Askawi Mabar Sebut Kebijakan Penarikan Pajak Hotel dan Restoran Kapal Wisata Terlalu Dipaksakan

kapal wisata2
Sejumlah kapal wisata tengah berlabuh di sekitar Pelabuhan Labuan Bajo. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Asosiasi Kapal Wisata (Askawi) Kabupaten Manggarai Barat meminta Pemkab Manggarai Barat meninjau kembali rencana penerapan penarikan pajak-pajak jasa akomodasi perhotelan dan pajak makan minum terhadap kapal wisata yang akan mulai diberlakukan Januari 2024.

Ketua Umum Askawi Manggarai Barat Ahyar Abadi menyebutkan rencana penarikan pajak hotel dan restauran terhadap kapal – kapal wisata ini tidak dilakukan melalui sebuah perencanaan yang matang yang tentu harus memperhatikan semua faktor yang saling berkaitan. Salah satunya adalah dampak buruk bagi citra pariwisata Labuan Bajo yang selama ini sudah dikenal mahal akan semakin mahal. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada jumlah kunjungan wisatawan.

Bacaan Lainnya

“Menjelang akhir tahun iklim pariwisata di Labuan Bajo sebagai destinasi wisata premium kembali mendapat kabar buruk, dimana kapal wisata akan dibebankan Pajak Hotel dan Restaurant (PHR). Ini akan menganggu aktivitas pariwisata di Labuan Bajo.”

“Karena ini akan berdampak langsung kepada para wisatawan. Karena jika semua kapal wisata dibebankan pajak lagi, maka ini akan menimbulkan efek domino. Harga sewa kapal pasti akan membengkak dari harga sebelumnya, belum lagi harga BBM yang gak jelas, udah naik, turun, nanti naik lagi. Ini kan kacau,” ujar Ahyar, Selasa (12/12/2023).

Ahyar menyampaikan image pariwisata Labuan Bajo yang terkenal mahal masih menjadi keluhan utama para wisatawan yang datang berkunjung. Ditambah faktor lain seperti harga tiket pesawat yang mahal serta tarif masuk Taman Nasional Komodo yang juga terbilang tidak murah. Hal ini pun menjadi dasar jumlah kunjungan wisatawan yang tidak seramai tahun tahun sebelumnya di saat situasi normal (tanpa memperhitungkan situasi saat pandemi Covid-19.

“Wisatawan akan kewalahan untuk datang ke Labuan Bajo, karena harus menggelontorkan dana yang banyak. Harga tiket pesawat ke Labuan Bajo juga masih relatif mahal. Belum lagi tiket maupun jasa ranger di Taman Nasional Komodo yang ikut menari ibarat pasang surutnya air laut,” tambahnya.

Askawi Mabar lanjut Ahyar berharap Pemkab Manggarai Barat seharusnya tidak memaksakan pemberlakuan sebuah kebijakan tanpa melalui sebuah perencanaan yang matang atau terkesan hanya melihat dari sisi keuntungannya saja.

“Kami dari Askawi berharap agar kebijakan ini tidak dipaksakan dan perlu ditinjau kembali. Dikaji dulu apa dampak dari kebijakan ini. Jangan hanya melihat angka keuntungan langsung dieksekusi. Bisnis wisata ini sistematis, gak instan seperti bisnis lainnya. Perlu perencanaan yang matang bagi wisatawan untuk datang ke Labuan Bajo,” sebutnya.

Tanpa melalui perencanaan yang matang tentunya hanya akan mengakibatkan kerugian yang besar bagi industri pariwisata di Labuan Bajo.

“Mereka menabung dulu, kemudian mencari informasi tentang Labuan Bajo, terus membuat perjanjian dengan para operator tour, kemudian memesan paket liburan, pesan hotel, guide, tour operator agent/ kapal, transportasi bahkan sampai pesan makanan khas yang ada di Labuan Bajo. Nah, jika kebijakan ini diberlakukan secara serentak dalam jangka waktu yang singkat, pasti akan jadi boomerang,” paparnya.

Rencana penerapan kebijakan yang hanya tinggal menghitung hari ini tentu juga dianggap tidak dilakukan melalui sebuah proses yang baik dan benar, dimana seharusnya dilakukan sosialiasi terlebih dahulu kepada stakeholder terkait.

“Point kedua dari kami adalah, dilakukan sosialiasi secara matang. Misalnya, diadakan sosialisasi 1 atau 2 tahun sebelum diberlakukan, sehingga para pelaku wisata siap dengan berbagai kebijakan yang akan diterapkan,” sebutnya.

Alih alih berkonsentrasi pada upaya mengejar peningkatan PAD melalui sektor pariwisata dengan mengeluarkan kebijakan pengenaan pajak yang terkesan mendadak dan membebankan para pelaku wisata, Pemkab Mabar sebut Ahyar seharusnya terlebih dahulu berkonsentrasi pada peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukung untuk menunjang aktivitas wisata, baik yang ada di darat maupun di perairan. Salah satu contoh adalah ketersediaan mooring bagi kapal-kapal wisata. Karena selama ini, mooring dalam kawasan TNK jumlahnya sangat terbatas.

“Selain itu Pemkab juga harus serius menangani masalah-masalah keselamatan, seperti pengadaan Puskesmas Apung untuk mengantisipasi masalah-masalah emergency baik wisatawan maupun pelaku wisata. Nah, jika sarana dan prasarana ini sudah siap semua, tanpa dimintai pajak pun kami tetap support Pemkab untuk meningkatkan PAD,” tutupnya.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), akan mengenakan pajak jasa akomodasi perhotelan dan pajak makan minum terhadap kapal wisata mulai Januari 2024. Pungutan pajak tersebut sama seperti pajak hotel dan restoran yang ada di daratan selama ini.

Pajak tersebut mulai tahun depan nomenklaturnya berubah menjadi pajak jasa akomodasi perhotelan dan makan minum. Pungutan pajak kapal wisata itu akan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru Kabupaten Manggarai Barat.

“Mulai diberlakukan Januari 2024. Mekanisme tidak jauh berbeda dengan akomodasi jasa perhotelan dan makan minum yang ada di darat. Tarifnya sama 10 persen,” ujar Maria Yuliana Rotok, Kepala Bapenda Mabar, seperti dikutip dari detikbali, Selasa (5/12/2023).

Adapun mekanisme penghitungan 10 persen pajak jasa akomodasi perhotelan dan pajak makan minum kapal wisata itu dihitung dari harga jual paket wisata kapal yang telah memuat biaya makan minum dan jasa penginapan. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *