KAIRO | patrolipost. com – Tentara Israel meratakan sisa-sisa reruntuhan kota Rafah di tepi Selatan Jalur Gaza yang dikhawatirkan sebagai upaya mencaplok wilayah Gaza. Dalam upaya tersebut merapikan reruntuhan di Gaza, penduduk mengatakan ledakan besar sekarang dapat terdengar tanpa henti dari zona mati tempat Rafah pernah berdiri sebagai kota berpenduduk 300.000 orang.
“Ledakan tidak pernah berhenti, siang dan malam, setiap kali tanah berguncang, kami tahu ledakan itu menghancurkan lebih banyak rumah di Rafah. Rafah sudah musnah,” kata Tamer, seorang pria Kota Gaza yang mengungsi di Deir Al-Balah kepada Reuters.
Ia mengatakan bahwa ia menerima panggilan telepon dari teman-temannya yang tinggal jauh di seberang perbatasan di Mesir yang anak-anaknya tidak bisa tidur karena ledakan tersebut.
Sementara itu, Abu Mohammed, pengungsi lain di Gaza mengirimkan pesan teks yang isinya mengungkapkan kecemasan mereka atas apa yang dilakukan Israel di Gaza.
“Kami takut mereka akan memaksa kami masuk ke Rafah, yang akan menjadi seperti kandang kamp konsentrasi, yang sepenuhnya tertutup dari dunia luar,” tandasnya.
Penyiar publik Israel Kan melaporkan pada hari Minggu (27/4/2025) bahwa militer sedang mendirikan “zona kemanusiaan” baru di Rafah, tempat warga sipil akan dipindahkan setelah pemeriksaan keamanan untuk mencegah masuknya pejuang Hamas. Bantuan akan didistribusikan oleh perusahaan swasta.
Tidak ada pasokan makanan atau medis yang sampai ke 2,3 juta penduduk Jalur Gaza dalam hampir dua bulan, sejak Israel memberlakukan blokade total terlama di wilayah tersebut, menyusul runtuhnya gencatan senjata selama enam minggu.
Israel meluncurkan kembali operasi daratnya pada pertengahan Maret dan sejak itu telah menyita banyak lahan dan memerintahkan penduduk keluar dari apa yang disebutnya sebagai “zona penyangga” di sekitar tepi Gaza, termasuk seluruh Rafah yang mencakup sekitar 20 persen wilayah Jalur Gaza.
Israel, yang memberlakukan blokade total terhadap Gaza pada tanggal 2 Maret, mengatakan bahwa pasokan yang cukup telah sampai ke wilayah tersebut dalam enam minggu terakhir gencatan senjata sehingga mereka yakin penduduknya tidak dalam bahaya. Israel mengatakan bahwa mereka tidak dapat mengizinkan masuknya makanan atau obat-obatan karena para pejuang Hamas akan mengeksploitasinya.
Badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa warga Gaza berada di ambang kelaparan dan penyakit massal, dengan kondisi yang sekarang berada pada titik terburuk sejak perang dimulai pada tanggal 7 Oktober 2023, ketika para pejuang Hamas menyerang masyarakat Israel.
Pejabat kesehatan Gaza mengatakan pada hari Senin bahwa sedikitnya 23 orang telah tewas dalam serangan terbaru Israel di Jalur Gaza.
Setidaknya 10 orang, beberapa di antaranya anak-anak, tewas dalam serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di Jabalia di Utara dan enam orang tewas dalam serangan udara terhadap sebuah kafe di Selatan. Rekaman yang beredar di media sosial menunjukkan beberapa korban terluka parah saat mereka duduk mengelilingi meja di kafe tersebut. (pp04)