RUTENG | patrolipost.com – Di tengah gencarnya aksi protes kenaikan tarif masuk TNK di Labuan Bajo, Festival Kopi Manggarai (FKM) digelar di Ruteng, Kabupaten Manggarai, Senin (1/8/2022). Tujuan pelaksanaan FKM adalah menarik minat wisatawan untuk datang ke Manggarai Raya dengan mengandalkan potensi lokal yang ada.
Festival yang direncanakan berlangsung beberapa hari ke depan dibuka dengan menumbuk kopi bersama yang dilakukan Ketua Dekranasda Provinsi NTT, Julie Laiskodat yang mewakili Gubernur NTT yang juga anggota DPR RI, Deputi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Vinsen Jemadu, Bupati Matim, Andreas Agas bersama istri, Bupati Manggarai Hery Nabit bersama istri, Wabup Mabar Yulianus Weng bersama istri, Direktur BPOLF Sania Fatina, Ketua Panitia Bony Oldam Romas, dan berapa tokoh lain.
Deputi Kemeparekraf Vinsen Jemadu menjelaskan, kegiatan seperti ini sangat bagus dalam membangun citra dan membangkitkan gairah usaha ekonomi kreatif. Dalam momen ini seperti ini juga ada pameran produk.
“Maka kita harus jadi Rojali (rombongan jadi beli), dan Rogawa (rombongan ngga nawar-nawar) dan jangan jadi Rohali (rombongan hanya lihat-lihat),” ujar Vinsen.
Dikatakan Vinsen, FKM yang digelar tersebut merupakan festival besar pertama di daerah ini. Tetapi, dukungan dari Kementerian belum maksimal seperti diharapkan. Tahun depan, dipastikan akan lebih besar yang penting diadakan secara reguler dan harus masuk dalam kalender Nusantara.
Sementara itu Julie Laiskodat menjelaskan, produk kopi dari Flores, kopi Ngada, dan kopi Manggarai dijadikan bahan baku untuk produk kopi di luar negeri. Hal itu diketahui Julie saat berada di luar negeri.
“Yang aneh adalah kopi itu made in negara lain, bukan dari Indonesia. Saya tahu itu setelah mendatangi produk kopi komersial yang terkenal di luar negeri itu,” imbuhnya.
Menurutnya, dari fakta ini menunjukkan bahwa kopi dari NTT ini luar biasa. Potensinya sangat besar dan berkualitas tinggi. Jadi sangat disayangkan karena daerah penghasil kopi terbaik tidak mempunyai olahan produk kopi sendiri.
Selanjut anggota DPR RI tersebut memaparkan kopi harus diurus dari hulu hingga hilir. Semua harus diatur dan diberi tanggung jawab mulai pemerintah daerah, pelaku usaha, dan petani sendiri. Semua harus berkolaborasi sehingga kopi NTT tidak sekadar nama.
Sedangkan Bupati Hery Nabit mengatakan, festival ini tidak dibiayai pemerintah daerah, melainkan kolaborasi para pelaku usaha dan Dekranasda. Menurutnya, kerja kolaborasi tampak nyata pada era sekarang ini. (pp04)