DENPASAR | patrolipost.com – Banyak desa di Bali yang memiliki potensi besar mendapatkan kunjungan wisatawan. Dengan demikian, masyarakat di wilayah desa itu berada dapat meningkatkan penghasilan dari adanya kunjungan wisatawan.
Namun demikian, kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa, tidak semua desa, sekalipun punya potensi bagus, dapat dijadikan sebagai desa wisata. Ada beberapa hal yang mendasari sebuah desa menyandang status sebagai Desa Wisata.
“Tidak semua desa bisa jadi Desa Wisata, harus kita asesmen, ada standar yang harus diikuti,” kata Putu Astawa di Denpasar, Minggu (9/5/2021).
Standar yang dimaksud meliputi, pengelolaan yang dilakukan, produk yang ditawarkan untuk wisatawan maupun standar pelayanan yang dilakukan oleh pengelola Desa Wisata itu.
Selain dibentuk sebagai destinasi wisata, Desa Wisata sendiri bertujuan untuk konservasi alam sesuai atraksi yang akan ditampilkan. Ia mencontohkan Desa Wisata Penglipuran, di situ terdapat hutan bambu yang lestari dan terjaga sampai sekarang.
Desa Wisata menampilkan keaslian yang otentik dari kearifan lokal di suatu wilayah. Sehingga, keunikan yang tidak ada di tempat lain, dapat ditemui di sebuah Desa Wisata.
“Pengembangan akan selalu ada. Hanya saja, untuk desa yang telah siap dan memiliki authenticness atau keunikan itu tadi,” kata Putu Astawa.
Sementara, Bali berencana membuka kembali pariwisata secara terbatas pada Juni/Juli di 3 zona hijau yakni, Ubud, Sanur dan Nusa Dua. Berbagai kesiapan telah dilakukan untuk open border itu. Di Bali sendiri, Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata Provinsi Bali membangun kepercayaan masyarakat luar dengan melakukan sertifikasi CHSE kepada hotel maupun akomodasi pariwisata lainnya.
“Itu saja yang bisa kita lakukan. Memprotek dengan penerapan Protokol Kesehatan, para pekerja pariwisata sehingga trust akan terbangun. Selebihnya itu domain pemerintah pusat,” jelasnya. (pp03)