papar Pertrus dalam Facebook-nya.
Kejagung Angkat Bicara, Begini Katanya
Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat bicara perihal jamuan makan siang yang disuguhkan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna kepada tersangka kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo. Kejagung menyebut hal itu bukan didefinisikan sebagai ‘jamuan’.
“Itu bukan jamuan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono melalui pesan singkat, Senin (19/10/2020).
Hari mengatakan pelaksanaan tahap II itu bertepatan dengan jam makan siang. Hari menyebut dalam perkara pidana khusus ataupun pidana umum, pemberian makan siang sudah selayaknya dilakukan, namun sesuai situasi dan kondisi.
“Dalam proses pelaksanaan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) baik itu perkara pidana umum maupun pidana khusus, jika sudah jadwalnya makan siang, maka kami akan memberikan makan siang kepada tersangka, kadang pengacara hukum dan penyidik juga diberikan makan siang sesuai situasi kondisi,” jelas Hari.
Hari mengatakan makanan berupa nasi kotak memang sering kali menjadi pilihan untuk dipesan. Namun jika tidak memungkinkan, bisa juga memesan di mana saja asal sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
“Jika memungkinkan pesan nasi kotak atau bungkus maka akan dipesankan, namun jika tidak memungkinkan maka akan memesan ke kantin yang ada di kantor sesuai menu yang ada sesuai SOP sedangkan apabila tersangka, pengacara hukum/penyidik menambah menu sendiri maka itu hak mereka,” kata Hari. (305/dtc)