BANGLI | patrolipost.com – Dinas Kesehatan Bangli mencatat hingga tanggal 14 Mei sebanyak 1.093 kasus gigitan anjing dengan terkonfirmasi anjing positif rabies sebanyak 43 kasus. Hal ini mengundang keprihatinan anggota DPRD Bangli, I Nengah Darsana.
Menurut politisi dari Partai Golkar ini tingginya kasus gigitan anjing membuktikan kalau program vaksinasi dan eliminasi yang dijalankan saat ini kurang optimal menekan angka kasus yang terjadi.
”Kami bisa bilang kalau program vaksinasi dan eliminasi terkesan mubazir karena temuan kasus terus terjadi bahkan mengalami peningkatan,” ujar Nengah Darsana, Selasa (24/5/2022).
Kata Ketua Fraksi Golkar ini, yang membuat dirinya terkejut adalah temuan kasus di 33 desa dan yang terbanyak ditemukan di Kecamatan Kintamni yang notabene sebagai wilayah pengembangbiakan Anjing Kintamani. Sebut Nengah Darsana realita ini tentu akan berimbas pada kelangsungan dan pengakuan dunia terhadap Anjing Kintamani.
Lanjut Nengah Darsana untuk penanganan rabies tidak bisa dilakukan hanya lewat program vaksinasi dan eliminasi, namun yang paling tepat adalah memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Edukasi dimaksud yakni masyarakat diberi pemahaman agar tidak meliarkan anjing peliharaanya karena akan rentan terkontaminasi virus rabies. Disamping itu dalam penanganan rabies peran banjar/desa adat sangat vital, karena pencegahan bisa diakomodir dalam pararem.
”Penanganan rabies harus dilakukan seperti penanganan sampah yang dilakukan dari hulu sampai hilir,” jelasnya.
Disinggung tingginya kasus gigitan anjing karena minimnya anggaran oprasional untuk lakukan eliminasi anjing liar, kata Nengah Darsana, masalah ketersedian anggaran memang penting dalam menunjang suatu program, namun berbicara rabies setiap tahun selalu ditemukan kasus dan dari jumlah kasus juga meningkat.
”Dengan alokasi anggaran miliaran pun hasilnya tidak akan optimal karena masyarakat belum paham tentang apa itu rabies dan bahaya yang ditimbulkan, maka perlu dibarengi dengan rutin lakukan sosialiasi dengan gandeng aparat desa,” jelas Nengah Darsana. (750)