LABUAN BAJO | patrolipost.com – Sejumlah tokoh agama di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat mengapresiasi kinerja Penyidik Kejati NTT membongkar kasus mafia tanah di Labuan Bajo. Namun mereka menyayangkan sejumlah penyidik dimutasi pada saat proses hukum sedang bergulir.
Kasus pengalihan aset lahan milik Pemkab Mabar seluas 30 hektar yang terletak di Keranga Toroh Lema Batu Kallo, Labuan Bajo, NTT, akhir-akhir ini menarik perhatian khusus, baik di tingkat daerah hingga nasional. Terseretnya sejumlah nama besar, baik pejabat teras lingkup Pemkab Mabar hingga sejumlah nama tokoh nasional, juga menarik atensi dari tokoh-tokoh agama di Labuan Bajo.
Romo Silvi Mongko, salah satu tokoh agama dan juga Sekretaris FKUB (Forum Kerukunan Antar Umat Beragama) Kabupaten Manggarai Barat memberikan apresiasinya terhadap upaya pemberantasan korupsi di NTT khususnya Manggarai Barat (Mabar) yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung melalui Kejati NTT. Langkah itu mampu memberikan titik terang terhadap persoalan polemik lahan di Labuan bajo.
“Kita dukung apa yang dilakukan oleh Kejati NTT adalah bagian dari upaya Kejaksaan Agung untuk menegakkan kedaulatan atas tanah sebagai aset masyarakat di Manggarai Barat,” ujar Romo Silvi.
Terkuaknya kasus korupsi dugaan pengalihan aset milik Pemkab Mabar ini pun disertai dengan nilai kerugian negara mencapai angka triliunan rupiah. Kasus ini pun berhasil menetapkan 17 tersangka.
Melalui pengungkalan kasus ini, Romo Silvi menilai integritas para penyidik Kejaksaan Agung pada Kejati NTT patut diapresiasi karena telah berhasil mengungkap dan mengamankan aset Pemda senilai Rp 1,3 triliun.
“Minimal ada dua hal yang mesti dicatat dari kinerja Kejati NTT soal Tanah Kerangan: (1) Kejati membantu menegakkan hak dan kedaulatan rakyat Manggarai Barat atas lahan seluas sekitar 30 ha; dan (2) masyarakat menjadi tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi atas sengketa lahan di Kerangan selama ini. Jadi peran Kejaksaan di sini adalah mengangkat ke ruang publik apa yang selama ini sedang terjadi di ruang gelap soal tanah Kerangan di Labuan Bajo,” tutur alumnus Lemhanas ini.
Selain memberikan apresiasi terhadap kinerja Kejaksaan Tinggi NTT, Romo Silvi juga menyoroti adanya mutasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap sejumlah Anggota Tim Penyidik. Sorotan diberikan terkait mutasi yang dilakukan di saat anggota Tim Penyidik tengah berkonsentrasi menangani kasus besar yang sedang bergulir ini.
Keputusan memutasikan Ketua Tim Penyidik Roy Riyadi beserta anggota Penyidik lainnya dinilai kurang elok karena bisa mengganggu objektivitas proses hukum yang sedang berjalan. Karena itu Jaksa Agung jika memungkinkan diharapkan untuk mempertahankan penyidik yang berintegritas di Kejati NTT agar NTT bersih dari kasus korupsi. Saat menangani kasus ini, Roy Riyadi selaku Ketua Tim penyidik diketahui baru bertugas 6 bulan.
Menurut Romo Silvi, keputusan Kejaksaan Agung memutasi Penyidik Roy Riyadi sebagai Ketua Tim Penyidik soal Tanah Kerangan di tengah berjalannya sengketa lahan Kerangan, harus dihormati. Namun mutasi Roy Riyadi di tengah berjalannya proses hukum Tanah Keranga itu keputusan yang kurang elok karena bisa mengganggu objektivitas proses hukum yang sedang berjalan. Mengingat Penyidik Roy adalah tokoh penting yang sudah menunjukkan kinerja yang profesional dan transparan mengusut kasus Tanah Kerangan.
“Kalau memungkinkan Roy ini dipertahankan karena masyarakat membutuhkan penyidik yang berani, profesional, dan objektif mengungkap silang sengkarut lahan di Labuan Bajo di tengah kebutuhan lahan investasi untuk pariwisata terus meningkat,” jelas Romo Silvi.
Roy Riyadi dinilai sudah menunjukkan ke publik mekanisme kerja yang berani dan transparan. Dengan latar belakang bekerja sebagai penyidik dan JPU KPK, Roy sudah berhasil membongkar teka – teki sengketa lahan Kerangan dalam waktu yang relatif cepat. Kerjanya sebagai penyidik sudah profesional. Tidak saja menegakkan hukum, tapi sebagai penyidik Roy berhasil mengangkat dan menempatkan ke ruang publik persoalan Tanah Kerangan.
Lebih lanjut Romo Silvi menyatakan bahwa prinsip pengelolaan aset Pemda seharusnya berbasis masyarakat dan melibatkan masyarakat di dalamnya serta berharap penegakan hukum di NTT memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
“Prinsip pengelolaannya mesti berbasis masyarakat, alam dan budaya. Tentu punya dampak ekonomi tapi tidak mengabaikan keselamatan budaya, alam dan masyarakat.
Dengan kata lain, dalam pengelolaannya mesti melibatkan dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama,” tukasnya.
Sementara itu tokoh agama lainnya, Sakar M Jangku, Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Manggarai Barat mengatakan kita harus taat hukum dan mendukung sepenuhnya pemberantasan kolusi, korupsi dan nepotisme oleh Kejaksaan Agung. Selain itu semua aset Pemda wajib dijaga.
“Sebagai warga yang hidup di negara hukum kita harus taat asas. Kemudian kita dukung Kejaksaan Agung sepenuhnya pemberantasan terhadap kolusi, korupsi dan nepotisme. Aset daerah/negara wajib dijaga, agar seluas-luasnya dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat banyak. Soal penyidik itu domain Kejaksaan,” tutur Sakar M Jangku.
Di tempat terpisah saat dihubungi via telepon Kasi Penkum Kejati NTT, Abdul Hakim yang sedang mengikuti pelantikan dan serah terima jabatan Roy Riadi dan rekan-rekannya di Kupang (23/2), menerangkan sangat berterimakasih atas dukungan masyarakat terhadap Kejati NTT. Tentang permintaan tokoh-tokoh agama ini pihak Kejaksaan Agung mungkin akan mempertimbangkan masukan tersebut, namun pergantian ini adalah promosi bagi jaksa-jaksa di Kejati NTT.
“Masukan masyarakat mungkin akan menjadi pertimbangan oleh Kejaksaan Agung, namun sekarang sudah sah pelantikan semua, jadi mutasi di tubuh Kejati NTT ini adalah promosi bagi mereka yang berprestasi. Jaksa Robert misalnya sudah lama sebagai koordinator di sini, beliau di promosikan jadi Kejari Kab TTU. Sedangkan pak Roy Riyadi jadi koordinator di Kejati Sumsel yang bertipe A, sedangkan Kejati NTT sendiri saat ini bertipe B. Yah mungkin nanti Pak Roy pindah jadi Kejari di Labuan Bajo, kan lebih enak lagi,” tutupnya. (334)