DENPASAR | patrolipost.com – Tiongkok memiliki sejarah panjang di bidang ekonomi. Chairman MarkPlus, Inc. sekaligus Co-Founder CIMA Hermawan Kartajaya mengatakan, standar hidup masyarakat Tiongkok meningkat seiring kemajuan ekonomi di tingkat global.
“Kesuksesan masyarakat Tiongkok dalam bidang ekonomi tentu dapat ditiru oleh para pengusaha Indonesia,” kata Hermawan Kartajaya dalam webinar ‘Cross Cultural Dialogue Series: Understanding Chinese Culture in Business’, Sabtu (24/4/2021).
Salah satu faktor yang memperkuat ekonomi masyarakat Tiongkok adalah kebebasan pemilik perusahaan untuk menentukan level produksi. Hal ini menyebabkan perusahaan memiliki otonomi sendiri dalam menghasilkan profit.
Perkembangan ekonomi politik Tiongkok terlihat pada tahun 1978 setelah Revolusi Budaya. Reformasi ekonomi di negeri Tirai Bambu itu juga meninggalkan kisah-kisah keajaiban. Salah satunya adalah data mengenai pertumbuhan ekonomi Tiongkok di kuartal pertama tahun 2021, atau setahun setelah dunia dilanda pandemi covid-19.
Deputy Chairman MarkPlus, Inc H Taufik mengatakan, pada kuartal pertama 2021 Tiongkok mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 18,3%. Untuk sebuah negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, kata Taufik, peningkatan double digit menjadi luar biasa.
“Lebih luar biasa lagi ketika angka double digit-nya adalah terbesar sejak tahun 1978,” jelas Taufik.
Sedangkan Dahlan Iskan, praktisi bisnis media menyebut, kekuatan ekonomi Tiongkok tidak terlepas dari nilai-nilai budaya Konfusianisme dan Taoisme yang diterapkan oleh masyarakat Negeri Panda. Kerja keras, rajin, gigih, ulet, dan pantang menyerah menjadi kunci dari peradaban ekonomi di Tiongkok.
Dari sisi kultur, kata Dahlan, antara masyarakat Tiongkok dan Indonesia punya kesamaan. Keduanya saling menghormati budaya dan tradisi, dan hal itu menjadi sangat penting di dalam kehidupan bermasyarakat. Budaya akan mempengaruhi perkembangan ekonomi.
“Memiliki ketenteraman, ketenangan, dan kestabilan negara dalam jangka panjang merupakan hal yang sangat penting di Tiongkok,” kata Dahlan.
Sedangkan Yusuf Daud, seorang Sufi Practitioner mengatakan, kebudayaan Tionghoa memiliki persamaan dengan ajaran agama Islam. Bahkan, di Islam ada ajaran yang mengatakan “Tuntutlah ilmu walau ke negeri China”.
Ilmu yang dimaksud dalam ajaran itu, kata Yusuf Daud, mencakup tiga ajaran besar dari pola berpikir masyarakat Tiongkok yakni, Taoisme, Konfusiusme, dan Buddhisme.
“Ajaran ini mengajarkan kesimbangan duniawi dan akhirat. Ajaran luhur Tiongkok juga mengajarkan untuk memperbaiki dunia menjadi lebih baik setelah memperbaiki negerinya,” kata Yusuf Daud. (pp03)