DENPASAR | patrolipost.com – Guna menekan peredaran rokok ilegal sebesar 3% di tahun 2020, Bea Cukai secara kontinyu melakukan penindakan rokok ilegal dan barang kena cukai ilegal lainnya di berbagai daerah dengan menggelar “Operasi Gempur”. Kali ini, Bea Cukai Bali Nusra turut menambah daftar panjang penindakan di bidang cukai sebagai bagian dari semangat untuk menggempur rokok ilegal.
Selama pelaksanaan Operasi Gempur yang berlangsung dari tanggal 6 Juli hingga awal Agustus 2020, Bea Cukai Bali-Nusra bersama-sama dengan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) di bawahnya, yang meliputi BC Denpasar, BC Mataram, BC Sumbawa, BC Kupang, BC Maumere, dan BC Atambua, melakukan penindakan khususnya di daerah yang disinyalir menjadi tempat peredaran Barang Kena Cukai (BKC) Ilegal. Diantaranya adalah wilayah Kabupaten Tabanan, Badung, Singaraja untuk wilayah Provinsi Bali, dan Belu, Sumba Barat, Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara, Sumbawa Besar, dan Manggarai Timur untuk wilayah Nusa Tenggara.
“Pada Operasi Gempur kali ini, kami berhasil melakukan penindakan terhadap 202.268 batang rokok, 88.188 gram tembakau iris, dan 10 botol liquid vape dengan berbagai merek dan ukuran, yang diduga melanggar ketentuan di bidang cukai. Nilai barang hasil penindakan tersebut mencapai Rp 231.342.740, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 91.590.034, ” ungkap Sulaiman, Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan, selaku juru bicara Kantor Wilayah DJBC Bali, NTB, dan NTT, Rabu (13/8/2020).
Ia menambahkan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran ketentuan cukai adalah barang kena cukai (dalam hal ini rokok) yang tidak dilekati pita cukai, dilekati pita cukai palsu, dilekati pita cukai yang bukan haknya, serta dilekati dengan pita cukai yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Dalam rangka mencapai target rokok ilegal sebesar 3% pada tahun 2020, selain melakukan upaya represif melalui Operasi Gempur, Bea Cukai di wilayah Bali – Nusra juga melakukan upaya persuasif, berupa pemberian edukasi terkait ketentuan cukai dan sosialisasi mengenai barang kena cukai ilegal, kepada masyarakat umum dan para pelaku usaha.
Diharapkan dengan upaya ini masyarakat menjadi lebih paham, tidak lagi mengonsumsi rokok ilegal, dan mampu berperan secara aktif untuk memberikan informasi kepada Bea Cukai, jika ditemukan adanya rokok / barang kena cukai ilegal di daerahnya.
Menurut akademisi dari Universitas Gadjah Mada, Dr Artidiatun Adji, pemberantasan rokok / BKC ilegal terbukti mampu meningkatkan penerimaan negara di bidang cukai. Hal ini dikarenakan potensi penerimaan cukai yang sebelumnya hilang karena rokok ilegal, semakin sedikit karena sebagian besar rokok kini sudah dilekati pita cukai.
Selain berdampak langsung pada penerimaan cukai yang lebih besar untuk Pemerintah Pusat, secara tidak langsung hal ini juga akan bermanfaat bagi Pemerintah Daerah. Karena sebagian penerimaan cukai yang dikumpulkan oleh Pemerintah Pusat, akan dikembalikan lagi kepada Pemerintah Daerah (earmarking) dalam bentuk Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT).
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 13/PMK.07/2020 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2020, Provinsi Bali memperoleh alokasi DBH-CHT sebesar Rp 9,215 miliar, Provinsi NTB sebesar Rp 359,966 miliar dan Provinsi NTT sebesar Rp 7,824 miliar.
“DBH-CHT ini dapat dimanfaatkan Pemerintah Daerah untuk mendanai kegiatan di bidang kesehatan, untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pembangunan sarana umum dan lingkungan sosial, pembinaan industri, pemeliharaan lingkungan hidup dan peningkatan kapasitas petani tembakau. Oleh karena itu, hal ini sangat sejalan dengan slogan bahwa ‘Cukai memang untuk kita,” tutup Sulaiman. (*/cr01)