Usut Tuntas! Diduga Bocor, Geledah Perkara Korupsi KPK Pulang dengan Tangan Hampa

Tidak ditemukan bukti yang dicari oleh KPK, diduga sengaja dihilangkan oleh pihak-pihak tertentu. (ilustrasi/net)

JAKARTA | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap kali melakukan penggeledahan untuk pengembangan perkara korupsi yang sedang ditangani. Namun akhir-akhir ini, sudah dua kali lembaga antirasuah itu pulang dengan tangan hampa saat menggeledah dua kasus besar. Apa saja?

Masih membekas diingatan kita saat KPK menggeledah terkait perkara bansos Corona yang menyeret Menteri Sosial Juliari Batubara. Kala itu, KPK menggeledah rumah anggota DPR RI Ihsan Yunus yang terletak di Jakarta Timur, namun KPK tidak mendapatkan bukti apa-apa.

Bukan tanpa alasan KPK menggeledah rumah Ihsan Yunus. Hal itu karena nama Ihsan Yunus mencuat saat rekonstruksi kasus bansos Corona pada 1 Februari 2021 lalu. Ihsan memperagakan bertemu dengan tersangka Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos).

Dari rekonstruksi itu terungkap dugaan Ihsan diduga terlibat dalam pusaran korupsi ini. Selain adanya pertemuan, seorang perantara Ihsan Yunus bernama Agustri Yogasmara alias Yogas diperlihatkan dalam adegan berikutnya menemui Matheus Joko dan Deny Sutarman.

Dalam adegan ke-6, ada transaksi pemberian uang sebesar Rp 1,5 miliar dari tersangka Harry Sidabuke ke Yogas. Sedangkan di adegan 17, Yogas kembali menerima 2 unit sepeda Brompton dari Harry.

Pemberian uang Rp 1,5 miliar dan 2 unit sepeda Brompton itu belum diketahui apa ada keterkaitan dengan Ihsan Yunus atau tidak. KPK masih enggan membeberkan terlebih dahulu.

Penyidik KPK pun menggeledah rumah Ihsan Yunus yang berada Jalan Kayu Putih Selatan 1, Nomor 16, Pulo Gadung, Jakarta Timur, selama kurang lebih 2 jam. Namun ternyata, KPK tidak menemukan dokumen atau barang yang berkaitan dengan perkara ini.

“Penggeledahan tersebut telah selesai dilakukan namun sejauh ini tidak ditemukan dokumen atau barang yang berkaitan dengan perkara ini,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, saat itu, Rabu (24/2).

Saat meninggalkan rumah Ihsan, penyidik KPK memang tampak membawa dua koper berwarna hitam. Ternyata koper tersebut kosong.

“Namun demikian, tim penyidik KPK dipastikan masih akan terus mengumpulkan bukti dan melengkapi pembuktian pemberkasan perkara dengan tersangka JPB (Juliari Peter Batubara) dkk ini,” lanjutnya.

Penggeledahan dengan hasil nihil itupun disorot Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). MAKI menilai penggeledahan yang tak mendapatkan barang bukti tersebut sudah terlambat.

“Lah geledahnya sudah sebulan dari kejadian, emang dapat apa? Agak sulit untuk dapat barang bukti, diduga sudah dibersihin sebelumnya. Sudah sangat terlambat,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan.

MAKI menilai seharusnya penggeledahan dilakukan sesegera mungkin seusai pengungkapan kasus bansos Corona ini. Dia mengibaratkan penggeledahan itu sebagai perang.

“Penggeledahan, jadi mestinya langsung dilakukan sehingga barang bukti masih utuh dan tidak dihilangkan. Kalau baru sekarang atau nanti, maka diperkirakan barang bukti sudah hilang semua,” ucapnya.

“Ibarat perang, penggeledahan itu harus ada unsur kejut dan mendadak. Jika perlu malam hari atau menjelang pagi,” tambahnya.

