SEMARAPURA | patrolipost.com – Upacara Neduh Jagat Ngadegang yang telah berlangsung 11 hari yang dimulai sejak sehari sebelum tilem kepitu, pelawatan Barong Bangkal, Ida Bhatara Brahma yang bergigi tunggal dan Ida Bhatara Alit berserta “rancangannya” mesolah saat penyineban upacara ngadegang.
Uparaca tersebut digelar Banjar Adat Sampalan, Desa Adat Dalem Setra Batununggul secara turun temurun diperkirakan dimulai sejak 200 tahun yang lalu. Kelian Banjar, I Dewa Made Suarjana saat dikonfirmasi, Minggu (24/1/2021) mengatakan melasti mengawali upacara ngedegang, Ida Bhatara pelawatan kepundut dari Pura Gunung Hyang kesuciang ke segara Pelabuhan tradisional Sampalan.
“Perlengkapan upakara dan persiapan lainnya secara gotong royong dilakukan baik krama maupun sekahe. Rasa kebersamaan terus berdeyut walaupun gempuran globalisasi terus menyerang,” ujarnya.
Ngadegang salah satu upacara rutin digelar setiap tahun. Upacara tersebut sebagai wujud syukur terhadap Penguasa Alam. Keseimbangan antara buana alit dan buana agung. Upacara ini sebagai wujud terima kasih atas karunia yang sudah berikan oleh Penguasa Alam. Ngadegang sendiri berasal dari kata ngadeg artinya berdiri. Ida Bhatara pelawatan barong bangkal melasti disucikan di segara setempat. Setelah itu, Ida Bhatara nyejer selama 11 hari.
“Awal tahun musim penghujan upacara ini digelar, hal dimaksudkan agar jagat landuh, teduh dan kerahayuan serta terciptanya kedamian setiap insane. Kegiatan upacara penyineban tetap berjalan lancar dan tetap memperhatikan protokol kesehatan wabah Covid-19 masih melanda, ” terangnya.
Tari Rejang Renteng jadi pengiring jalannya upacara yang dilakukan ibu PKK sebelum penyineban dilangsungkan begitu.
Upacara penyineban ditutup Ida Bhatara mesolah “Ngigel”. Pelawatan tersebut personifikasi Ida Bhatara Brahma dan Alit. Uniknya, pelawatan Ida Bhatara bertaring tunggal. Biasanya bertaring empat.
Hal ini disampaikan Mangku I Dewa Made Beneng Alit mengatakan pelawatan Ida Bhatara ini hanya taring tunggal. Dari sisi bentuk memang beda, di tengah menonjol satu menandakan Sang Hyang Tunggal. Merah memancarkan aura keberanian taksu Beliau. Pelawatan Ida Bhatara perwujudan Bhatara Brahma.
Rangkian upacara ngadegang yang berlangsung 11 hari nyejer, penyineban dilaksanakan hari ini,” tutur Mangku Beneng Alit.
Aci ngadegang, penyinebang Ida Bhatara mesolah dengan mengambil cerita Bali Kuno. ” Cerita ini salah satu legenda masyarakat Bali masa lampau, dimana penguasa pada zaman tersebut melaksanakan pemerintahan tidak menjalankan dharma. Penari melibatkan krama dan sekaha teruna, persiapan sudah dilakukan latihan baik tabuh dan tari, kemarin gladi bersih pementasan Ida Bhatara mesolah,” ujar Penata Tari I Dewa Gede Ardha Kencana.
Mayadenawa diceritakan masa Bali kuno, di kerajaan Singadmandawa ada raja yang menguasai bumi Bali yang bernama Mayadenawa. Penguasa Bali ini dianugrah kesaktian mantra guna dari Bhatara Brahma. Kesaktian melebihi kekuatan para Dewa mengakibatkan para Dewa di kahyangan menjadi takut. Mayadenawa sudah melupakan kewajiban sebagai pemimpin sewena-wena tidak menjalankan dharma.
Bhatara Indra kemudian mengutus bala tentara yang dipimpin oleh Sri Kesari untuk melawan kezaliman Mayadenawa. Pertempuran terjadi, adu kekuatan pihak Mahadenawa kalah. Dan akhirnya sampai sekarang prajurit-prajurit kahyangan “Widyadara” diwujudkan dalam tari sakral seperti Baris Gede,Baris Pati, atau pun Jangkang. Sementara widyadari diwujudkan dalam Tari Rejang Dewa.
Pementasan pragmen tari yang menceritakan legenda Bali, akhir cerita warga sebagain kerahuan hingga salah dari mereka ngunying “ngurek”. Kebanyakan dari mereka dari perempuan langsung histeris berteriak dan menari. (855)