DENPASAR | patrolipost.com – Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Maranatha Denpasar kembali digugat karena diduga telah menguasai sertifikat tanah milik Michael Neno (paman dari Aldabert Iwan Viktor Neno, Red) tanpa alas hak.
Menurut Marthen Boiliu selaku kuasa hukum penggugat-Iwan Neno mengatakan, gugatan perdata dengan nomor perkara 771/Pdt.G/2020/PN.Dps tahun 2020 sudah memasuki sidang kedua. Sidang pertama digelar pada 28 September 2020 namun Tergugat I yakni GPIB Maranatha Denpasar dan Tergugat II yakni Sinode GPIB di Jakarta tidak datang. Pada sidang kedua tanggal 19 Oktober 2020 Tergugat I hadir. Namun Tergugat II tidak hadir.
“Pada sidang kedua, dari meja informasi panitera sidang, kami mendapatkan Informasi kalau Tergugat I hadir, sementara Tergugat II dari Sinode GPIB tidak hadir,” ujar Marten saat dikonfirmasi di Denpasar, Kamis (22/10) lalu. Sidang akan dilanjutkan tanggal 11 November 2020 sesuai informasi penundaan yang diperoleh dari Panitera perkara tersebut.
“Dalam sidang kedua tersebut, pihaknya juga langsung mendaftar gugatan perdata tentang penguasaan Paspor milik kliennya Unun Hadinansi Neno oleh GPIB Maranatha Denpasar tanpa alas hak dan melawan hukum. Gugatan perdata ini telah didaftarkan dengan nomor perkara 989/Pdt. G/2020/PN Dps,” ungkapnya.
Dikatakan Marten, kasus ini digugat ke PN Denpasar karena paspor milik Unun ditahan atau disita oleh GPIB Maranatha Denpasar tanpa alasan yang jelas. Hal tersebut terlihat dari jawaban Somasi pihak GPIB Maranatha Denpasar atas Somasi/Teguran yang dilayangkan oleh Unun Hadinansi Neno melalui kuasanya. Oleh karena GPIB Maranatha tidak mengindahkan Somasi tersebut, maka diajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum kepada Pengadilan Negeri Denpasar.
Selain mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum, pihak Unun Hadinansi Neno juga telah membuat pengaduan terhadap beberapa Pengurus Gereja GPIB Maranatha Denpasar atas dugaan tindak pidana pemerasan di Polresta Denpasar.
“Kami juga sudah melakukan pengaduan masyarakat oleh klien kami Unun Hadinansi Neno ke Polresta Denpasar terkait dengan adanya dugaan tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh beberapa Pengurus GPIB Maranatha Denpasar terhadap klien kami Unun dengan sesuai Tanda Terima Pengaduan Masyarakat Nomor Reg: DUMAS/947/IX/2020/BALI/RESTA DPS tanggal 29 September 2020 dan telah ada tindak lanjut dari Polresta Denpasar atas Pengaduan tersebut dengan Surat Undangan Klarifikasi Nomor B/2244/X/2020/Reskrim tanggal 3 Oktober 2020 kepada Klien Kami untuk dimintasi klarifikasi pada hari Kamis tanggal 22 Oktober 2020,” ujar Marthen.
Dijelaskan Marten, dugaan tindak pidana pemerasan tersebut terjadi pada saat Unun diminta membuat surat pernyataan mengakui menggunakan uang gereja GPIB Maranatha sebesar Rp 289.000.000,- dengan tekanan dan intimidasi tanpa didampingi pihak keluarga dan Surat Pernyataan tersebut dibuat berdasarkan kemauan dari dua Pengurus Gereja GPIB Maranatha yang mengaku mewakili GPIB Maranatha Denpasar. Dimana awalnya Unun mendapat Surat Peringatan dari Pihak GPIB Maranatha Denpasar yang isinya menyebutkan telah terjadi selisih Kas Gereja GPIB Maranatha Denpasar sebesar Rp. 70.000.000, ( tujuh puluh juta rupiah) lebih.
Namun setelah mendapat Surat Peringatan tersebut Unun malah diminta membuat surat pernyataan disertai tekanan dan intimidasi untuk mengakui telah menggunakan kas gerega GPIB Maranatha sebesar Rp 289.000.000 (dua ratus delapan puluh sembilan juta rupiah) namun belakangan Unun diminta untuk bertanggung jawab atas selisih kas Gereja GPIB Maranatha Denpasar sebesar Rp. 289.070.875,- (dua ratus delapan puluh sembilan juta tujuh puluh ribu delapan ratus tujuh puluh lima rupiah).
Pada tahun-tahun sebelumnya ada pengurus gereja yang dijatuhi sanksi skorsing karena selisih kas gereja yang tidak sedikit dan itu cuma dijatuhi skorsing, namun pertanggungjawaban selisih kas tersebut tidak jelas dan menguap begitu saja.
Selain dari langkah-langkah hukum yang sudah diambil tersebut diatas, masih ada langkah hukum yang akan diambil pihak Unun, tinggal menunggu waktu saja.
Kasus hukum berkepanjangan ini berawal dari sertifikat tanah milik Michael dititipkan ke Iwan Neno pada bulan Juni 2019 lalu untuk maksud dan urusan di salah satu Bank di Denpasar. Pasalnya, objek tanah tersebut berada di Kabupaten Gianyar, Bali. Sedangkan Michael Neno sendiri tinggal di Amarasi, Kupang, NTT.
