BANGLI | patrolipost.com – Badan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BKPAD) Bangli optimis target pendapatan dari pajak hotel dan restoran (PHR) terealisasi. Pasalnya, hingga Senin (7/10/2024) realisasi pajak sudah mencapai Rp 17 miliar.
Kepala BKPAD Bangli Dewa Agung Bagus Riana Putra mengatakan pihaknya terus berupaya untuk mengoptimalkan pendapatan terutama dari PHR. Ada ratusan wajib pajak hotel, restoran hingga rumah makan yang ada di Bangli.
Kata pejabat asal Puri Kayubihi, Bangli ini, untuk target dari pajak hotel pada APBD Induk 2024 sebesar Rp 3 miliar. Berkaca dari potensi di lapangan pihaknya menambah target lagi Rp 3 miliar. “Pada APBD perubahan ditambah lagi Rp 3 miliar. Sehingga total target Rp 6 miliar,” jelasnya.
Sementara sejauh ini realiasasi pajak hotel Rp Rp 4,6 miliar lebih. Melihat waktu yang tersisa, pihaknya optimis target bisa terealiasi. Lanjutnya, untuk pajak restoran maupun rumah makan target Rp 16,999 miliar. Sementara sudah terealisasi Rp 12,379 miliar.
Selain hotel dan restoran, pihaknya juga menggali potensi pendapatan dari glamping. Tidak sedikit glamping berkembang di Bangli, khususnya di kawasan Kintamani.
Agung Riana tidak menampik jika masih ada pelaku usaha yang enggan membayar pajak. Pelaku usaha beralasan sudah membayar pajak ke desa. Saat dikroscek, ternyata yang dibayarkan ke desa adalah sewa lahan. “Tentu pajak dan sewa lahan ranahnya berbeda,” ungkap Agung Riana.
Selain itu Agung Riana juga menyinggung bahwa pihaknya kesulitan mendapatkan data kunjungan tamu ke objek usaha. Ada pelaku usaha yang merasa risih jika dilakukan pemasang alat.
“Kami memasang alat untuk mencatat aktivitas di tempat usaha. Mereka mengaku risih ini, tentu menjadi pertanyaan. Kami terus melakukan pendekatan dengan pelaku usaha,” ungkapnya.
Ditambahkan pula, ada permintaan pemasangan alat berlandaskan keadilan. Alat dipasang pada objek dengan potensi pendapatan yang cukup tinggi. Mengingat untuk pemasangan alat memerlukan anggaran cukup besar.
“Kami tidak bisa memasang alat di tempat glamping yang punya 2 atau 3 kamar. Alat harganya jutaan rupiah, sementara pajak yang dihasilkan kecil,” kata Agung Riana. (750)