Wacana Pelegalan Kasino untuk Devisa, Guru Besar Hukum UI Kaji Kebijakan UEA dan Malaysia

judi 33333333
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Profesor Hikmahanto Juwana mendorong pemerintah mengkaji usulan melegalkan kasino dengan mempelajari kebijakan di UEA dan Malaysia. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Anggota Komisi XI DPR RI Galih Kartasasmita sempat menyampaikan wacana pelegalan judi kasino dengan pengawasan ketat dan hanya untuk warga negara asing seperti di Uni Emirat Arab, guna mendatangkan devisa. Usulan ini disampaikan dalam rapat bersama Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, 8 Mei 2025.

Namun Galih kemudian meluruskan ucapannya dan menyatakan ide pembukaan kasino hanyalah contoh pemikiran out of the box, bukan usulan resmi.

Pernyataan tentang pelegalan kasino itu, langsung memicu banyak pro dan kontra. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Profesor Hikmahanto Juwana mendorong pemerintah mengkaji usulan melegalkan kasino dengan mempelajari kebijakan sebagaimana diterapkan di Uni Emirat Arab (UEA) dan Malaysia demi meningkatkan devisa negara.

“Indonesia juga sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, sama seperti UEA yang kini tengah membangun kasino besar di negaranya dan Malaysia yang secara resmi telah melegalkan kasino pada tahun 1969,” katanya di Bekasi, Sabtu, (17/5/2025), dilansir tempo.

Ia meminta pemerintah Indonesia untuk membuka mata menyikapi hal tersebut, termasuk membuat asesmen atau penilaian secara objektif terkait dengan tiga hal penting.

Pertama, soal perputaran uang terkait dengan masalah judi, mengingat berdasarkan temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlah perputaran uang pada praktik judi daring yang dioperasikan di Kamboja dan Myanmar sangat besar.

“Yang kedua adalah apakah memang bisa rakyat kita yang katanya mayoritas beragama Islam, terus sangat beragama, untuk melepaskan diri dari judi? Ternyata kan tidak,” katanya.

Hikmahanto menuturkan poin ketiga yang tidak kalah penting adalah, pemerintah harus membuat asesmen terkait dengan masalah penegakan hukum.

Menurut dia negara punya masalah penegakan hukum, meski beberapa kali pemerintah berniat untuk memberantas korporasi judi daring namun yang menjadi masalah korporasi tersebut berada di Kamboja dan Myanmar yang memang melegalkan kasino.

“Nah kalau misalnya tiga hal ini setelah dilakukan asesmen dan menurut kita tidak bisa diselesaikan, bukan tidak mungkin kalau pemerintah memutuskan untuk buat kasino tapi di kawasan tertentu saja, seperti kawasan ekonomi khusus di Genting, Malaysia atau di Singapura juga ada. Tapi, untuk warga Singapura kalau mereka mau berjudi di situ, mereka harus ada syarat ketat,” ucapnya.

Pakar Geopolitik dan Ekonomi Internasional UI itu menyatakan Indonesia memang negara Muslim tapi dengan aktivitas judi yang masih tinggi. Padahal ketika era Ali Sadikin bertugas sebagai Gubernur DKI Jakarta, aktivitas itu akhirnya dilegalkan.

“Waktu itu kemudian juga kita ada Porkas, ada SDSB, itu kan sebenarnya juga bentuk-bentuk seperti itu. Nah tapi sekarang kita cuma lokalisir saja dan penggunaan dananya nanti misalnya dari pajak yang dihasilkan dan lain sebagainya,” ucapnya.

“Tapi tentu dana tersebut untuk kepentingan yang tidak menyentuh, katakanlah hal-hal yang terkait dengan agama dan lain sebagainya,” katanya.

Ia juga mencontohkan salah satu aktivitas di Uni Emirat Arab yang mengharamkan judi namun membuka kasino dengan membangun kawasan ekonomi khusus.

Apabila pada akhirnya Indonesia berkompromi untuk membuka kasino di kawasan ekonomi khusus, pemerintah diminta berani mengambil kebijakan itu dengan tetap fokus memberantas judi daring yang merugikan rakyat kecil.

“Selama ini yang kita dengar sangat menyakitkan dan miris. Mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan judi online disiksa di Kamboja dan lain sebagainya, kita tidak ada kendali. Sudah mereka keluar masuk secara ilegal, ditambah melakukan perbuatan yang tidak baik bagi warga negara kita. Dan tiba-tiba kalau mereka disiksa kita harus membantu mereka untuk mengeluarkan uang. Kan tidak benar juga kalau seperti begitu,” kata dia.

