DOHA | patrolipost.com – Jadwal final Piala Dunia 2022 akan berlangsung di Stadion Lusail, Doha, Qatar, Minggu (18/12) mulai pukul 22.00 WIB. Argentina dan Prancis akan bersaing berebut gelar juara sejati dunia. Tahta, gengsi dan harga diri.
Timnas Argentina melangkah ke partai puncak usai menyingkirkan Kroasia 3-0 lewat gol Lionel Messi dan Julian Alvarez (brace). Sedangkan Prancis melenggang ke partai puncak untuk kedua kalinya secara beruntun berkat kemenangan 2-0 melalui gol yang diciptakan Theo Hernandez dan Randal Kolo Muani.
Negara dari benua berbeda ini akan sama-sama mengejar gelar ketiganya. Timnas Prancis akan berusaha menjadi negara ketiga yang mampu mempertahankan gelar.
Kedua tim sudah pernah beberapa kali bertemu. Dengan Argentina dalam posisi lebih unggul. Argentina dan Prancis tercatat sudah bertemu 12 kali di semua ajang. Argentina menang enam kali sementara Prancis tiga kali.
Khusus di Piala Dunia, pertandingan nanti akan menjadi bentrokan keempat setelah edisi 1930, 1978, dan 2018. Pada 1930 La Albiceleste sukses menekuk Les Bleus 1-0, begitu juga pada tahun 1978 di mana mereka menang 2-1. Akan tetapi, Prancis sukses meraih hasil manis ketika mereka berhadapan di babak 16 besar Piala Dunia 2018 dengan skor tipis 4-3.
Pertemuan Argentina vs Prancis:
30/6/2018 – Prancis 4-3 Argentina – Piala Dunia 2018
11/2/2009 – Prancis 0-2 Argentina – Uji coba
7/2/2007 – Prancis 0-1 Argentina – Uji coba
26/3/1986 – Prancis 2-0 Argentina – Uji coba
6/6/1978 – Argentina 2-1 Prancis – Piala Dunia 1978
26/6/1977 – Argentina 0-0 Prancis – Uji coba
18/5/1974 – Prancis 0-1 Argentina – Uji coba
25/6/1972 – Prancis 0-0 Argentina – Uji coba
13/1/1971 – Argentina 2-0 Prancis – Uji coba
8/1/1971 – Argentina 3-4 Prancis – Uji coba
3/6/1965 – Prancis 0-0 Argentina – Uji coba
15/7/1930 – Argentina 1-0 Prancis – Piala Dunia 1930.
Fakta Menarik Menjelang Laga
Lionel Messi (Argentina) dan Kylian Mbappe (Prancis) sama-sama mencetak 5 gol. Sedangkan Julian Alvarez (Argentina) dan Olivier Giroud (Prancis) sama-sama mengoleksi 4 gol. Keempatnya bersaing dalam perebutan sepatu emas (top skor).
Ini pertemuan pertama Lionel Scaloni dan Didier Deschamps. Scaloni belum pernah melawan Prancis. Sedangkan Deschamps baru sekali bersua Albiceleste dan dia menang, yakni pada 2018.
Adu Strategi Dua Pelatih
Kalau mengacu pada pepatah tersebut, pelatih Prancis, Didier Deschamps, pasti lebih dijagokan dibanding pelatih Argentina, Lionel Scaloni, pada final Piala Dunia 2022 di Stadion Iconic Lusail, Qatar.
Didier Deschamps memang kenyang luar dalam dengan sepak bola. Sebagai pemain, mantan gelandang bertahan ini mengangkat trofi juara pada Piala Dunia 1998.
Sebagai pelatih, dia juga mengangkat trofi untuk negaranya pada Piala Dunia 2018. Sebelum menangani timnas Prancis, pria yang kini berusia 54 tahun ini mematangkan karier kepelatihannya dengan menangani sejumlah tim elite Eropa, AS Monaco, Juventus, dan Marseille.
Adapun Lionel Scaloni bisa dibilang masih belum terlalu berpengalaman, dengan usia lebih muda sepuluh tahun. Sebagai pemain, karier terbaik mantan wing back ini adalah membawa negaranya juara dunia junior pada 1997. Pada 2016, mantan pemain Deportivo dan Lazio ini diangkat jadi asisten pelatih Jorge Sampaoli di Sevilla.
