10 Personel Polres Klungkung Diduga Lakukan Penganiayaan, Polda Masih Lakukan Pendalaman

lbh
Direktur LBH Bali saat memberikan keterangan. (ist)

DENPASAR | patrolipost.com – Seorang warga bernama I Wayan Suparta (47) mengaku diintimidasi dan dianiaya 10 personel Polres Klungkung dalam proses penyelesaian kasusnya. Korban melalui YLBHI-LBH (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) Bali, serta Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) yang menjadi bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan mendesak Polda Bali memproses hukum dan memberi saksi  etik kepada para pelaku.

Direktur LBH Bali Rezky Pratiwi menjelaskan, pihaknya mendapatkan pengaduan dari korban yang mencari keadilan akibat mengalami penyekapan, penyiksaan, pencurian, serta tindakan sewenang-wenang yang diduga dilakukan  oleh 10 personel polisi dari Polres Klungkung pada 26 hingga 28 Mei 2024.

Bacaan Lainnya

Tindakan tersebut dilakukan anggota Polres Klungkung tanpa menunjukkan surat perintah penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan surat tugas. Sehingga dari segi prosedur dinilai sudah menyalahi aturan.

“Terlebih lagi, tindakan kekerasan yang mengakibatkan korban sampai mengalami pecah gendang telinga kiri yang menjadi cacat permanen. Telinga kirinya tidak bisa lagi mendengar,” ungkapnya.

Menariknya, petugas SPKT Polda Bali justru mengarahkan pelaporan kasus ini pada Pasal 352 KUHP atau penganiayaan ringan dengan ancaman pidana penjara maksimal hanya tiga bulan pidana penjara. Penyidik hingga kini juga enggan memanggil dan memeriksa saksi kunci yang mengetahui terjadinya tindakan penyekapan serta penyiksaan yang dilakukan oleh personel Polres Klungkung. Bahkan, beberapa personel Polres Klungkung disebut terus melakukan intimidasi, teror dan sempat meminta korban untuk menandatangani kesepakatan damai dengan para polisi selaku pelaku.

“Proses ini diteruskan oleh penyelidik yang tetap menggunakan pasal ringan tersebut tanpa mempertimbangkan fakta-fakta serta akibat yang dialami oleh korban,” terangnya.

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia berkaitan dengan hak untuk bebas dari penyiksaan, dan hak terhadap akses peradilan yang jujur, adil, dan tidak memihak. Menurut Rezky, harusnya perbuatan para oknum polisi itu diproses dengan pasal berlapis, yaitu sebagai tindak pidana penyiksaan (Pasal 422) KUHP, penganiayaan yang mengakibatkan luka berat (Pasal 351 KUHP), penculikan dan penyekapan (Pasal 328 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), serta pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP) untuk mendorong pertanggungjawaban para pelaku.

“Padahal momentum peringatan hari anti penyiksaan (26 Juni) dan hari Bhayangkara (1 Juli). Namun belum genap satu minggu pasca institusi Kepolisian merayakan hari jadinya, beragam peristiwa pelanggaran HAM dan tindakan sewenang-wenang masih terus dilakukan,” katanya.

Berdasarkan hal tersebut, pihaknya menyatakan sikap dan mendesak agar Kompolnas dan Komnas HAM Republik Indonesia proaktif untuk melakukan pengawasan termasuk memanggil, memeriksa, dan mendesak penegakan hukum pidana serta etik terhadap personel Polres Klungkung yang menjadi pelaku penyiksaan serta pelanggaran unfair trial.

Pihaknya juga mendesak Polda Bali memastikan pertanggungjawaban pidana, etik dan disiplin terhadap semua personel Klungkung yang terlibat dalam tindakan terhadap korban secara profesional, akuntabel, dan transparan. Termasuk tidak menerapkan pasal pidana yang ringan. Polres Klungkung juga diminta agar kooperatif dalam proses pemeriksaan dan bertanggung jawab atas serangkaian tindakan anggotanya dalam kasus ini, sekaligus tidak melakukan intimidasi, kekerasan maupun upaya lainnya untuk merintangi proses pemeriksaan atas peristiwa a quo.

“Kami harap Polres Klungkung dengan segera mengembalikan barang yang dirampas secara melawan hukum dari korban berupa lima buah mobil serta meminta maaf secara terbuka kepada korban dan keluarganya atas tindakan kejam melakukan penyiksaan kepada korban,” pungkasnya.

Sementara Kabid Humas Polda Bali Jansen Avitus Panjaitan menerangkan, Polda Bali telah melakukan tindakan dengan memeriksa pelapor, saksi-saksi, mengumpulkan bukti-bukti dan minta keterangan dokter yang menangani korban, serta meneliti surat Visum Et Repertum,  termasuk mendatangi TKP.

“Permasalahan ini masih berproses dan bila terbukti ada ketidak profesionalan anggota dalam rangkaian proses pengungkapan kasus dugaan jaringan curanmor tersebut, pasti akan dilakukan proses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” katanya. (007)

Pos terkait