SINGARAJA | patrolipost.com – Sekitar 50-an warga Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Selasa (15/10) mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Singaraja. Mereka menanyakan tindak lanjut atas kasus penyerobotan tanah yang dilakukan oknum Kepala Desa (non aktif) Bungkulan bernama Ketut Kusuma Ardana.
Rombongan dipimpin Kelian Banjar Adat Punduh Lo Desa Bungkulan, Putu Kembar Budana bersama tokoh masyarakat Ketut Sumardana, tiba di Kantor BPN sekitar pukul 10.15 Wita. Dengan penjagaan aparat Polres Buleleng, warga diminta untuk menemui Kepala BPN Ketut Sudarma melalui perwakilan. Di ruang Kepala BPN Ketut Sudarma, warga diterima dan diteruskan dengan pertemuan tertutup.
Hampir satu jam pertemuan membicarakan soal status sertifikat yang diterbitkan atas nama Kusuma Ardana, saat itu menjabat Perbekel Desa Bungkulan. Dan tahun 2013 mengajukan dua bidang tanah yang menjadi fasilitas umum (fasum) melalui prona dan terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 2426, dan SHM No. 2427, atas nama Ketut Kusuma Ardana.
Usai pertemuan, Putu Kembar Budana mengatakan, kasus lahan Desa Bungkulan yang disertifikatkan oleh oknum kepala desa telah diambil alih oleh Kanwil BPN Provinsi Bali.
“Kasusnya telah diambil alih oleh BPN Provinsi, itu yang disampaikan kepada kami oleh Pak Sudarma (Kepala BPN Singaraja, red),” ujarnya.
Sedangkan terkait, pencabutan sertifikta, Kembar Budana mengaku sudah mendenagr namun belum melihat bukti otentik pencabutan tersebut. “Secara fisik saya belum lihat namun informasinya sudah,” kata dia.
Sementara Ketut Sumardana mengaku akan terus mengawal kasus tersebut hingga benar-benar tuntas. Suamardana, mantan anggota dewan periode 2014-2019 mendesak BPN agar segera menuntaskan kasus tersebut agar suasana di Desa Bungkulan kembali tenang.
“Kami minta BPN segera tuntaskan kasus ini. Masalah sertifikat dijadikan jaminan di BPD Bali oleh oknum itu bukan urusan kami,” tegasnya.
Sementara Kepala BPN Singaraja Ketut Sudarma mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan data fisik dan data yuridis atas lahan tersebut. Katanya, pihak BPN Singaraja telah bergabung dengan Kantor Wilayah BPN Bali datang ke lokasi. Hasilnya, dilakukan analisa terhadap masing-masing bidang tanah yang menjadi sengketa.
Melalui berita acara, hasil analisa itu sudah dikirim ke Kanwil BPN Provinsi untuk ditindak lanjuti dengan melakukan gelar perkara.
“Kita dari Kantor BPN Buleleng yang akan melakukan presentasi untuk dipaparkan pada gelar perkara nanti,” kata Sudarma.
Menurut Sudarma, hasil analisa yang dikirim itu antara lain merekomendasikan untuk mencabut sertifikat yang diterbitkan melalui program prona yakni SHM No. 2426, dan SHM No. 2427 atas nama Ketut Kusuma Ardana.
“Kami simpulkan ada cacat administrasi karena alas hak untuk memproses penerbitan sertifikat itu yakni surat pernyataan penguasaan fisik (sporadik), saksinya menarik pernyataannya,” ujar Sudarma.
Tidak hanya itu, dalam istilah BPN ada yang disebut kesepakatan untuk kepemilikan tanda batas dengan meminta persetujuan para penyanding. Dan belakangan, kata Sudarma, para penyanding tanda batas melakukan penarikan pernyataan dan tanda tangan. Karena itu surat tersebut dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
“Karena tidak sah, analisis kita menyimpulkan bahwa ada cacat administrasi dalam penerbitan sertifikat dimaksud sehingga sertifikatnya kita batalkan alias dicabut,” tandas Sudarma. (625)