Topik ‘Pengampunan Koruptor’ Jadi Perbincangan Publik, Ini Klarifikasi Menteri Hukum RI

menteri hukum1
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas. (Ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas memberikan keterangan terkait topik amnesti (pengampunan terhadap koruptor) yang sedang menjadi pembicaraan akhir-akhir ini. Ia mengatakan pemerintah Indonesia tidak ada maksud untuk serta merta membebaskan pelaku tindak pidana, termasuk koruptor.

“Yang harus dimengerti oleh kita semua adalah pemerintah tidak bermaksud menggunakan amnesti, grasi, abolisi, untuk sekadar membebaskan para pelaku tindak pidana. Sama sekali tidak,” jelas Supratman di gedung Kementerian Hukum (Kemenkum), Jumat (27/12/2024).

Bacaan Lainnya

Supratman menyebut bahwa sistem hukum Indonesia memungkinkan adanya mekanisme pengampunan terhadap pelaku tindak pidana apapun. Namun, tidak berarti pemerintah pasti memberikan pengampunan tersebut.

Ia menjelaskan, berdasarkan pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.

Contoh lainnya adalah dalam Pasal 53k Undang-undang Nomor 11 tahun 2021 tentang Kejaksaan, Jaksa Agung memiliki kewenangan untuk dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi.

“Sebagai perbandingan, kami memberikan contoh bahwa memang Undang-undang yang ada di Indonesia mengatur pemberian pengampunan. Tapi sekali lagi, tidak serta merta dilakukan untuk membebaskan pelaku tindak pidana, apalagi koruptor,” jelasnya.

Terkait dengan hal yang sedang ramai saat ini, pemerintah pernah menggunakan mekanisme pengampunan atas tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian atau keuangan negara, yaitu dalam bentuk tax amnesty atau pengampunan pajak yang telah dilakukan sebanyak dua kali.

Supratman mengatakan, saat ini pemerintah tengah menyiapkan aturan tentang mekanisme pengampunan kepada pelaku tindak pidana. Kabinet kerja masih menunggu arahan selanjutnya dari Presiden Prabowo.

“Kita butuh regulasi terkait amnesti, grasi, dan abolisi untuk mengatur mekanisme pemberian pengampunan. Kita masih menunggu arahan Bapak Presiden,” ucapnya.

Menteri Hukum menambahkan, Presiden dalam menjalankan kewenangan yang diatur konstitusi tentu saja tidak melanggar pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Karena Presiden pasti memberikan amnesti, grasi, abolisi, atau metode pengampunan apa pun akan mengikuti aturan teknis yang berlaku,” ucapnya. (pp03)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *