Temui Kementerian Keuangan, Bupati Mabar Keluhkan Wewenang Otonomi Daerah Dicaplok Pemerintah Pusat

pemprov ntt
Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi dalam gelaran audiensi Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena bersama Bupati/Wali Kota se-NTT dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Gedung Kemenkeu-Jakarta, Kamis (20/3/2025). (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi menyayangkan keindahan alam Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Manggarai Barat. Mirisnya, masyarakat yang hidup dalam kawasan ini justru hidup dalam keterbatasan dan tertinggal.

Hal ini disampaikan Bupati Edi berdasarkan pada kondisi kehidupan masyarakat pulau dan pesisir yang tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat, meski pendapatan untuk negara dari kawasan ini mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahunnya.

Bacaan Lainnya

Pernyataan Bupati Edi ini disampaikan dalam audiensi Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena bersama Bupati/Wali Kota se-NTT dengan Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman, di Gedung Kemenkeu-Jakarta, Kamis (20/3/2025) sore.

Bupati Edi menyoroti kondisi masyarakat dalam kawasan yang hidup dalam garis kemiskinan ditambah kondisi sarana prasarana (Sarpras) penunjang yang memperihatinkan. Sementara Pemkab Mabar tidak mendapatkan jatah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari kawasan ini yang pada tahun 2024 mencapai Rp 53 miliar.

“Dalam konteks TNK karena dia masuk dalam kategori penerimaan yang disebut dengan PNBP, tetapi masyarakat miskinnya mereka tidak urus, sekolah rusak mereka tidak urus, dermaga mereka tidak bangun, puskesmas mereka tidak bangun tetapi uang yang dipungut atas keindahan yang menjadi domain otoritas mereka itu mereka pungut, tanpa membagi sepeser pun kepada pemerintah daerah”, tutur bupati Edi.

TNK masuk dalam wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Manggarai Barat, namun Bupati Edi menyebut, Pemkab Mabar tidak ‘berdaya’ meski memiliki kewenangan yang sudah diatur dalam undang undang otonomi daerah. Bupati Edi menyebut, ketidakberdayaan Pemkab Mabar dikarenakan terdapat lembaga lainnya yang merasa memiliki otoritas lebih tinggi. Khusus untuk TNK, kewenangan besar ada pada Balai Taman Nasional Komodo.

“Dulu yang saya tau itu suatu kabupaten, baik administrasi maupun otoritasnya murni dipimpin oleh seorang Bupati. Tetapi di Manggarai Barat itu administrasinya oleh Bupati tetapi otorisasinya ada 3 komponen. Pertama Bupati, yang kedua Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), yang ketiga Badan Otoritas Pariwisata. Ada zona tertentu Bupati tidak punya kewenangan untuk mengaturnya,” kata Bupati Edi.

Menurut Bupati Edi, jika dalam pelaksanaannya PNBP itu tidak dibagikan kepada Pemerintah Manggarai Barat, masyarkat miskin yang hidup di sekitar kawasan yang menjadi otoritas BTNK harus diperhatikan dengan baik, demikian juga dengan sarana dan prasarana penunjang yang ada.

“Tentu ada batas, tetapi lagi-lagi di Taman Nasional Komodo, oke daerah tidak mendapat bagian dari PNBP tapi rakyat di situ harus diurus, fasilitas kesehatannya termasuk dermaganya rakyat miskinnya dibangun. Jangan kekayaan alamnya diurus, tapi rakyatnya itu urusan bupati,” sebut Bupati Edi.

Kawasan TNK dihuni oleh ribuan warga yang tersebar dalam 3 desa yakni, Desa Komodo, Papagarang dan Pasir Panjang (Kampung Rinca dan Kerora). Pada tahun 2024 lalu, Pemkab Manggarai Barat meresmikan pembangunan Puskesmas Komodo, sebagai salah satu Sarpras penunjang bagi masyarakat maupun wisatawan yang berkunjung dalam kawasan Taman Nasional Komodo.

Keberadaan Puskesmas Komodo ini diharapkan mampu memberikan pertolongan pertama, baik bagi masyarakat maupun wisatawan yang mendapatkan gigitan satwa komodo, maupun bagi wisatawan yang mengalami kecelakaan saat sedang berwisata.

Kekhawatiran Bupati Edi juga dialami oleh Wakil Gubernur NTT, Johny Asadoma yang melakukan kunjungan kerja di Labuan Bajo pada Jumat (21/3/2025). Johny juga mengkhawatirkan kondisi serupa. Dalam rapat koordinasi Pemprov NTT bersama Pemkab Manggarai Barat, Wakil Gubernur NTT ini menyebut minimnya kontribusi PNBP dari Taman Nasional Komodo terhadap pemerintah Provinsi NTT.

Dalam rapat ini, Pemprov NTT bersama Pemkab Mabar sepakat untuk mengusulkan skema bagi hasil PNBP yang dipungut BTNK dari Kawasan Taman Nasional Komodo kepada Kementerian Kehutanan agar pemerintah daerah bisa memperoleh manfaat dari sektor pariwisata.

