SINGARAJA | patrolipost.com – Penetapan tersangka terhadap mantan Kepala Kejaksaan Negeri Buleleng FR membuat publik Buleleng terhenyak. Pasalnya, kasus dugaan korupsi pengadaan buku perpustakaan desa dan sekolah itu selama ini sudah dianggap mengendap akibat ‘masuk angin’.
Padahal sebelumnya, bau amis tercium menyengat atas dugaan adanya kongkalingkong dalam kasus pengadaan buku perpustakaan desa di tahun 2018. Bahkan sempat menjadi perbincangan publik karena adanya dugaan tekanan dari oknum kejaksaan yang membuat para kepala desa/perbekel tidak berani untuk tidak setor dana pengadaan buku perpustakaan desa yang nilainya ratusan juta rupiah.
Sebelumnya Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap FR, mantan Kajari Buleleng dan dan S selaku Direktur Utama CV Aneka Ilmu. Dengan dalih pinjaman modal diduga merupakan modus untuk menutupi pemberian uang fee atas proyek pengadaan buku dari CV Aneka Ilmu kepada tersangka FR.
Ia berperan menawarkan buku-buku yang diterbitkan oleh CV Aneka Ilmu khususnya yang didanai dengan menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) ataupun Biaya Operasional Sekolah (BOS) kepada pihak Dinas Pemerintahan Daerah, pihak paguyuban desa, dan pihak-pihak terkait lainnya.
FR sebelumnya pada 2018 menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Buleleng. FR mengarahkan agar desa-desa di Kabupaten Buleleng membeli buku CV Aneka Ilmu dalam rangka melaksanakan proyek pengadaan buku perpustakaan desa di Kabupaten Buleleng, yang pada akhirnya CV Aneka Ilmu mendapatkan proyek pengadaan buku untuk perpustakaan desa di Kabupaten Buleleng.
FR dijerat Pasal 12 B atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan total dugaan korupsi sebesar Rp 24,5 miliar. Ia ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung sejak 27 Juli 2023 untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
‘Sang bulldozer’ julukan itu pernah disematkan kepada FR karena tindak tanduknya selama menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Buleleng sangat berani melakukan tekanan kepada sejumlah pihak untuk menuruti keinginannya.
Hal itu disampaikan Ketua Badan Eksektuf LMS Gema Nusantara Anthonius Sanjaya Kiabeni kepada awak media, Kamis (3/8/2023). Menurutnya, ia telah lama melaporkan FR ke Kejaksaan Tinggi Bali atas banyak kasus yang salah satunya soal pengadaan buku perpustakaan di desa.
“Saat itu setiap kepala desa diminta menganggarkan Rp 150 juta untuk pengadaan buku perpustakaan desa. Hampir semua kepala desa mengikuti keinginan FR itu karena takut,” terang Anton.
Menurutnya, ketakutan para kepala desa itu karena sebelumnya telah diancam akan dikasuskan jika tidak menyetor uang sebesar Rp 50 juta. Akibatnya para kepala desa tidak berkutik dan terpaksa menyiapkan anggaran untuk pengadaan buku perpustakaan.
“Sebetulnya tidak hanya soal buku perpustakaan, ada banyak kasus lain terutama menekan para kontraktor agar memenuhi keinginan dia (FR),” imbuhnya.
Sementara terkait penetapan Farur Rozi menjadi tersangka, kata Anthon banyak pejabat Buleleng yang telah diperiksa oleh tim Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Tinggi Bali di Denpasar. Diantaranya mantan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna dan Gede Suyasa yang saat itu menjabat Kadisdikpora Buleleng.
“Bahkan kepala-kepala desa juga diperiksa untuk dimintai keterangan atas sejumlah kasus yang melibatkan FR. Hanya ada dua kepala desa yang menolak keinginan FR saat itu yakni Kepala Desa Baktiseraga dan Panji Anom,” ungkapnya.
Dengan penetapan FR sebagai tersangka tersebut, kata Anthon akan memulihkan kepercayaan publik khususnya di Buleleng terhadap kinerja Kejaksaan dibawah Jaksa Agung ST Burhanuddin yang selama ini sempat diragukan.
“Tindakan tegas kepada jaksa-jaksa nakal oleh Jaksa Agung ini sangat berpengaruh terhadap kepercayaan publik yang selama ini diragukan. Kita patut apresiasi ini,” tandas Anthon. (625)