DENPASAR | patrolipost.com – Bos Hotel Kuta Paradiso, Harijanto Karjadi dengan tegas mengatakan mengajukan banding atas putusan majelis hakim yang memvonis dirinya 2 tahun pidana penjara. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dikoordinir I Ketut Sujaya menyatakan pikir-pikir.
Petrus Bala Pattyona selaku koordinator tim penasihat hukum Harijantio Karjadi mengatakan, upaya banding ditempuh karena pihaknya menilai majelis hakim pimpinan Soebandi memutus perkara tersebut dengan melampaui teori dan norma hukum. Putusan dinilai tidak sesuai dengan fakta yang berkembang dalam persidangan, sekaligus melampaui dakwaan dan tuntutan JPU.
“Putusan hakim tidak sesuai atau di luar tuntutan JPU,” katanya kepada pers seusai sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (21/1/2020).
Petrus mengungkapkan, JPU berdasar keyakinannya menuntut Harijanto Karjadi dengan pidana 3 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwa dalam dakwaan pertama, yaitu melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Namun hakim justru berpendapat bahwa dakwaan tersebut tidak terbukti.
“Anehnya, justru oleh majelis hakim, terdakwa dinilai terbukti menggunakan akta yang di dalamnya terdapat keterangan palsu. Padahal, siapa yang menggunakan dan akta mana yang dipalsukan tidak jelas,” ujarnya.
Seperti diketahui, JPU mengajukan tiga dakwaan alternatif. Dakwaan kesatu, yaitu menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1) atau dakwaan kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (2) atau dakwaan ketiga tentang penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP. Dasar dakwaan itu adalah Akta No 10 terkait dengan pengalihan saham dari Hartono Karjadi (kakak Harijanto Karjadi) kepada Sri Karjadi, adik kandungnya pada 12 November 2011.
Dalam tuntutan, JPU meyakini dakwaan kesatu terbukti dan dijadikan dasar untuk menuntut terdakwa Harijanto Karjadi 3 tahun pidana penjara. “Nah, ini persoalannya. Dakwaan yang dijadikan dasar JPU mengajukan tuntutan, kan oleh majelis hakim dinilai tidak terbukti. Tapi kenapa hakim tetap memvonis bersalah untuk sesuatu yang tidak atau di luar dari yang didakwakan,” ungkap Petrus yang didampingi penasihat hukum lainnya, Berman Sitompul, Alfred Simanjuntak, Benyamin Seran dan Dessy Widyawati.
Perkara ini bermula dari laporan yang dibuat Desrizal selaku kuasa hukum Tomy Winata pada 27 Februari 2018 ke Ditreskrimsus Polda Bali, terkait dugaan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham dengan terlapor kakak-beradik Hartono Karjadi dan Harijanto Karjadi. Sesuai surat dakwaan JPU, Tomy Winata merasa dirugikan lebih dari USD 20 juta terkait dengan peristiwa tersebut.
Tomy Winata sendiri membuat laporan polisi setelah membeli hak tagih piutang PT GWP yang diklaim Bank China Construction Bank Indonesia (CCBI) pada 12 Februari 2018 dengan harga Rp 2 miliar. Selain melapor ke Polda Bali, Tomy Winata juga mengajukan gugatan perdata wanprestasi terhadap PT GWP dan Harijanto Karjadi dkk di PN Jakarta Pusat. Tapi gugatan tersebut ditolak pada 18 Juli 2019 melalui Putusan Perkara Nomor 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. Dan terhadap putusan tersebut, telah dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam Putusan Nomor: 702/PDT/2019/PT.DKI tanggal 26 Desember 2019. (007)