“Itu tadi salah satu poin yang kita diskusikan. Kita akan perjuangkan di KLHK untuk bagaimana juga kita bisa mendapatkan profit sharing dari PNBP yang dipungut oleh TNK,” kata Johni dikutip dari detik.com.

Keterbatasan Pemkab Mabar ternyata tidak hanya pada memperoleh keuntungan dari aktivitas wisatawan dalam kawasan Taman Nasional komodo, namun juga pada sektor aktivitas pelayaran kapal wisata yang berlayar dalam Kawasan Taman Nasional Komodo.

Menurut Bupati Edi, sedianya pungutan terhadap kapal yang berlayar dalam wilayah kabupaten menjadi domain pemerintah daerah sehingga daerah dapat meningkatkan fiskalnya dari sektor tersebut. Namun kenyataannya PNBP itu menjadi urusan Kementerian Perhubungan melalui Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan atau KSOP kelas III Labuan Bajo.

“Termasuk KSOP, UPTD Kementerian Perhubungan yang seyogyanya kalo mengurus kapal yang berlayar dalam sebuah kabupaten itu menjadi urusan pemerintah daerah. Tapi yang terjadi itu diurus kementerian, ada PNBP-nya,” ujar Bupati Edi.

Disampaikan Bupati Edi hal semacam ini perlu didiskusikan dan dikonkretkan dalam rangka menjaga keseimbangan dan menjaga soliditas Pemerintah Pusat dan Daerah dan khususnya demi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan pembangunan di daerah.

Pro-Kontra Pungutan Pajak Hotel dan Restoran di Atas Air

Dalam rapat yang sama, Bupati Edi juga menyinggung terkait kewenangan melaksanakan pungutan Pajak Hotel dan Restoran di atas Air. Bupati Edi meminta penegasan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sehubungan dengan pelaksanaan Pungutan Pajak Hotel dan Restoran di atas air sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) 35 tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Manggarai Barat jadi kabupaten pertama di Nusa Tenggara Timur yang langsung menjabarkan terkait UU 1 Tahun 2022 dan PP 35 Tahun 2023. Begitu disahkan kami kabupaten pertama yang langsung buat Perbup-nya. Akan tetapi masih ada pihak yang menerjemahkan bahwa yang berperan melaksanakan fungsi hotel dan restoran di atas kapal itu bukan bagian dari objek pajak, maka dari itu sore ini kami minta diperjelas,” tegas Bupati Edi.

Dijelaskan Bupati Edi bahwa Kabupaten Manggarai Barat khususnya Labuan Bajo, objek pajak tidak hanya hotel dan restoran di darat, tapi ada juga objek pajak berupa hotel dan restoran di laut yang merupakan fasilitas kapal-kapal wisata.

“Yang kita semua tau bahwa hotel itu ada di darat, tapi di Labuan Bajo hotel paling mewah itu ada di atas laut, kapal kapal,” ungkap Bupati Edi.

Pasca ditetapkan UU 1 Tahun 2022 dan PP 35 Tahun 2023, Pemerintah Manggarai Barat mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbub) Manggarai Barat Nomor 5 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Penyediaan Makan dan/atau Minuman serta Jasa Perhotelan di Atas Air di Kabupaten Manggarai Barat. Perbup ini sebagai aturan pelaksana dalam rangka optimalisasi dan peningkatan fiskal daerah.

Namun, Bupati Edi menyebut, Perbup yang telah dikeluarkan ini masih ditentang oleh sejumlah pihak.

“Lagi lagi dalam konteks objek pajak ini apakah hotel yang hari-hari di darat atau termasuk kapal-kapal yang menyediakan fasilitas yang sama seperti di darat?” tanya Bupati Edi.

Pertanyaan Bupati Edi ini kemudian ditanggapi oleh Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu, Luky Alfirman melalui Staf DJPK Misra. Misra menjelaskan bahwa secara teknis ketika ada Objek Pajak dan Subjek Pajak maka bisa dilakukan pungutan sebagaimana ketentuan UU Nomor 1 tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023.

Selain itu, dijelaskan Misra bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tidak mengenal pungutan di darat dan di air.

“Kalau mengacu pada pasal 51 dan 53 UU 1 tahun 2022 pada prinsipnya ketika itu mempunyai subjek dan objek dari pajak maka itu boleh dipungut. UU No 1 tidak mengenal pungutan di air atau di darat bahwa ketika itu ada objeknya melakukan penyerahan, pembeli atau konsumsi atas makanan dan minuman termasuk juga penyediaan akomodasi baik itu di kapal ataupun di darat bisa dipungut. Itu yang pertama prinsipnya,” jelas Misra.

“Yang kedua merujuk ke pasal 19 PP 35 bahwa objek dan subjek tadi ada di wilayah kabupaten yang bersangkutan, artinya ketika kapal pesiar itu stay atau mobile antar pulau itu dipastikan tidak keluar dari wilayah Manggarai Barat. Terhadap kedua hal tadi ketika terpenuhi maka secara prinsip bisa dipungut pajak PBJT atas hotel dan makan dan minuman restoran,” tutup Misra. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *