Demo Ojol di Monas Ricuh! Flare Menyala, Polisi Bentrok dengan Massa

ojol 1aaaa
Aksi demonstrasi pengemudi ojek online di kawasan Monas, Jakarta Pusat diwarnai kericuhan, Senin (21/7/2025). (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Aksi demonstrasi pengemudi ojek online (ojol) 217 di kawasan Monas, Jakarta Pusat, pada Senin (21/7/2025), diwarnai kericuhan. Massa memaksa bertemu langsung dengan Presiden Prabowo Subianto, namun upaya tersebut dihadang aparat keamanan.

Kericuhan bermula saat massa aksi mulai kesal karena tidak diizinkan bertemu langsung dengan Presiden. Mereka lantas mendorong pagar besi dan berupaya menembus barikade polisi.

Suasana semakin panas ketika salah satu peserta aksi nekat menyalakan flare. Aparat kepolisian yang melihat kejadian itu langsung bergerak masuk ke tengah massa untuk memadamkannya. Adu dorong antara pengemudi ojol dan petugas tak terelakkan.

“Tolong korlap di atas mobil komando tidak memprovokasi,” ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol. Susatyo P. Condro di lokasi.

Massa makin tersulut. Mereka mencoba menghalangi polisi yang hendak mengamankan pelaku pembakar flare. Kericuhan berupa dorong-dorongan dan adu mulut pun berlangsung selama beberapa menit.

Tak hanya itu, orasi para pengemudi ojol sempat terhenti lantaran mobil komando yang digunakan mereka disebut mengalami kerusakan akibat ulah petugas.

“Coba sini polisi yang merusak mobil komando kami datang kesini. Kalau tidak berani berhadapan sama saya mari kita ngomong baik-baik,” teriak seorang orator perempuan dengan nada tinggi dari atas mobil komando.

Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia Raden Igun Wicaksono sebelumnya mengatakan, aksi ini diikuti pengemudi ojol yang menjadi korban dari kebijakan aplikator. Mereka berasal dari pengemudi roda dua dan roda empat yang tergabung dalam berbagai komunitas.

Dalam aksinya, para ojol menyuarakan lima tuntutan penting, yakni, menurunkan potongan aplikasi menjadi 10 persen, mendesak pemerintah menerbitkan UU Transportasi Online atau PERPPU, membuat aturan tarif untuk layanan antar barang dan makanan.

Selain itu mereka juga meminta agar pemerintah melakukan audit investigatif terhadap perusahaan aplikator dan menghapus sistem promo yang merugikan pengemudi.

Menurut Igun, seluruh tuntutan ini bukan asal-asalan, melainkan telah melalui kajian mendalam.

“Nah, pada saat itu biaya potongan aplikasi memang sudah berlaku 20 persen pada tahun 2020. Pada saat kami mengajukan 10 persen dan kami ajukan secara kajian baik akademik maupun empirisnya perusahaan aplikator menurunkan dari 20 persen mengambil jalan tengah di 15 persen,” terangnya.

Namun, situasi kembali tak menguntungkan bagi para driver ketika aplikator disebut menambah potongan secara sepihak.

“Jadi dengan adanya potongan 15 persen ditambah 5 persen, ini Indonesia adalah menempati potongan biaya aplikasi tertinggi di Asia,” jelasnya. (305/jpc)

Pos terkait