TEL AVIV | patrolipost.com – Pihak berwenang Israel telah menangkap Jeremy Loffredo (28), jurnalis independen asal Amerika Serikat (AS), setelah serangan lebih dari 180 rudal Iran ke negara Yahudi tersebut. Loffredo diadili di pengadilan Israel di Yerusalem dengan salah satu tuduhannya adalah membocorkan Pangkalan Udara Nevatim sebagai markas jet tempur siluman F-35 Zionis kepada Iran.
Tuduhan itu dikecam pengacaranya karena jurnalis itu melakukan pekerjaan jurnalistik secara objektif, yakni melaporkan wilayah-wilayah Israel sebelum, selama, dan sesudah serangan rudal 1 Oktober.
Israel telah memberlakukan sensor ketat pada liputan media tentang konflik yang sedang berlangsung, termasuk lokasi serangan rudal, lokasi peluncuran, pergerakan pasukan, dan aktivitas militernya di dekat perbatasan Gaza dan Lebanon.
Namun, Loffredo dikenal karena peliputannya yang mendalam mengenai berbagai isu politik, sosial, dan ekonomi dunia. Dia sering kali menyoroti perspektif yang berbeda dari narasi utama media mainstream, terutama dalam konteks kebijakan luar negeri, ketidakadilan sosial, dan korupsi. Loffredo juga aktif di media sosial dan platform-platform alternatif, di mana dia berbagi analisis dan laporan yang bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih luas kepada publik.
Mengutip dari halaman linkedin-nya, Loffredo menuliskan sosoknya sebagai jurnalis investigasi asal New York. Dia merupakan lulusan jurnalistik dan studi internasional Manhattan College. Dia tercatat pernah menjadi jurnalis The Riverdale Press, WBAI, RT (khusus investigasi), dan sekarang aktif sebagai jurnalis investigasi di The Grayzone. Polisi Israel telah meminta agar penahanan Loffredo diperpanjang untuk pemeriksaan lebih lanjut, meski ada laporan bahwa dia telah dibebaskan. Pejabat dari Kedutaan Besar AS telah hadir di ruang sidang saat jurnalis itu diadili di Israel. Mengingat statusnya sebagai koresponden asing, pemerintah AS khawatir tentang potensi ketegangan diplomatik atas penangkapannya oleh Israel. Pengacara Loffredo, Leah Tsemel, mengatakan dalam argumennya di pengadilan bahwa penangkapan terhadap kliennya itu tidak adil.
“Dia mempublikasikan informasi tersebut secara terbuka dan lengkap, tanpa berusaha menyembunyikan apa pun. Jika informasi ini berguna bagi musuh, banyak jurnalis lainnya, termasuk wartawan Israel, harus ditangkap,” katanya.
“Seorang mata-mata tidak akan bertindak secara terbuka dan transparan seperti itu,” tegasnya dalam argumennya. Pada 1 Oktober, Iran meluncurkan lebih dari 180 rudal sebagai balasan atas pembunuhan mantan kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah, dan komandan Korps Garda Revolusi Islam Iran Abbas Nilforoushan. Militer Israel kemudian mengakui bahwa serangan rudal tersebut menyebabkan kerusakan pada beberapa pangkalan udaranya, dengan menegaskan bahwa persiapan untuk pembalasan terhadap Teheran sedang berlangsung. Iran telah membela tindakannya, dengan mengutip Pasal 51 Piagam PBB, yang menegaskan hak negara-negara anggota untuk menggunakan kekuatan dalam membela diri terhadap serangan bersenjata.
Militer Iran mengeklaim serangan rudal tersebut telah menghancurkan sekitar 20 jet tempur siluman F-35 Israel di Pangkalan Udara Nevatim. Namun, militer Zionis menyangkal klaim tersebut. Citra satelit memperlihatkan kerusakan pada Pangkalan Udara Nevatim, khususnya pada hanggar pesawat. (305/snc/bbc)