SEMARAPURA | patrolipost.com – Lebih dari duapertiga usianya yang kini 75 tahun, Nengah Murtika menjalani profesi sebagai penjahit (jarit) pakaian. Dari usia 13 tahun setamat dari Sekolah Dasar (SD), pria yang tinggal di Banjar Besang Kawan, Kelurahan Semarapura Kaja, Klungkung ini menjalani hidupnya sebagai penjahit. Bahkan sampai hari ini di saat dunia, Bali dan Klungkung dilanda pandemic Corona.
Ditemui di tempat usahanya di sebuah kosan di kawasan Banjar Jelantik Kuribatu, Desa Tojan, Klungkung, Minggu (17/5/2020), pria ini bercerita tentang masa lalunya. Dia mengaku sudah menekuni pekerjaan menjahit setamat dari SD saat usianya masih 13 tahun. Dengan pekerjaan itulah dia menghidupi keluarga sampai sekarang.
“Saya tamat SD di Mergan, Klungkung tahun 1960 dan tidak melanjutkan lagi ke tingkat SMP. Sebab, sejak di bangku SD saya sudah senang belajar menjarit pakaian sampai jadi. Makanya, setamat dari SD saya pergi ke Denpasar di kawasan Banjar Tapak Gangsul belajar menjarit pakaian di sana. Pekerjaan ini saya tekuni hingga sekarang,” ujarnya bersemangat.
Saat situasi pandemi Corona Virus (Covid-19) yang melanda Tanah Air termasuk Bali ini dia tetap menekuni profesinya sebagai penjahit. Walaupun saat ini situasi sulit hanya bertahan untuk bisa hidup saja dirinya mengaku masih bersyukur mengingat banyak orang yang saat ini malah tidak memiliki pekerjaan. Dirinya, walaupun pas-pasan, namun masih bisa mengumpulkan rupiah dari pekerjaannya sebagai tukang jarit ini.
Dari penghasilannya menjarit pakaian ini, dia mengaku memperoleh penghasilan rata-rata Rp 150 ribu per hari saat situasi normal. Namun seperti saat situasi Covid-19 ini dirinya mengaku hanya bisa mengumpulkan uang setiap harinya Rp 50 ribu, terkadang hanya Rp 25 ribu.
“Ya, di tengah situasi saat ini bisa bekerja dan memperoleh penghasilan saja sudah patut disyukuri. Bayangkan, orang lain yang sebelumnya memiliki penghasilan mapan bekerja di tempat yang keren, namun saat ini mereka kelimpungan tanpa pekerjaan. Saat ini bisa menghasilkan Rp 50 ribu saja sudah patut bersyukur kepada Ida Shang Hyang Widi Wasa,” ujarnya penuh sukur.
Murtika mengaku memiliki saudara 5 orang dengan laki-laki hanya seorang dirinya saja yang terkecil dengan kakaknya 4 orang semuanya wanita. Dia memiliki seorang istri bernama Ni Ketut Riati (70), juga bekerja menjarit alat-alat upacara wewantenan. Saat ini Nengah Murtika memiliki anak 5 orang, 2 orang lai-laki dan 3 perempuan, dengan 12 orang cucu dan kumpi 1 orang.
Nengah Murtika di akhir penuturannya mengaku menjelang akhir Desember tahun ini usianya menginjak 75 tahun. “Setelah berumur 75 tahun saya baru bisa nyade ngayahin banjar dan saat ini masih harus ngayahin banjar karena belum genap usia 75 tahun,” pungkasnya.
Aturan banjar di Bali berbeda-beda. Ada banjar adat memperlakukan warganya di usia 60 tahun sudah bisa nyade, namun ada juga yang 65 tahun baru bisa nyade (bebas dari kegiatan wajib banjar adat, red). (855)