DENPASAR | patrolipost.com – Menghadapi ‘tsunami informasi’ yang tersebar melalui media sosial dan media digital lainnya, termasuk platform asing yang dikendalikan oleh AI (kecerdasan buatan), Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra meminta perusahaan pers konvensional tidak cengeng. Fenomena itu harus dihadapi dengan kemampuan adaptasi agar survive.
Mengutip teori dromologi pemikiran filsuf Paul Virilio, Dewa Indra mengatakan, saat ini dunia tengah dikuasai oleh fenomena kecepatan.
“Semua minta serba cepat, termasuk informasi. Kalau tidak cepat, seolah kita merasa akan ketinggalan,” kata Dewa Indra di acara Dialog Nasional Serikat Perusahan Pers (SPS) di Denpasar, Kamis (10/8/2023).
Hal itu memicu pertarungan realitas dan virtual. Jika dicermati, kata Dewa Indra, saat ini kehidupan post modern dikuasai kehendak virtual. Kecepatan virtual membawa kecenderungan untuk tujuan pencitraan.
“Kita sering tertipu oleh hal-hal yang tersaji secara virtual. Padahal secara aktual belum tentu demikian,” ujarnya.
Dalam konteks pers, Dewa Indra menyebutkan, pengelola media konvensional diingatkan tetap berpedoman pada kaidah jurnalistik. Sehingga tetap bisa menjadi media arus utama yang menyajikan karya jurnalistik berkualitas.
Optimisme itu mengacu pada hasil riset Dewan Pers yang bekerjasama dengan Universitas Moestopo Beragama pada tahun 2019. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media konvensional lebih tinggi dibandingkan media siber.
Berdasarkan hasil riset, tingkat ketidakpercayaan pada media siber tercatat sebesar 25 persen. Sedangkan ketidakpercayaan kepada surat kabar harian 14 persen, surat kabar mingguan/tabloid/majalah berita 17 persen.
Menurutnya, tingkat kepercayaan masyarakat ini merupakan modal bagi media konvensional untuk tetap bertahan.
“Ini artinya, selama kurun waktu 77 tahun, SPS tetap eksis dengan beragam tantangan yang telah dihadapi,” kata Dewa Indra.
Sementara, Ketua Umum SPS Januar Primadi Ruswita menyampaikan, dalam 10 tahun belakangan media digital berkembang sangat pesat dan berimbas pada keberadaan media konvensional.
“Imbasnya sangat terasa, banyak yang terpaksa tutup karena tak mampu bertahan maupun kesulitan adaptasi teknologi,” kata Januar.
Januar mengajak perusahaan pers yang tergabung dalam wadah SPS mengubah model bisnis agar terhubung dalam ekosistem digital. Namun tetap berada dalam koridor jurnalistik.
“Beradaptasi bukan berarti kita mengikuti pola platform media digital. Itu nanti akan menjadi ancaman bagi misi suci pers dalam membangun karakter bangsa,” ujarnya.
SPS saat ini beranggotakan 538 perusahaan media akan terus menyerukan penyelamatan pers sebagai warisan bangsa, menjalankan fungsi yang baik dan bermakna.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengingatkan media konvensional mampu mengadopsi perkembangan teknologi agar bisa tetap bertahan. Namun demikian, media konvensional juga diingatkan agar tetap menjaga karya jurnalistik tetap berkualitas.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi memberikan penegasan tentang keberpihakan pemerintah terhadap perkembangan media konvensional.
“Keberpihakan dituangkan dalam dua Rancangan Perpres yang saat ini sudah diserahkan kepada Presiden untuk dilakukan penetapan,” jelas Budi Arie.
Rancangan Perpres yang dimaksud yakni, Perpres Kerja Sama Perusahaan Platform Digital dengan Perusahaan Pers untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, serta Rancangan Perpres tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas. (pp03)