JAKARTA | patrolipost.com – Pemilik PT Darmex Group/ Duta Palma, Surya Darmadi didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640 atau Rp 4 triliun dan USD 7.885.857,36 serta perekonomian negara sebesar Rp 73.920.690.300.000 atau Rp 73 triliun. Surya Darmadi diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) bersama-sama dengan mantan Bupati Indragiri Hulu Thamsir Rachman.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan Raja Thamsir Rachman secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (8/9).
Jaksa menyebut Surya Darmadi telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 7.593.068.204.327 atau Rp 7 triliun dan USD 7.885.857,36. Hal ini berdampak merugikan keuangan negara. Kerugian keuangan negara tersebut diperoleh berdasarkan Laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03/SR/657/D5/01/2022 tanggal 25 Agustus 2022.
Sedangkan, perekonomian negara berdasarkan Laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) tertanggal 24 Agustus 2022.
Jaksa mengatakan, terdakwa melakukan usaha perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan menggunakan izin lokasi dan izin usaha perkebunan tanpa adanya izin prinsip dan bertentangan dengan tata guna hutan kesepakatan (TGHK) serta tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan. Surya Darmadi juga tidak melaksanakan kewajiban membangun kebun untuk masyarakat paling rendah seluas 20 persen dari total areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
Jaksa juga menyebut Surya Darmadi melaksanakan kegiatan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan yang mengakibatkan rusaknya kawasan hutan dan perubahan fungsi hutan. Bos PT Duta Palma Group itu juga melaksanakan kegiatan usaha perkebunan dan pengolahan kelapa sawit dalam kawasan hutan menggunakan izin lokasi yang peruntukannya untuk survei lokasi dan sosialisasi.
Perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi yakni, PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Seberida Subur, dan PT Panca Agro Lestari telah diberikan izin lokasi perkebunan kelapa sawit oleh Raja Thamsir tetapi tidak memiliki izin prinsip.
Sejumlah perusahaan dimaksud juga telah diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit oleh Raja Thamsir meskipun tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).
Perusahaan milik Surya Darmadi tersebut melaksanakan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan. Ketiadaan izin pelepasan kawasan hutan meski telah memperoleh IUP membuat negara tidak memperoleh haknya berupa pendapatan dari pembayaran Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan sewa penggunaan kawasan hutan.
Surya Darmadi selaku pemilik sejumlah perusahaan tersebut disinyalir dengan tanpa hak telah melaksanakan usaha perkebunan dalam kawasan hutan yang mengakibatkan kawasan hutan rusak dan perubahan fungsi hutan.
“Terdakwa selaku pemilik PT Banyu Bening Utama tanpa dilengkapi Izin Usaha Perkebunan Budi Daya (IUP-B) dan Izin Usaha Perkebunan Pengolahan (IUP-P) melaksanakan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit seluas 1.551 hektare dan mendirikan pabrik pengolahan kelapa sawit seluas sembilan hektare,” ucap jaksa.
Jaksa menyebut perbuatan Surya Darmadi juga menimbulkan konflik sosial dalam masyarakat. Hal itu karena Surya Darmadi tidak mengikutsertakan petani perkebunan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 357/Kpts/HK.350/5/2022 serta tidak membangun kebun untuk masyarakat paling sedikit seluas 20 persen dari total luas area kebun yang diusahakan oleh perusahaan sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 26/Permentan/OT.140/02/2007.
“Sehingga menimbulkan gejolak (konflik sosial) dalam masyarakat,” pungkas Jaksa.
Surya didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Kemudian Pasal 3 ayat 1 huruf c UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Dia juga didakwa dengan pasal pencucian uang dengan Pasal 3 Ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. (305/jpc)