Setahun kemudian, dia mengikuti sang bos menukangi Argentina. Seiring dengan kegagalan Tim Tango di Piala Dunia 2018, mereka memecat Sampaoli dan Scaloni pun menjadi pelatih, sampai sekarang. Namun, sepak bola bukan melulu soal bagaimana pengalaman pelatih atau bagaimana taktiknya di lapangan.
Ada banyak faktor lain yang berperan: mentalitas, dan kekompakan tim, peran para pemain bintang yang kerap jadi pembeda, hingga faktor keberuntungan. Maka, menyebut Deschamps lebih diunggulkan dari Scaloni semata-mata karena lebih tinggi jam terbangnya tentunya penilaian yang sangat terburu-buru.
Tentu saja, tak diragukan juga bahwa faktor pengalaman bakal menjadi poin krusial pada laga final ini. Bagaimanapun, Deschamps termasuk pelatih langka, satu dari enam pelatih di dunia yang pernah membawa timnya dua kali ke final Piala Dunia.
Deschamps berbagi tempat dengan legenda Argentina, Carlos Salvador Bilardo, yang memimpin negaranya ke dua final, dengan kemenangan di Meksiko 1986 dan kekalahan di Italia 1990, keduanya melawan Jerman. Juga termasuk dalam daftar elite ini adalah duo arsitek Jerman, Franz Beckenbauer dan Helmut Schön.
Beckenbauer memimpin “Die Mannschaft” di Meksiko 1986 dan Italia 1990, masing-masing dengan kekalahan dan kemenangan. Schön memimpin tim Jerman di putaran final Piala Dunia 1966 melawan Inggris, di mana mereka dikalahkan, dan berjaya di Jerman pada 1974 setelah mengalahkan Belanda. Perlu dicatat bahwa Schön memimpin Jerman di empat Piala Dunia, 1966, 1970, 1974 dan 1978, yang mencakup dua partai final.
Pelatih masyhur lain yang pernah ke final dua kali adalah Mario Lobo Zagallo, yang memimpin Brasil di Meksiko 1970, di mana dia memimpin Scracht du Oro meraih gelar, dan di Prancis 1998 di mana dia dikalahkan oleh tuan rumah.
Dari daftar istimewa ini, muncul Vittorio Pozzo sebagai sosok paling menonjol. Pria Italia ini memimpin skuad Azurri menjuarai Piala Dunia 1934 yang digelar di Italia dan 1938 di Prancis. Sejauh ini, hanya dia satu-satunya pelatih yang pernah membawa timnya juara dunia dua kali secara beruntun.
Terakhir, ada nama Deschamps yang memimpin Prancis meraih gelar di Rusia 2018 dan sekarang sedang mengincar gelar kedua berturut-turut untuk menyamai rekor Pozzo nun 84 tahun silam. Namun, di depannya menantang pria lebih muda yang ambisius, agresif, dan tak kenal takut.
Faktanya, meski baru empat tahun menukangi Albiceleste dan jejak rekamnya kurang meyakinkan, Scaloni telah menggoreskan catatan istimewa. Scaloni berhasil melakukan hal yang tak bisa dilakukan para pelatih tim Tango sebelumnya dalam kurun waktu 28 tahun terakhir.
Dia sukses mempersembahkan trofi Copa America 2021 setelah mengalahkan Brasil di babak final. Pria 44 tahun ini tak mau didikte dan tahan dengan segala kritikan. Dia bersikeras memilih pemain sesuai seleranya. Dia berani melawan semua orang, termasuk Diego Armando Maradona.
Salah satu kritikan Maradona yang terkenal adalah, “Masalah utama Scaloni, dia mencari para teknisi, dan alih-alih pergi ke Piala Dunia, mereka justru dibawanya ke kejuaraan dunia balap motor,” ujar Maradona menyindir saat itu.
Faktanya, Scaloni sekarang sukses membawa Argentina ke fase paling menentukan. Hanya dengan 56 laga, dia mengantarkan tim Tango ke final Piala Dunia, melawan Deschamps yang jauh lebih berpengalaman. (305/jtc/btc/cnn)