DENPASAR | patrolipost.com – Mendekati Idul Fitri 1440 H, Satgas Waspada Investasi (SWI) me-monitoring perusahaan investasi ilegal penyedia pinjaman dana. SWI mengimbau masyarakat berhati-hati terhadap tawaran pinjaman dari perusahaan fintech (financial technology).
Hal itu dikatakan Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L Tobing, didampingi Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali Nusra, Elyanus Pongsoda, Kamis (16/05/2019). “Masyarakat harus bisa menahan diri. Jangan berlaku konsumtif. Apalagi menggunakan dana pinjaman
fintech ilegal,” ujarnya.
Dikatakan Tongam, SWI tidak melihat sesuatu yang baik dari keberadaan perusahaan fintech ilegal ini. Terutama jika nasabah tidak mampu membayar cicilan. Biasanya mereka akan melakukan penagihan tanpa etika, menggunakan intimidasi, pelecehan, mempermalukan dan perbuatan tak menyenangkan lainnya.
“Untuk itu mari kita bersama-sama berantas fintech ilegal. Salah satu caranya dengan meminjam dari perusahan fintech legal dan terdaftar di OJK,” ajaknya. Demikian pula, fintech yang menghimpun investasi dari masyarakat. SWI mencatat, 10 tahun terakhir, kerugian masyarakat mencapai Rp 88,8 triliun.
Jika dilihat perkembangan usaha fintech dari tahun ke tahun, pada tahun 2017 ada 80 entitas peer to peer lending yang dihentikan operasionalnya oleh SWI akibat menjalankan usaha ilegal. Di tahun 2018 ada 108 dan tahun 2019 ada 120. Jumlahnya terus meningkat setiap tahun seiring kemajuan teknologi atau IT.
“Kita perlu melakukan literasi berkesinambungan agar semakin banyak masyarakat terhindar dari kerugian investasi ilegal ini,” sebut Tongam. Di sisi lain, ia melihat perkembangan yang menarik dari peer to peer lending. Saat ini, jumlah yang telah terdaftar di OJK aada 113, lima di antaranya telah berizin.
Jumlah tersebut masih jauh di bawah angka peer to peer lending yang sudah diblokir SWI. “Mudahnya membuat platform aplikasi jadi salah satu penyebab berkembangnya fintech ilegal, khususnya peer to peer lending,” katanya. Tongam mengakui, memang dilematis untuk menegakkan aturan terkait fintech.
Di satu sisi karena berbenturan dengan kebutuhan masyarakat. Karena itu, dia memberikan tips agar masyarakat tidak terjebak dalam penawaran investasi ilegal. Yaitu mengecek keabsahan fintech bersangkutan. Apakah perusahaan itu sudah terdaftar di OJK. Dia juga meminta masyarakat paham risikonya.
Artinya, jika meminjam di perusahaan
fintech peer to peer lending, masyarakat harus siap mengembalikan beserta bunga dan denda jika terlambat. “Pinjamlah sesuai kebutuhan dan kemampuan bayar. Jangan kemudian tidak mau membayar sehingga kemudian tagihan jadi menumpuk,” kata Tongam, mengingatkan.
Lebih lanjut, dia memaparkan, hingga saat ini ada 946 fintech ilegal yang ditutup SWI bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Dan tahun ini tidak ada kasus investasi bodong yang dilaporkan ke OJK Bali Nusra, meski secara nasional masih sangat marak. Karena itu dia minta tetap waspada. (arw)