DENPASAR | patrolipost.com – Menghadapi tantangan persoalan narkoba yang semakin berat dan menjelang G – 20, BNN RI gencar melakukan upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Dengan tagline War on Drugs, dan Speed Up Never Let Up, BNN RI melakukan akselerasi dalam upaya penanggulangan narkoba, baik dalam strategi Soft, Hard, dan Smart Power Approach serta kerjasama. Khususnya dalam upaya Soft Power Approach, BNN RI melaksanakan kegiatan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat, Rabu (9/03) – Jumat (11/03/2022).
“Saya tidak mau Bali jadi tempat penyalagunaan narkotika menjelang G-20. Potensi itu ada karena pandemi tapi kasus narkoba naik,” ungkap Kepala BNN RI, Komjen Pol Petrus Reinhard Golose seusai membuka Rakernis Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kuta, Kamis (10/03).
Dikatakan Petrus Golose, dampak perang Ukraina – Rusia bisa mempengaruhi peredaran narkoba di Tanah Air termasuk Bali. Dari kaca mata BNN, masalah politik maupun konflik yang dialami oleh negara di kawasan pemroduksi narkotika seperti Golden Triangle (Thailand, Myanmar, Laos) serta Golden Crescent (Afganistan, Pakistan, Iran) justru meningkatkan clandestine laboratory (aktivitas memproduksi narkoba melalui proses kimiawi oleh individu atau kelompok) yang akhirnya makin banyak masuk ke Indonesia.
Maka dari itu, perang Rusia – Ukraina ini juga dinilai sangat berpotensi mempengaruhi, bahkan mendorong peningkatan peredaran narkoba di Nusantara. Perang memicu banyak orang kehilangan pekerjaan. Mereka bisa saja direkrut bandar pemroduksi untuk menjadi kurir.
“Pengalaman saya jadi Kapolda Bali, banyak juga masalah (narkoba) dari Eropa timur, masalah tenaga kerja di sana berpotensi mendorong walau tidak secara langsung karena penerbangan mereka ditutup. Tapi bisa juga mereka memasukan ke sini melalui package-package (paket/kemasan). Jangan sampai perang Rusia – Ukraina dimanfaatkan oleh para bandar narkoba,” kata jendral bintang tiga ini.
Terlebih lagi Indonesia sangat dilirik sebagai pasar potensial narkoba. Menurut survei dilakukan BNN, prevalansi penyalahgunaan narkoba di Indonesia sekarang mencapai 3,6 juta dan Bali sendiri 15 ribu. Sehingga dengan rakernis ini, upaya menekan peredaran narkoba diutamakan melalui pencegahan dengan mengurangi demand (permintaan) yang ada. Edukasi tentang bahaya narkotika dan pemberdayaan masyarakat yang dimulai dari tingkat desa dinilai langkah yang tepat. Program tersebut tentunya terus dibarengi dengan upaya penindakan dan pemutusan suplai barang haram itu, baik dari luar maupun dalam negeri.
“Kalau memutus jaringannya saja, pasti akan terus datang lagi karena permintaan besar. Permintaan inilah pusatnya yang harus dikurangi. Untuk di Bali, penerbangan internasional mulai dibuka, sebagai tujuan pariwisata, saya tidak ingin Pulau Dewata ini dijadikan tujuan peredaran narkotika,” ujarnya.
Rakernis ini dihadiri penyuluh narkoba dari 173 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Tujuannya untuk menyatukan pandangan bersama terkait pelaksanaan kebijakan pencegahan peredaran narkoba. Para penyuluh narkoba tersebut dibekali serangkaian materi dari para narasumber kompeten. Sehingga nantinya dapat menjadi suatu wadah untuk menggali informasi yang dibutuhkan di daerah. Kemudian aspirasi kebutuhan organisasi dalam mengembangkan program pencegahan dapat disampaikan secara lebih efektif.
“Kemampuan yang para penyuluh miliki untuk pendekatan secara lembut seperti pemberdayaan masyarakat di desa-desa menurut saya amat sangat bagus untuk terobosan-terobosan positif ke depannya,” tandasnya.
Rakernis P4GN Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat tahun ini mengusung tema “Optimalisasi Kemampuan Penyuluh Narkoba Melalui Soft Power Approach Guna Menciptakan Ketahanan Masyarakat dari Bahaya Narkoba untuk Mewujudkan Indonesia Bersinar”. (007)