DENPASAR | patrolipost.com – Oknum dokter yang juga adik kandung dari seorang pejabat di Pemkot Denpasar berinisial I Ketut Gede AS (27) divonis satu bulan penjara dengan percobaan selama satu tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang diketuai Nyoman Wiguna di ruang sidang Utama PN Denpasar, Rabu (8/3) siang. Vonis Majelis Hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Made Ayu Citra Maya Sari yang meminta Majelis Hakim menghukun terdakwa selama satu bulan penjara.
Pria kelahiran 8 Maret 1995 ini terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan terhadap istrinya yang juga seorang dokter berinisial ID (30). Terdakwa melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga pada Maret 2022. Berawal dari ID selaku istrinya saat itu bertanya kepada terdakwa. “Kamu dari mana dan kenapa tidak angkat telepon, saya sudah telepon berkali-kali”. Namun terdakwa langsung emosi dan memukul korban berkali-kali menggunakan bantal ke bagian tubuh dan kepala. Sehingga korban merasa kesakitan seraya mengatakan, “stop, sakit”.
Kemudian terdakwa memukul korban dengan tangan terbuka sebanyak lima kali mengenai kepala bagian atas dan bagian dahi. Tidak berhenti disitu saja. Terdakwa menjambak rambut dan mendorong tubuh korban sampai terjatuh yang mengakibatkan kepala terbentur lantai.
Akibat perbuatan terdakwa, korban merasakan sakit di bagian kepala, sempoyongan dan mual. Setelah itu terdakwa mengusir korban dengan mengatakan. “Pergi sekarang juga dari rumah”. Kemudian korban menelepon saksi Ketut Gede Dharma Putra yang merupakan bapaknya untuk menjemputnya di luar rumah.
Berdasarkan hasil visum pada 27 Mei 2022, ditemukan luka memar serta peninggian pada kepala korban akibat benda tumpul. Kuasa hukum korban, Sundari Megarini yang dikonfirmasi Bali Tribune (grup patrolipost.com) mengatakan, meski vonis percobaan namun ia menilai Majelis Hakim mempunyai nurani terhadap korban.
“Artinya, hakim tetap punya nurani karena walaupun tidak ditahan atau masuk penjara akan tetapi selama satu tahun terus dipantau. Jadi pelaku selama setahun diuji perilakunya agar tdak terpancing melakukan kekerasan lagi dalam bentuk apapun. Atau mungkin karena momen hari perempuan internasional, ya jadi ada pengaruhnya juga hakimnya. Karena percobaan ini selama setahun pelaku pasti tidak akan nyaman secara sosial,” katanya.
Sementara baik kuasa hukum terdakwa, maupun JPU menyatakan pikir – pikir terkait vonis Majelis Hakim itu. Akibat tindak pidana KDRT tersebut, korban sudah resmi bercerai dengan terdakwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada Juli 2022 lalu. (007)