GIANYAR | patrolipost.com – Menjadi persembahan pamungkas Kabupaten Gianyar, Dolanan Gayung Batu yang dipentaskan Sekaa Gong Praja Hitha Swara Desa Blahbatuh bersama Anak-anak Sanggar Windhu Candra Budaya dan Sanggar Paripurna Blahbatuh mengundang decak kagum penonton yang hadir memadati Panggung Terbuka Ardha Candra Denpasar, Selasa (24/6/2025).
Gong Kebyar Anak-anak Kabupaten Gianyar mampu menunjukkan penampilan dominan di hadapan Gong Kebyar Anak-anak Sanggar Seni Santhi Budaya Duta Kabupaten Buleleng.
Dolanan Gayung Batu sendiri terinspirasi dari perkembangan jaman yang begitu pesat dapat mempengaruhi perkembangan anak-anak, sehingga banyak hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh anak-anak justru menjadi hal yang lumrah bahkan ngetren dikalangan anak-anak. Melihat fenomena tersebut maka muncul ide untuk melestarikan permainan Dolanan yang berjudul Gayung Batu.
Gayung Batu merupakan sebuah permainan dolanan tradisional yang dimainkan oleh anak-anak di Desa Blahbatuh pada zaman dulu. Permainan tersebut menggunakan batu sebagai alat utama dan memerlukan keterampilan serta strategi keseimbangan kaki agar batu yang digayung tidak jatuh dari kaki.
Permainan ini menggayung batu dan melemparkannya dengan kaki ke batu yang ada di dalam sebuah bingkai kotak yang dibuat dari bambu. Siapa yang berhasil mengenai batu yang ada di tengah kotak dia lah yang menjadi pemenangnya.
Dalam Dolanan tersebut juga terselip berbagai nasehat untuk selalu menjaga keseimbangan lingkungan, mulai dari menjaga kebersihan dengan memilah sampah, ataupun hidup berdampingan antar sesama dan beryadnya. Hal tersebut senada dengan tema PKB XLVII Tahun 2025 yakni Jagat Kerthi Lokahita Samudaya yang artinya Harmoni Semesta Raya.
Sebelum menampilkan pertunjukan pamungkasnya, Duta Gong Kebyar anak-anak Kabupaten Gianyar juga menampilkan Tari Cendrawasih dan Tabuh Kreasi Baru yang berjudul Dharani Nadi yang berrarti Nadi Bumi.
Dharani Nadi menggambarkan bagaimana aliran energi bumi menjadi sumber kehidupan bagi semua makhluk. Seperti halnya bumi yang selalu berdenyut dengan energi yang menghidupi alam, karya tabuh kreasi ini mencoba menangkap esensi getaran dan ritme yang lahir dari tanah, yang melambangkan siklus kehidupan yang abadi.
Bumi bukan hanya sekedar tempat berpijak, namun sebagai sumber kehidupan yang memiliki ritme dan denyutnya sendiri, juga beresonansi dengan seluruh makhluk hidup. Energi ini dapat dirasakan dalam berbagai bentuk, seperti getaran tanah, aliran air bawah tanah, hingga denyut kehidupan yang dirasakan manusia dalam kesadarannya terhadap alam.
Dharani Nadi bukan sekadar karya musikal, tetapi juga sebuah refleksi akan hubungan manusia dengan bumi, siklus kehidupan, dan pentingnya pendidikan seni bagi generasi muda. Melalui metafora tanah sebagai gamelan, anak-anak sebagai tunas seni, dan materi sebagai pupuk, yang dimana melalui karya ini pengkarya berusaha menerapkan satu hal yaitu, kesenian dapat berkembang jika dirawat dengan penuh kesadaran dan penghormatan terhadap warisan budaya. (kominfo)