MAKI, kata Boyamin, akan tetap melanjutkan gugatan peradilan karena KPK tak kunjung memeriksa Ihsan yunus. Dia ingin membuktikan dugaan adanya penelantaran 20 izin penggeledahan dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam kasus tersebut.

“(Gugatan praperadilan) masih tetap lanjut, karena masih ada yang kurang, yaitu terkait 20 izin penggeledahan belum semuanya dilakukan,” katanya.

Penggeledahan yang dilakukan KPK berlanjut pada kasus dugaan suap Direktorat Jenderal (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan. KPK menggeledah dua lokasi, salah satunya di kantor PT Jhonlin Baratama. Namun, lagi-lagi, KPK tidak menemukan bukti.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan penggeledahan itu dilakukan pada Jumat (9/4). KPK tak menemukan bukti terkait dugaan kasus suap pajak.

“Adapun lokasi yang dituju yaitu kantor PT Jhonlin Baratama dan sebuah lokasi di Kecamatan Hambalang, Kabupaten Kotabaru, Kalsel,” ujarnya.

Saat penggeledahan, tim penyidik KPK tidak menemukan barang bukti yang dicari. Ali tidak menjelaskan barang bukti apa yang dimaksud. Ali menyebut barang bukti tersebut diduga sengaja dihilangkan.

“Di dua lokasi tersebut, tidak ditemukan bukti yang dicari oleh KPK karena diduga telah sengaja dihilangkan oleh pihak-pihak tertentu,” ungkap Ali.

Bila dalam penggeledahan kasus bansos Corona ada rentang waktu yang cukup lama dari perizinan hingga kegiatan penggeledahan, kini KPK memiliki masalah lain di penggeledahan perkara dugaan suap Ditjen Pajak.

Dalam penggeledahan di kantor PT Jhonlin Baratama, penggiat antikorupsi mengendus ada informasi yang dibocorkan sehingga saat penggeledahan, KPK tak menemukan apa-apa. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, mengatakan kebocoran informasi adalah suatu keniscayaan yang bisa saja terjadi.

“Misalnya ada yang menduga informasi bocor, ya memang kebocoran informasi sangat mungkin terjadi. Apakah itu yang menjadi penyebab? Saya tidak tahu, tapi yang namanya proses hukum bahwa kebocoran informasi itu sesuatu yang sangat mungkin terjadi,” ujarnya, Sabtu (10/4).

Dia mengatakan KPK harus melakukan evaluasi mengapa tak ada bukti yang ditemukan di lokasi itu. Menurutnya, jeda waktu penggeledahan satu tempat dengan tempat lain yang terlalu lama bisa memicu informasi bocor.

“Kalau dilihat dari kasus dugaan suap pajak ini memang sepertinya terdapat jeda waktu yang cukup panjang, antara penggeledahan di satu tempat dan tempat lain, dan ini menjadi pertanyaan Pukat mengapa terdapat jeda waktu yang panjang. Sehingga, ketika dilakukan penggeledahan, tidak ditemukan bukti apa pun,” ujarnya.

Sementara itu, MAKI meminta Dewan Pengawas KPK mengusut penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK terkait kasus dugaan suap Ditjen Pajak di Kalsel. MAKI menduga ada kebocoran info sehingga tak ada bukti yang ditemukan KPK dari lokasi penggeledahan.

“Saya minta Dewan Pengawas melakukan audit penyelidikan dugaan ada bocornya informasi,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Sabtu (10/4).

Bak gayung bersambut, Dewan Pengawas (Dewas) pun KPK buka suara. Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean meminta info dugaan adanya kebocoran info harus diusut.

“Ya, harus diusut,” kata Tumpak kepada wartawan, Sabtu (10/4).

Tumpak mengatakan dibutuhkan informasi awal terlebih dahulu mengenai dugaan kebocoran ini, termasuk siapa yang membocorkan.

“Namun tentunya perlu ada informasi-informasi awal tentang siapa yang membocorkan,” ujar Tumpak. (305/dtc)

 

 

Pos terkait