SEMARAPURA | patrolipost.com – Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) merupakan penyulingan air laut menggunakan membran Reverse Osmosis (RO) untuk memisahkan kandungan garam yang terkandung untuk mendapatkan air tawar. Saat ini metode SWRO merupakan salah satu metode pengolahan air laut paling ekonomis dan hemat energi.
Hal itu diungkapkan Direktur Perumda Air Minum Panca Mahottama, I Nyoman Renin Suyasa, baru-baru ini. Menurut Renin Suyasa metode SWRO menjadi satu-satunya Kabupaten Klungkung yang sukses mengoperasikan sistem SWRO di Indonesia. Bahkan saat ini layanan SWRO akan ditambah lagi bekerjasama dengan pihak swasta untuk melayani wilayah Pulau Nusa Lembongan termasuk di Desa Jungutbatu.
Saat ini layanan SWRO di Klungkung terdapat di Kepulauan Nusa Ceningan tersebut diujicobakan di tahun 2021 dan pada bulan Januari 2022 telah melayani sebanyak 200 sambungan langganan.
Renin mengungkapkan SWRO Nusa Ceningan masih difokuskan untuk melayani sambungan di Nusa Ceningan saja.
Sementara di Nusa Lembongan termasuk di Desa Jungutbatu akan dilayani oleh SWRO Jungutbatu yang baru dibangun bekerjasama dengan pihak swasta. Kerjasama itu melalui program Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Kerjasama ini dilaunching pada tahun 2023. Saat ini pengerjaan SWRO telah mencapai 70 persen dan ditarget bisa beroperasi pada tahun 2024.
Lebih jauh Renin mengungkapkan sudah ada sebanyak 312 sambungan langganan yang telah terdaftar dan akan mendapatkan layanan air bersih dari SWRO Jungutbatu. SWRO Jungutbatu ini mampu memproduksi hingga 3.000 meter kubik per hari. Dengan jumlah produksi tersebut diperkirakan SWRO Jungutbatu mampu melayani hingga 450 sambungan langganan.
“Yang sudah terdaftar sekitar 312 sambungan langganan, target kita hingga 450 sambungan,” jelas Renin baru baru ini.
Renin menerangkan layanan SWRO ini diprioritaskan ke rumah tangga terlebih dahulu dengan tarif Rp 38.000 per meter kubik. Jika dibandingkan dengan tarif dasar air minum di Klungkung daratan yang hanya Rp 3.100 per meter kubik terjadi perbedaan hingga 10 kali lipat.
Hal ini dikarenakan biaya operasional SWRO yang sangat besar dibandingkan produksi air di Klungkung daratan. Namun, jika dibandingkan harga air bersih di Nusa Lembongan saat ini menjadi jauh lebih murah harga yang ditawarkan SWRO Jungutbatu ini. Apalagi langganan hanya membayar sesuai dengan pemakaian airnya dan hanya dibebankan biaya administrasi saja.
“Kalau distribusi air di Klungkung daratan meski tidak menggunakan air tetap dikenakan tarif untuk 10 meter kubik air. Kalo SWRO tidak ada pemakaian maka tidak ada pembayaran, hanya dikenakan biaya administrasi saja,” sebut Renin.
Dalam pengoperasian SWRO Jungutbatu, Renin mengaku Perumda berada di posisi yang diuntungkan. Tanpa adanya investasi, tanpa adanya biaya operasional, Perumda tetap mendapatkan keuntungan dari selisih antara pembelian air minum dan juga pembayaran pelanggan.
“Mulai dari produksi air menggunakan SWRO hingga sambungan di rumah tangga semua investasi dari swasta. Perumda hanya akan melayani pencatatan dan pembayaran dari pelanggan,” tambahnya.
Sesuai MoU yang disepakati dengan PT Tiara Cipta Nirwana, Perumda akan membeli air seharga Rp 35 ribu per meter kubik. Selanjutnya air tersebut dijual ke rumah tangga sebesar Rp 38 ribu per meter kubik. Perbedaan pengoperasian SWRO Nusa Ceningan yang dikelola Perumda sendiri dengan SWRO Jungutbatu yang dikelola pihak swasta menurut Renin hanya berbeda dari siapa yang mengoperasikan SWRO tersebut.
Sementara harga yang diterima pelanggan tetap Rp 38 ribu per meter kubik. Hanya saja, kerjasama dengan pihak swasta seperti di SWRO Jungutbatu ini lebih efektif dan kecil resiko mengalami kerugian. Potensi untuk pengembangan SWRO juga lebih besar karena semua biaya berasal dari pihak swasta.
“Swasta tidak boleh menjual langsung air ke masyarakat, maka dari itu harus bekerjasama dengan Perumda. Dari 2.000an KK yang ada di kepulauan Nusa Lembongan, potensi untuk penambahan layanan SWRO ini sangat besar,” pungkasnya. (855)