DENPASAR | patrolipost.com – Banyak ODHIV (orang dengan HIV) di Bali yang mengkhawatirkan ketersediaan obat ARV (Anti Retroviral) menipis di setiap layanan terbatas. Pemangku kepentingan mendesak Pemerintah Pusat agar segera mencarikan solusi dan segera mengirim ARV ke Bali.
Desakan itu mengemuka dalam diskusi yang diadakan Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba), Senin (9/3/2020) di Kubu Kopi, Denpasar. Diskusi diadakan guna menjembatani suara komunitas dan mendorong Kementerian Kesehatan untuk segera mengeksekusi pengadaan ARV.
Ketua Yayasan Kesehatan Bali, I Made Adi Mantara menerangkan sudah memprediksi dari tahun 2019, menipisnya ARV dikarenakan pengadaan ARV dengan (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah tidak berjalan sehingga pengadaan ARV gagal.
“Dari sana kami sudah was-was (khawatir) pengadaan ARV hanya bersandar dari dukungan internasional dan ternyata benar di tahun 2019 kemarin sampai Desember itu dilakukan oleh dukungan international. Sayangnya, di tahun 2020 hingga bulan ini tidak ada kejelasan terkait pengadaa ARV,” kata I Made Adi Mantara.
I Made Adi Mantara menjelaskan sistem Baper (barang persediaan) yang harusnya ada di provinsi 1 tahun, di kabupaten 6 bulan, di layanan 3 bulan secara menyeluruh tidak dapat berjalan karena keterbatasan distribusi dari Jakarta.
Di Bali sendiri, ada 8.000-an orang yang membutuhkan ARV dengan tingkatan usia dari 25 sampai 35 tahun. Sedangkan, obat ARV di Bali tersedia stok untuk kurang lebih 2 bulan ke depan.
“Itupun tidak semua jenis ARV yang dibutuhkan ada, beberapa yang masih kosong,” terangnya.
Adi Mantara menyebutkan jika ARV tidak diminum secara teratur dan tepat waktu maka akan mengakibatkan resistensi terhadap virus HIV sehingga menyebabkan kegagalan terapi ARV.
“Kegagalan terapi ARV tersebut mengakibatkan penurunan kesehatan terhadap ODHIV bahkan bisa mengakibatkan kematian karena infeksi opportunistik yang biasa dihadapi ODHIV karena tidak mengkonsumsi ARV,” imbuhnya.
ARV yang disubsidi oleh pemerintah melalui Kementrian Kesehatan saat ini dirasakan ketersediaannya mulai menipis di setiap layanan kesehatan.
“Dinas Kesehatan Provinsi Bali adalah penghubung kami untuk menyampaikan suara kami terutama pada puncak kebijakan pusat yaitu Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,” tuturnya.
Selain itu, mengkonsumsi ARV setiap hari secara teratur dan tepat waktu adalah nyawa bagi orang terinfeksi HIV. Semua layanan pengadaan ARV terbatas, dikarenakan pusatnya dari Kemenkes.
Sementara, Pengelola media KPPA Juny Ambara menegaskan pemerintah provinsi Bali khususnya Dinas Kesehatan sudah mengorder ARV dari tahun 2019 lalu, di lembaga resmi sudah sesuai prosedurnya.
“Kita sudah menjalankan itu. Jadi protapnya kita di dinas saya kira sudah selesai, sudah beres gitu, sudah ngorder dari sebelumnya. Tinggal pusat, kapan dia mau eksekusi turun,” tegasnya.
Juny Ambara menjelaskan dari pihaknya sudah mengkoordinasikan lebih lanjut.
“Adanya informasi gagal trainer dan lain sebagainya gitu kan yang jelas itu masing- masing sudah punya tugas sebagai lembaga di bawah cuma mediasi dana,” jelasnya.
Sedangkan untuk saat ini ia mengungkapkan beberapa ARV sudah datang, meski beberapa stok sudah menipis, namun diharapkan untuk ke depannya mencukupi. (cr02)