Bertentangan dengan UUD 1945
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa usulan legalisasi judi atau kasino sudah pernah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan nilai-nilai moral, agama, keamanan, dan ketertiban umum yang dianut oleh konstitusi Indonesia.

Menurut dia, MK menolak usulan tersebut melalui uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.

“Bila perjudian yang ilegal saja efek rusaknya bisa sangat besar bahkan menjadikan Indonesia darurat judi online, apalagi apabila perjudian (dimulai dari kasino) tersebut malah dilegalkan,” kata pria yang akrab disapa HNW dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu, 17 Mei 2025, seperti dikutip Antara.

Secara filosofis, menurut dia, UUD 1945 adalah konstitusi yang berdasarkan hukum dan berlandaskan kepada Ketuhanan yang Maha Esa sebagaimana dituangkan dalam pembukaan dan dasar negara Pancasila, dan ditegaskan lagi dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (1) UUD NRI 1945.

Hal itu, kata dia, diperkuat dengan nilai-nilai agama yang berlaku dan diatur ke dalam banyak pasalnya.

“Perjudian dalam segala jenisnya termasuk kasino dan judi online (judol) jelas ditolak dan bertentangan dengan nilai-nilai Konstitusional tersebut,” katanya.

Dia mengatakan, meski omset perjudian sangat banyak dan dapat memberi keuntungan ekonomi negara dan negara memang memerlukan banyak anggaran biaya yang banyak, tetapi tidak berarti bahwa untuk mendapatkan biaya yang banyak itu harus dengan menghalalkan segala cara, termasuk melegalkan perjudian seperti kasino.

Anggota DPRD DKI Jakarta Lukmanul Hakim menyampaikan penolakannya terhadap wacana pembukaan kasino yang sempat dilontarkan oleh anggota DPR RI sebagai alternatif peningkatan pendapatan negara.

“Secara tegas saya menyatakan menolak membuka kasino untuk menambah pendapatan negara, baik dalam bentuk PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) maupun sebagai pajak hiburan yang menjadi hak daerah,” kata Lukmanul Hakim dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Ia menyatakan keberatannya terhadap usulan tersebut, yang dinilainya tidak sesuai dengan norma serta prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Lukman menilai usulan tersebut mencerminkan sikap ‘gelap mata’ dalam menghadapi tantangan fiskal negara, dan tidak sepatutnya disampaikan oleh wakil rakyat.

Menurut dia, masih banyak cara lain yang lebih bermartabat dan halal untuk meningkatkan pendapatan negara.

Sebagai alternatif, ia mengangkat contoh kebijakan pajak hiburan tinggi yang pernah diterapkan sejumlah negara selama masa Depresi Besar tahun 1929–1939 sebagai solusi yang lebih beradab.

Ia menegaskan bahwa pendekatan seperti itu lebih adil dan layak dijadikan bahan pertimbangan.

“Model ini lebih fair, lebih adil, dan lebih pantas. Jangan pakai cara-cara yang merusak tatanan sosial dan moral masyarakat. Memang di negeri kita yang kaya raya sudah tidak ada sumber pendapatan lain yang bisa digali?” ujarnya.

Kasino dan Judi di Indonesia
Kasino pernah dilegalkan di Indonesia sebelum tahun 1970-an. Pada saat Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI Jakarta (1966-1977), ia mendapat izin pemerintah pusat membuka kasino pada 1967 untuk mendapatkan uang pajak yang dipakai membangun Jakarta.

Sejumlah lokasi menjadi tempat kasino seperti di Lantai Dasar Gedung Sarinah, Hai Lai Ancol dan di Petak Sembilan.

Kasino resmi dilarang di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Undang-undang ini melarang segala bentuk perjudian, termasuk kasino, karena dianggap bertentangan dengan agama dan moral Pancasila.

Sebelum pelarangan, pemerintah pada masa Soekarno menyelenggarakan dan melegalkan beberapa jenis lotre, di antaranya Toto Nasional dan Undian JDB di akhir masa pemerintahan Orde Lama.

Pada masa Orde Baru, pemerintahan Soeharto dengan dalih mengumpulkan dana untuk kegiatan olahraga dan sosial, mengadakan lotere dengan berbagai nama seperti Porkas, berganti nama menjadi SOB (Sumbangan Olahraga Berhadiah, lalu menjadi TSSB (Tanda Sumbangan Sosial Berhadiah) dan akhirnya SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) sampai ditutup tahun 1993.

Ketika masih ada kupon undian berhadiah, di masyarakat beredar lotere ilegal yang biasa disebut ‘putihan” dengan menebak empat angka terakhir dari kupon SDSB yang diundi setiap Rabu malam. (305/tpc/ant/bbc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *