DENPASAR | patrolipost.com – Wakil Ketua IV Pimpinan Pusat Muslimat NU, Hj Aniroh Slamet Yusuf mengatakan, selama ini terjadi salah persepsi di masyarakat terkait penggunaan Susu Kental Manis (SKM). Susu kental manis tidak untuk dikonsumsi sebagai minuman, apalagi untuk anak karena sejatinya susu kental manis adalah toping atau pirasa makanan.
“Konsumsi SKM yang salah telah menimbulkan korban gizi buruk di Batam dan Kendari,” ungkapnya saat PP Muslimat bekerjasama dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia (YAICI) menggelar edukasi gizi buruk dalam rangka Hari Kesehatan ke 55 2019 di Denpasar, Sabtu (7/12).
Senada dengan Aniroh, Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, SE MM mengatakan, pembangunan persepsi yang salah ini telah berlangsung berpuluh-puluh tahun, sehingga masyarakat masih terus mengkonsumsi SKM sebagai minuman pengganti susu pada balita. Sehingga ia mengimbau pemerintah, terutama Badan Pengolahan Obat dan Makanan (BPOM) untuk menegakkan aturan terkait produk SKM dan cara produsen beriklan di media.
“Kami mengimbau pemerintah untuk melarang pemberian SKM bagi anak di bawah tiga tahun, bukan bayi di bawah 12 bulan seperti sekarang ini. Karena anak di bawah tiga tahun rentan terhadap konsumsi gula berlebih sebagaimana yang selama ini direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Indonesia,” ujar Arif.
“Kami juga mendesak pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap penerapan peraturan Kepala BPOM Nomor 31 Tahun 2018, agar produsen tidak mengiklankan SKM sebagai minuman berenergi yang dapat dikonsumsi secara tunggal. SKM tidak boleh dikonsumsi sebagai minuman yang diseduh dengan air seperti yang selama ini terus berlangsung,” sambungnya.
Terkait persepsi masyarakat terhadap susu kental manis, YAICI pada tahun 2018 dan 2019 telah melakukan penelitian di 12 Kabupaten dan Kota di 6 Provinsi, yaitu Kepulauan Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Aceh, Sulawesi Utara dan Kalimantan Tengah. Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah tingginya persentasi responden yang menganggap bahwa SKM adalah susu yang bisa dikonsumsi oleh Balita mereka.
Selain itu, penelitian 2018 menemukan 4 kasus gizi buruk pada anak rentang usia 0 – 23 bulan yang disebabkan oleh konsumsi susu kental manis sejak bayi, yaitu di Batam, Kendari dan Sulawesi Selatan. Bahkan, satu orang diantaranya meninggal dunia pada usia 10 bulan. Diketahui, orangtua memberikan susu kental manis untuk anak karena beranggapan produk tersebut adalah susu yang dapat memenuhi gizi anak. Harga yang ekonomis dan kemasan iklan yang menampilkan susu kental manis sebagai minuman. Iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap anak.
Sebanyak 37% responden beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu, bukan topping, dan 73% responden mengetahui informasi susu kental manis sebagai susu dari iklan televisi. Betapa televisi menjadi konsumsi harian masyarakat berpengaruh terhadap pembentukan persepsi. Iklan sebagai promosi produk yang ditayangkan berulang yang akhirnya akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap produk yang diiklankan.
“Salah satu contohnya adalah susu kental manis, selama ini diiklankan sebagai susu, maka hingga hari ini masih ada masyarakat yang mengkonsumsi susu kental manis sebagai susu, meskipun BPOM telah melarang,” jelas Arif Hidayat.
Arif menjelaskan pengaturan tentang iklan susu kental manis semula telah diatur melalui Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 yang tentang “Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) yang dikeluarkan pada 22 Mei 2018. Pada dasarnya, pasal-pasal dalam surat edaran tersebut telah mengatur dengan jelas tentang iklan susu kental manis agar tidak lagi mengakibatkan kesalahan persepsi pada masyarakat.
“Kami concern pada point no 3 yang berbunyi ‘dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/ atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman’. Point ini cukup jelas dan tegas menyebutkan bahwa susu kental manis tidak boleh disajikan dalam bentuk minuman,” jelas pria asal NTT.
Ahli muda pengawas farmasi dan makanan BPOM, Budiastuti Arieswati, SSi Apt, Mkes mengatakan, aturan tentang susu kental manis ini telah diatur dalam Perka BPOM No 31/2018 tentang label pangan olahan. “Jadi, ibu – ibu harus teliti, SKM tidak boleh dikonsumsi untuk bayi dan tidak untuk diminum,” jelasnya.
Sementara Ketua Pengurus Wilayah Muslimat Provinsi Bali, Dra Hj Ani Haniah, MA mengatakan, agama Islam telah mengajarkan bagaimana orangtua memberikan makanan bagi anak-anaknya karena itu akan membentuk karakter. Selain halal, kita juga perlu melihat apakah makanan yang kita konsumsi juga harus baik.
“Susu kental manis kandungan gulanya sangat tinggi, jadi tidak sehat. Tantangan kita sekarang adalah bagaimana kita mengubah pola kebiasaan konsumsi kita selama ini,” imbuhnya. (007)