JAKARTA | patrolipost.com – Sebanyak 94,8 persen perantau tidak mudik menjelang lebaran Idul Fitri tahun 2020 ini bukan karena dilarang pemerintah, tapi karena alasan kesulitan keuangan akibat terdampak wabah virus corona. Dikutip dari Republika.co.id, hasil survei yang dilakukan Lembaga KedaiKOPI. Namun, sebanyak 29 persen di antaranya menyatakan akan mudik tepat di hari raya Idul Fitri.
Survei tersebut dilakukan sebelum pemerintah memutuskan melarang mudik. Pada survei tersebut juga dikumpulkan informasi tentang respons publik dalam mengatasi Covid-19. Misalnya, tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dipersepsikan efektif oleh warga Jabodetabek terutama terkait pembatasan moda transportasi.
Responden yang berasal dari Jabodetabek menjawab dengan rata-rata 8,40 persen elemen penerapan PSBB telah dilaksanakan di wilayah Jabodetabek. Survei diselenggarakan pada 14-19 April 2020, dengan mewawancarai 405 responden yang merespon dari 2.324 data panel responden di Jabodetabek.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo mengatakan, publik Jabodetabek mempersepsi penerapan PSBB sebagai hal yang efektif, dengan rata-rata tertinggi: pembatasan transportasi (8,7), dan rata-rata terendah: pembatasan kegiatan keagamaan (8,0).
Namun ketika ditanya terkait upaya antisipasi Covid-19, dengan pertanyaan terbuka dan diperkenankan menjawab lebih dari satu, upaya yang telah dilakukan publik masih terbilang rendah. Terdapat tiga besar hal yang sudah mereka lakukan dari temuan pertanyaan tersebut, yaitu rajin cuci tangan (32,6 persen), di rumah saja (25,7 persen) dan menggunakan masker (25,4 persen).
”Walaupun warga mengatakan PSBB efektif, namun ketika ditanya upaya antisipasi yang mereka lakukan persentasenya terbilang rendah. Top of mind ketika mereka ditanyakan menunjuk rajin cuci tangan sebagai aktivitas yang paling mereka lakukan, dan itu-pun hanya 32,6 persen. Hal ini menunjukkan tindakan untuk pengantisipasian di level personal masih rendah,” kata Kunto.
Angka responden Jabodetabek yang memercayai bahwa masyarakat Indonesia kebal pada Covid-19 terbilang rendah, hanya 7,4 persen yang setuju bahwa masyarakat Indonesia kebal Covid-19. Sedangkan, 92,6 persen tidak setuju bahwa masyarakat kebal Covid-19, dengan rata-rata 2,28 dari skala 10.
”Persentase ketidaksetujuan akan kekebalan Covid-19 ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan Survei Persepsi Publik Indonesia tentang Virus Corona yang diselenggarakan oleh KedaiKOPI sebelumnya yaitu pada 3-4 Maret 2020.”
”Pada saat telesurvei yang diselenggarakan pada bulan Maret tersebut, hanya 65,1 persen menjawab tidak setuju bahwa masyarakat Indonesia kebal Covid-19, dan ada 34,9 persen yang setuju bahwa masyarakat Indonesia kebal Covid-19, dengan rata-rata 4,29 dari skala 10,” ujar Kunto.
Sedangkan, terkait kepanikan Kunto mengatakan, 39,3 persen dari responden menjawab panic buying adalah hal yang paling mungkin terjadi, sedangkan di urutan kedua, 22,7 persen menjawab timbulnya rasa takut/stigma negatif terhadap penderita serta petugas medis.
Seperti diketahui pemerintah selalu mengedepankan imbauan untuk tidak panik. Terkait temuan tersebut, Kunto mengatakan, ”namun, panik sebenarnya tidak sama dengan takut, justru takut diperlukan dalam penanganan krisis. Himbauan panik dapat dialihkan ke skema ketahanan dengan melibatkan komunitas.”
Untuk kebijakan bekerja dari rumah atau (WFH), sebesar 35,1 persen dari responden menjawab masih bekerja di luar rumah, dan 64,9 persen telah bekerja dari rumah (work from home). ”Imbauan pemerintah untuk melakukan pekerjaan dari rumah, telah dipatuhi hampir 65 persen dari responden,” tutur Kunto.
Kemudian, 60,7 persen responden menjawab penghasilan dan pendapatan dirinya atau keluarga lebih buruk setelah ada imbauan work from home atau PSBB, 38,8 persen responden menjawab sama saja, sedangkan hanya 0,5 persen yang menjawab lebih baik dari sebelumnya.
Kunto mengatakan, terkait Kartu Prakerja, 94.3 persen dari responden mengatakan tidak memiliki kartu yang menjadi salah satu program kampanye Jokowi pada Pemilu 2019 kemarin, dan hanya 4,5 persen yang sedang dalam proses pendaftaran. Sisanya, 1,2 persen menjawab telah memiliki Kartu Prakerja. Kartu Prakerja sendiri mengalami kenaikan alokasi dari yang sebelumnya hanya 10 triliun menjadi 20 triliun, untuk penanganan dampak ekonomi Covid-19 ini.
Sebesar 94,8 persen responden menjawab tidak akan mudik, sebab alasannya adalah penghasilan dan kondisi keuangan dirinya memburuk. Namun 29 persen dari para pendatang atau bukan asli daerah Jabodetabek mengatakan akan mudik tepat pada Hari Raya Idul Fitri nanti, 29,5 persen menjawab ragu-ragu dan 41,5 persen menjawab tidak akan mudik.
Sebanyak, 93,8 persen responden menjawab khawatir bahwa diri mereka akan tertular Virus Corona/Covid-19. Rata-rata kekhawatiran akan tertular adalah 8,67 dari skala 10. Sedangkan 34,1 persen publik Jabodetabek mengetahui di sekitar (rumah, tempat kerja, dan pergaulan) terdapat orang yang berstatus pasien positif virus corona/Covid-19 dan pasien dalam pengawasan (PDP).
Terdapat 72,6 persen responden yang optimis darurat Covid-19 dapat diatasi hingga 29 Mei 2020. Rata-rata menjawab 6,81 dari skala 10 terkait optimisme penyelesaian Covid-19 dalam waktu dekat tersebut.(305/grc)