SINGARAJA | patrolipost.com -Tidak ada yang menyangka warung kopi di sepanjang jalan Raya Singaraja-Gilimanuk, tepatnya kawasan Desa Anturan, Kecamatan Buleleng, menyediakan layanan esek-esek. Sepintas tak terlihat jika warung itu menyediakan layanan plus-plus untuk pria hidung belang karena buka siang hari.
Namun fakta di lapangan, warung kopi hanya kedok. Bisnis yang sebenarnya adalah layanan seks short time dengan tarif Rp 100 ribu sekali main. Biasanya, tamu pria terutama sopir truk mampir bukan untuk ngopi melainkan berharap layanan tambahan berupa layanan seks. Tarifnya bersahabat, hanya Rp 100 ribu untuk sekali kencan.
Hasil penelusuran patrolipost.com, Jumat (2/8) didapat fakta bahwa praktik asusila itu dilakukan secara terang-terangan. Memasuki salah satu warung kopi yang berada dekat gapura masuk kawasan Pantai Lovina di Desa Anturan, tamu langsung ditawari layanan plus-plus.
Warung ini tidak buka di malam hari. Aktivitas justru dimulai pukul 10.00 hingga 18.00 Wita, lengkap dengan penjaja seksnya. Tarif yang ditawarkan tidak mahal, bahkan terbilang cukup murah. Hanya dengan uang Rp 100 ribu pengunjung langsung bisa ‘ngamar’ di belakang warung kopi yang hanya berdinding gorden.
“Gorden warung ditutup, bisa main dah Mas,” ujar salah satu pekerja seks saat menawarkan dirinya kepada patrolipost.com yang berkunjung.
Saat dikorek lebih jauh, dia mengaku warung kopi hanya sebagai kedok untuk menutupi praktik prostitusi sebenarnya. Dengan terlihat sebagai warung kopi, maka petugas tidak curiga dan dapat dikelabui.
“Saat ada razia akan sulit diketahui aparat,” imbuh perempuan berumur 30-an tahun ini.
Menurutnya, dengan buka warung di pagi hingga sore saja dimaksudkan untuk menghindari pantauan petugas. Terlebih belakangan kerap Sat Pol PP dan Polisi melakukan razia. “Buka pagi hari adalah pilihan paling pas untuk menghindari petugas,” ulangnya.
Praktik warung kopi plus-plus tersebut telah berlangsung selama 2 tahun. Ironisnya, hampir selalu luput dari razia aparat padahal beberapa kali pernah dirazia, namun gagal mengendus bisnis lendir tersebut.
Siasat untuk menghindari razia petugas, transaksi sering dilakukan dengan sistem booking langsung saat pelanggan mampir ke warung kopi.
“Jika deal, kami akan panggil pekerja seks yang stand by di tempat kos dekat sini,” tandasnya.
Sementara itu Camat Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara mengaku tidak mengetahui adanya praktik esek-esek berkedok warung kopi di wilayahnya. “Saya malah belum tahu ada info sperti itu. Nanti akan saya cek,” ucapnya singkat. (war)