BANGLI | patrolipost.com – Dua kepala keluarga (KK) yakni I Nengah Widnyana dan Wayan Pariarna, warga Banjar Blungbang, Kelurahan Kawan, Kecamatan Bangli, sudah enam tahun tinggal di gudang kantor Dinas Perhubungan Bangli. Kedua bersaudara ini tinggal di gudang itu karena lahan yang sebelumnya dijadikan penukar telah dikuasai oleh pemiliknya lewat proses hukum.
Sementara di salah satu sisi lahan untuk kantor Dishub adalah tanah pekarangan desa atau tanah ayahan desa (AYDS) milik Banjar Adat Belumbang. Kedua warga ini statusnya masih ngayahang atas tanah tersebut di adat. Menyikapi permasalahan tersebut pihak banjar adat Belumbang menempuh jalur hukum yakni mengajukan gugatan resmi ke PTUN dan PN Bangli.
Kelian Adat Blungbang Putu Rupadana, kepada Bali Tribune, Senin (17/6) menceritakan awal permasalahan sebelum berdirinya kantor Dishub atau sekitar tahun 1960, yang ngayahang tanah AYDS seluas 8 are lebih itu adalah almarhum I Wayan Suma, orangtua dari Wayan Pariana dan I Nengah Widnyana. Almarhum I Wayan Suma kemampuan ekonominya sangat lemah sehingga tidak bisa membangun rumah permanen di lokasi.
“Memang tanah yang ditempati almarhum kelihatannya kumuh,” ujar Rupadana seraya menambahkan jika dilihat lokasi tanah sangat strategis karena berada di jalur protokol.
Sekitar tahun 1980 tanah tersebut dilirik untuk dijadikan rumah dinas PU Provinsi Bali dengan status Hak Guna Pakai. “Karena kewewenangan PU Provinsi berkurang akhirnya rumdis tersebut dialihkan pemanfaatnya untuk kantor Disub Bangli hingga sekarang,” jelas Rupadana.
Sementara sebagai gantinya I Wayan Suma dicarikan tempat lain yakni di seputaran Jalan Serma Meranggi, Bangli. Dalam proses perjalanannya tidak ada perubahan status atas tanah yang ditempati I Wayan Suma, sampai akhirnya ahli waris dari tanah yang ditempati I Wayan Suma melayangkan gugatan ke pengadilan.
“Putusan Mahkamah Agung (MA) memenangkan penggugat, dan akhirnya tahun 2013 dilakukan eksekusi. I Wayan Pariana dan I Nengah Widnyana harus meninggalkan tempat tersebut,” ujar mantan Kasek SMKN 1 Bangli ini.
Setelah proses eksekusi selesai, I Wayan Pariana dan I Nengah Widyana diantar krama adat banjar Blungbang mendatangi kantor Dishub. Setelah dilakukan negosiasi pada waktu itu akhirnya keduanya diberikan tempat tinggal dengan memanfaatkan bangunan gudang berukuran 12 x 5 meter yang ada di belakang kantor.
“Lantas kalau memang ada penggantinya atas tanah yang sebelumnya di tempat almarhum I Wayan Suma, dimana lokasinya. Justru tanah yang dikatakan sebagai pengganti telah dieksekusi,” sebutnya sembari menambahkan kedua warganya tetap bersatus ngayahang atas tanah tersebut hingga saat ini.
Sebut Rupada, untuk mencari kejelasan atas tanah AYDS tersebut, krama mengajukan gugatan resmi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hasil putusan PTUN yakni tanah tersebut tetap menjadi milik Pemprov Bali sesuai yang tertera dalam sertifikat.
Selanjutnya pihaknya kembali melayangkan gugutan lewat Pengadilan Negeri Bangli dengan tergugat Bupati Bangli dkk. Dalam putusan sela No 15/PDT.G/2018/PN BLI tanggal 17 Mei 2018 disebutkan PN Bangli tidak berhak mengadili sengketa tersebut.
“Menyikapi putusan tersebut kami kembali melakukan upaya hukum yakni mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bali,” jelasnya. Hasil putusan Pengadilan Tinggi Bali tertanggal 27 September 2018 menyatakan PN Bangli berwenang mengadili perkara tersebut.
Sejatinya pihaknya berharap perkara ini bisa diselesaikan lewat jalur mediasi. Poin pentingnya yakni tanah tersebut kembali menjadi milik banjar adat Belumbang, dan ada tanah pengganti luasnya tiga per empat dari lahan yang disengketakan.
“Kalau mentok minimal setengah dari luas lahan tersebut yang kini dimanfaatkan untuk kantor Dishub Bangli,” harapnya.
Terpisah Kepala Dinas Perhubungan Bangli, I Gede Arta belum bisa dimintai komentar terkait hal tersebut. Sementara Humas PN Bangli, Anak Agung Putra Wiratjaya saat dikonfirmasi membenarkan adanya gugatan terkait tanah tersebut. Nah, saat itu ada keberatan dari pihak tergugat terkait wewenang PN Bangli mengadili perkara tersebut. Selanjutkan majelis hakim menjatuhkan putusan sela dan menyatakan PN Bangli tidak berwenang mengadili perkara perdata tersebut.
Lanjutnya dari pihak penggugat dalam hal ini Banjar Adat/ Pakraman Belumbang melakukan banding ke PT Bali. Selanjutnya putusan PT membatalkan putusan sela PN Bangli dan menyatakan PN Bangli berwenang mengadili perkara tersebut.
“Memang sempat dilakukan proses mediasi dan oleh mediator dinyatakan gagal sehingga sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan dari para penggugat,” jelasnya.
Majelis hakim yang mengadili perkara ini yakni Redite Ike Septina SH, Agus Cakra Nugraha SH dan IGA Kade Ari Wulandari SH.
Di lain pihak, anak dari I Nengah Widyana yakni I Wayan Sintia Dewi mengaku sudah sejak enam tahun tinggal di gudang milik Dishub. Karena tempat yang sempit terpaksa tidur berlima dalam satu kamar. Sementara orangtuanya hanya bekerja sebagai pedagang es keliling. Begitu pula dengan pamannya (Wayan Pariarna) berdagang kopi di pasar senggol.
“Karena keadaan, ya terpaksa tidur satu kamar dengan kedua orangtua dan dua adik,” ujar remaja yang baru tamat SMA ini. (sam)