GAZA | patrolipost.com – Tank-tank Israel melancarkan serangan baru ke kota utama Gaza bagian Selatan, pada Jumat (19/1/2024). Sasaran tentara zionis merupakan tempat perlindungan bagi ratusan ribu warga Palestina yang diusir ke sana akibat pemboman, dan lagi-lagi militer Israel menyasar rumah sakit terbesar yang masih berfungsi di daerah kantong tersebut.
Orang-orang di dalam Rumah Sakit Nasser Khan Younis, yang terpaksa menampung warga Gaza yang telantar serta pasien, melaporkan mendengar tembakan dari tank yang bergerak ke Barat kota, sementara penduduk juga melaporkan baku tembak sengit di Selatan.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan 142 warga Palestina tewas dan 278 luka-luka dalam 24 jam sebelumnya. Sedangkan para pejabat Israel menuduh pejuang Hamas beroperasi dari Rumah Sakit Nasser, namun staf Rumah Sakit menyangkalnya.
Pengeboman dan invasi darat Israel yang dilancarkan sebagai respons terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap kota-kota dan desa-desa di sekitar Gaza telah mengosongkan dua pertiga bagian utara jalur pantai sepanjang 46 km (29 mil).
Menurut PBB, sekitar 85% dari 2,3 juta penduduk terpaksa mencari perlindungan di wilayah Selatan, wilayah yang kini menjadi fokus serangan Israel untuk memberantas gerakan Hamas yang menguasai Gaza.
Kemampuan masyarakat untuk memantau ancaman terbaru, melaporkan serangan atau memeriksa kerabat serta berfungsinya layanan penyelamatan –telah dibatasi oleh pemadaman telekomunikasi yang hampir total yang kini memasuki hari ke delapan, pemadaman terlama sejak awal tahun 2024.
Dua belas orang tewas dalam serangan Israel terhadap sebuah bangunan tempat tinggal dekat Rumah Sakit Al-Shifa yang sebagian besar tidak berfungsi di Kota Gaza di Utara wilayah kantong tersebut, kata pejabat kesehatan Palestina.
Pasukan Israel telah melakukan penarikan terbatas dari Gaza Utara bulan ini, dan mengatakan bahwa sebagian besar operasi di sana telah selesai.
Namun warga Palestina di Tel Al-Hawa, pinggiran Selatan Kota Gaza mengatakan tank-tank Israel kembali menyerang wilayah tersebut, memaksa orang-orang yang berlindung di beberapa sekolah di sana untuk mengungsi dan menuju ke Selatan.
Kelompok militan Jihad Islam mengatakan mereka telah bertempur dengan pasukan Israel di kamp pengungsi Al-Bureij dan Al-Maghazi di Gaza tengah dan di Khan Younis. Sementara sayap bersenjata Hamas mengatakan para pejuangnya telah bentrok dengan pasukan Israel di beberapa wilayah di Gaza pada malam dan Jumat pagi.
Lalu, Militer Israel mengatakan pihaknya melanjutkan operasi di Gaza Tengah dan Utara, menyita senjata dan membunuh “beberapa teroris bersenjata”.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Kamis bahwa pasukan Israel telah menghancurkan “16 atau 17” dari 24 resimen tempur terorganisir Hamas, namun membersihkan wilayah militan akan memakan waktu “berbulan-bulan lagi”.
Netanyahu Menentang Kedaulatan Palestina
Netanyahu juga menyatakan kembali penolakannya terhadap pembentukan negara Palestina merdeka yang sekutu utama Israel, Amerika Serikat, dan banyak negara lain di Timur Tengah menganjurkan sebagai satu-satunya solusi jangka panjang yang layak untuk konflik tersebut.
“Israel harus memiliki kendali keamanan atas seluruh wilayah di sebelah Barat Sungai Yordan. Itu adalah kondisi yang diperlukan,” kata Netanyahu dalam sebuah pengarahan di Tel Aviv.
“Ini bertentangan dengan prinsip kedaulatan, tapi apa yang bisa Anda lakukan?” tambahnya.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller menanggapi dalam jumpa pers bahwa pembentukan negara Palestina adalah satu-satunya cara untuk memberikan keamanan jangka panjang kepada Israel bersamaan dengan rekonstruksi, pemerintahan, dan keamanan di Gaza.
Washington belum banyak berhasil dalam membujuk Israel untuk meringankan penderitaan penduduk sipil yang semakin putus asa. Sejak bulan Oktober 2023, mereka kehilangan sebagian besar pasokan kemanusiaan reguler yang menjadi andalan mereka. Apalagi perawatan medis yang memadai bagi lebih dari 62.000 orang yang terkena terluka dan hampir 25.000 orang tewas.
Seorang dokter terpaksa sebulan yang lalu untuk mengamputasi kaki keponakannya yang berusia 18 tahun, A’Hed, di bawah lutut, tanpa obat bius, dan hanya menggunakan gunting, kain kasa, dan benang jahit, setelah kota tersebut terkena tembakan tank Israel.
Rumah tersebut hanya berjarak 1,1 mil (1,8 km) dari rumah sakit Al-Shifa, biasanya enam menit berkendara atau 25 menit berjalan kaki. Namun Hani Bseiso mengatakan tembakan Israel yang hebat membuatnya terlalu berbahaya untuk mencoba sampai ke sana.
“Bolehkah saya membawanya ke rumah sakit? Tentu saja tidak,” kata Bseiso kepada Reuters dalam sebuah wawancara, menggambarkan daerah tersebut “dikepung”.
“Tank-tank itu berada di pintu masuk rumah. Pilihannya adalah aku membiarkan gadis itu mati atau aku berusaha sekuat tenaga,” katanya.
Ketika dimintai komentar, militer Israel tidak secara spesifik menanggapi pertanyaan tentang insiden di rumah A’Hed Bseiso, namun lagi-lagi mengatakan Hamas menggunakan kompleks rumah sakit sebagai perlindungan, kendatipun hal itu tidak bisa dibuktikan.
Israel seolah menutup mata terhadap fakta yang dirilis Badan Anak-anak PBB (UNICEF) bahwa lebih dari 1.000 anak di Gaza telah menjalani amputasi kaki pada akhir November, di tengah buruknya situasi kekurangan obat-obatan. (pp04)