“Nah, klien kami Michael menyerahkan sertifikat tanah itu kepada Iwan Neno untuk urusan tersebut, tetapi belum sampai pada urusan Michael di Bank, GPIB Maranatha Denpasar mengaku mengalami selisih kas sebesar Rp. 289.070.875, dan selisih kas tersebut dituduhkan kepada anak perempuan dari Michael Neno yaitu Unun Hadinansi Neno yang tidak lain sebagai pegawai GPIB Maranatha Denpasar.
Tanggal 2 Juli 2019 lalu, Unun dipanggil seorang diri oleh pihak GPIB Maranatha tanpa sepengetahuan keluarga. Saat itulah, Unun diduga mengalami intimidasi maupun tekanan. Dan dalam keadaan tidak berdaya melawan desakan dan tekanan pihak GPIB Maranatha Denpasar, Unun dipaksa membuat surat penyataan mengakui menggunakan uang kas GPIB Maranatha sebesar Rp 289 juta.
Setelah pemanggilan Unun itu, pihak GPIB menyampaikan hal tersebut kepada Iwan Neno terkait penggunaan uang kas gereja yang dituduhkan kepada Unun. Iwan Neno dalam keadaan sedikit panik tanpa pikir panjang ketika itu terpaksa menyerahkan sertifikat tanah milik Michael Neno kepada pihak GPIB Maranatha sebagai jaminan penyelesaian sampai pihak GPIB Maranatha Denpasar dapat menghadirkan bukti audit independen maupun dokumen-dokumen berita acara pemeriksaan periodik atas kas gereja serta bukti-bukti pendukung lainnya guna dapat dibuktikan apakah benar selisih kas GPIB Maranatha sebesar Rp 289 juta.
Setelah ditunggu beberapa bulan, pihak GPIB Maranatha tidak bisa memberikan bukti-bukti dimaksud yang diminta Iwan Neno. Karena tidak bisa memberikan bukti terkait tuduhan terhadap Unun, maka Iwan meminta pihak GPIB Maranatha Denpasar mengembalikan sertifikat tanah milik Michael Neno melalui surat bertanggal 3 September 2019, surat bertanggal 4 Oktober 2019, surat tanggal 11 November 2019, dan surat bertanggal 21 Februari 2020.
Namun, permintaan pengembalian sertipikat tersebut tidak mendapat tanggapan dari pihak GPIB Maranatha Denpasar. Atas hal tersebut, Michael Neno selaku pemilik sertifikat melalui Kantor Hukum Marthen Boiliu & Partners melayangkan surat somasi I tanggal 13 Mei 2020 dan somasi II dan terakhir tanggal 28 Mei 2020, tetapi dalam jawaban somasi dari pihak GPIB Maranatha Denpasar tanggal 2 Juni 2020 tidak dapat menunjukkan kuasa sah dari Michael Neno sebagai alas hak menguasai setipikat tanah tersebut.
Sudah Lapor ke Polda
Sementara GPIB Maranatha Denpasar melalui Ketua I Samuel Uruilal dan Ketua II, Fredrik Billy mengatakan, pihaknya sudah lebih awal melaporkan Unun ke Polda Bali. Itu berdasar hasil audit internal gereja yang sudah dilakukan.
”Kini tinggal audit eksternal, maka satusnya terlapor (Unun) akan ditentukan. Kami tidak mau bahas tentang laporan pemerasan, ya itu masing-masing orang punya hak selama dia bisa membuktikan,” kata Samuel, Sabtu (24/10/2020).
Terkait gugatan penguasaan paspor yang dilayangkan ke PN Denpasar oleh Unun, Samuel membeber kronologi kejadian. Awalnya, setelah Gereja mengetahui Unun mengambil uang Gereja untuk kepentingan pergi ke luar negeri, pihaknya meminta menunjukkan paspor. Saat ini, Unun membawa paspor dan dicocokan dengan pernyataannya. Ternyata, benar. Yang bersangkutan mengambil uang gereja sedikit demi sedikit kemudian menukarkan ke money changer untuk dipakai keluar negeri.
Dia keluar negeri meninggalkan Indonesia pada 3 November 2018 dan baru kembali pada 14 November 2018. Hal ini terungkap setelah pengurus gereja memergoki sejumlah foto di Instragram Unun.
“Dia ke Thailand, Malaysia dan Singapura. Dia akui pakai uang Gereja dan membuat surat penyataan sendiri. Kami meminta membawa paspor ke Gereja untuk difotokopi untuk kepentingan arsip, bukan menahan. Dia yang tidak mau mengambil, padahal sudah dihubungi kepala Gereja. Bagi kami tak ada guna, ngapain kami menahan paspornya. Kami sudah mempersilakan untuk mengambil. Namun yang bersangkutan tidak datang juga,” tuturnya.
Terkait dugaan pemerasan kas Gereja yang berubah, Fredrik Billy menambahkan selisih kas Gereja itu terkait dengan audit internal. Ada modusnya saat pegambilan uang yang dilakukan saudara Unun. Unun awalnya bertugas di bagian pembukuan sebelum akhirnya dipindahkan ke kasir tahun 2018. Terkait audit independen yang diminta pihak Unun, Billy mengaku pihak Gereja sudah melakukan. ”Kita tunggu saja. Mungkin satu atau dua hari ke depan sudah selesai,” ujarnya.
Sementara Vence Sanger selaku sekretaris pelaksana harian jemaat GPIB menambahkan pihaknya tetap mengikuti mekanisme GPIB. “ Kita tetap ikut tata Gereja. Sudah kami lapor ke Polda dan kami disomasi, kami sudah jawab. Kami mempercayakan kepada Bapak Samuel dan Pak Billy untuk menjawab apa yang digugat oleh Iwan dan Mikael Neno,” katanya. (007)