DENPASAR | patrolipost.com – Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) STIKOM Bali tak hanya jago di bidang IT tetapi juga seni dan budaya. Dalam gelaran festival akhir tahun bertajuk Denpasar Festival (Denfest) ke-12 yang dibuka Walikota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra di kawasan Catur Muka, Sabtu (28/12/2019), para mahasiswa ITB STIKOM Bali turut memeriahkan acara pembukaan tersebut.
Rektor ITB STIKOM Bali Dr Dadang Hermawan menjelaskan, kali ini Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tabuh Bramara Gita dan UKM Tari Pragina mendapat kehormatan untuk mengisi acara pembukan Denfest ke-12 tahun 2019 berkolaborasi dengan music Jhigu dari China yang dimainkan oleh penari Malaysia dalam Inaugurasi Denpasar Festival 12: Symphony of Happiness.
“Kami berterima kasih kepada Bapak Walikota dan panitia yang telah memberi kepercayaan kepada ITB STIKOM Bali mengisi acara spekatuler setiap akhir tahun ini,” kata Dadang Hermawan.
Pembina Yayasan Widya Dharma Shanti – induk ITB STIKOM Bali – Prof Dr I Made Bandem, MA menambahkan, keterlibatan mahasiswa yang tergabung dalam UKM Tabuh Bramara Gita dan UKM Tari Pragina dalam even ini, maupun pada Pesta Kesenian Bali pada tahun 2010, 2013, dan tahun 2014 serta even budaya lainnya membuktikan bahwa pendidikan karakter di kampus ITB STIKOM Bali telah berjalan dengan baik. Para mahasiswa tidak hanya jago dalam bidang IT tetapi mereka juga tidak melupakan jati dirinya sebagai masyarakat Bali yang berbudaya.
“Mungkin kami ITB STIKOM Bali satu-satunya perguruan tinggi di Indonesia yang mengolaborasikan antara bidang IT dengan seni dan budaya,” terang Prof Bandem, sambil memuji penampilan para mahasiswa ITB STIKOM Bali dalam acara pembukaan tersebut. “Mereka tampil luar biasa,” ujarnya.
Seperti diketahui, Symphony of Happiness adalah ungkapan rasa syukur dan cinta kepada semua makhluk untuk menggapai kemuliaan, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan. Dihadirkan melalui kumandang simfoni angklung, rebana, suling, kendang belik, baleganjur, dengan dentum chigu Cina yang dimainkan ala Taiko Jepang, Symphony of Happiness memancarkan spirit multikultur yang berkelindan secara sinkron dan dinamis.
Bersatunya nada-nada metalik gamelan dengan ritme perkusif musik bangsa-bangsa, gubahan komposer Sudirana dan Eka Mardiana, mencerminkan karakter kolektif seni dan budaya Denpasar, yang tak ragu berinteraksi dan berkolaborasi dalam menghadirkan tradisi-tradisi baru yang menyenangkan dan mengesankan.
Symphony of Happiness melibatkan kolaborasi 100 musisi dan penari dari Gamelan Yuganada (pimpinan Dr I Wayan Sudirana), HANDS Percussion Malaysia (pimpinan Bernard Goh STM), beserta UKM Tabuh Bramara Gita dan UKM Tari Pragina dari Institut Teknologi dan Bisnis STIKOM Bali, dengan komponis Pande Gde Eka Mardiana, MSn.
Mahasiswa ITB STIKOM Bali tampil memukau para undangan dan penonton acara pembukaan Denfest 2019.
Selama 12 tahun belakangan ini, Denfest terbukti sebagai wahana aktualisasi diri bagi masyarakat Denpasar untuk mengetengahkan ekspresi, kreasi dan kontribusinya. Denfest menjadi salah satu aktivasi dari Orange Economy yaitu membangun Denpasar sebagai ‘mindfacture’ dan bukannya ‘manufacture’ yaitu pembangunan Denpasar yang bersandar kepada kekayaan dan keunggulan kreativitas seni dan budaya dibandingkan dengan eksploitasi kekayaan alam dan pembangunan pabrik dan mesin raksasa.
Menurut Walikota Denpasar, Rai Mantra dan Pemkot Denpasar selaku tokoh dan pihak sentral dalam perumusan dan pelaksanaan Denfest selama ini, Denfest adalah upaya membangun masyarakat Denpasar yang berfokuskan dua hal. Pertama, pemimpin dan kota yang proaktif menyikapi isu-isu dan tantangan zaman, dari kepedulian terhadap isu-isu lingkungan sampai komunitas kota yang inklusif, dari pelibatan generasi muda sampai pembangunan industri kreatif.
Kedua, pemimpin dan kota yang mempunyai keberanian menjadi pembuka jalan untuk berinovasi dan memberi contoh. Dibandingkan menjadi pengikut atau membiarkan pengaruh dan kondisi eksternal mendikte arah-tujuannya, Denpasar terbukti mampu memetakan pembangunan dan menetepkan destinasinya sendiri.
Kedua hal tersebut mengubah lanskap fisikal dan psikologis Denpasar. Ketika lanskap fisikal kota menjadi lebih ‘green’ dan kian inklusif – meningkatnya akses bagi masyarakat penyandang disabilitas, kota yang makin layak bagi anak dan lansia, keterpaduan pelayanan publik, program/festival kreatif yang dirancang dan dilaksanakan pemerintah, pelibatan komunitas dan generasi muda dalam pembangunan – mendorong juga perubahan lanskap pemikiran terutama peningkatan kesadaran akan isu-isu kota modern, dari revitalisasi ruang tak produktif, pengentasan sampah dan polusi sampai tranportasi dan pelestarian dan pemajuan objek-objek pemajuan kebudayaan. (rls)