Bertempat di Griya Agung Manuaba Panembahan Jawi, Ubud, proses pawintenan Kadja Staehlin sebagai Mangku Yatra dilaksanakan Sabtu (25/05/2019) lalu. Upacara ini dipuput, Ida Nabe Rsi Bhagawan Ageng Kangjeng Panembahan Jawi Acharya Daksa Manuaba. Dengan upacara pawintenan ini, Kadja Staehlin menjadi satu-satunya Mangku Yantra di Swiss.
Dari wejangan Ida Nabe Rsi Bhagawan Ageng Kangjeng Panembahan Jawi Acharya Daksa Manuaba, Minggu (26/05/2019), istilah “Mangku Yantra” mungkin sangat asing, terutama dalam hal Yantra (simbol agama). Karena menurut Ida Kangjeng, ini merupakan gelar perpaduan Hindu universal yang juga lekat dengan pemimpin spiritual ala Hindu Bali.
“Dengan status Mangku Yantra, dharmanya membuat gambar suci untuk mendekatkan diri pada Tuhan,” kata Ida Nabe Rsi Bhagawan Ageng Kangjeng Panembahan Jawi Acharya Daksa Manuaba. Nanti yang bersangkutan kembali ke Swiss dan melaksanakan dharma sebagai pemangku Yantra yakni, membuat lukisan sebagai simbol kesucian.
“Mangku Kadja melakukan pawintenan ini adalah pangggilan jiwa. Di mana secara alam terjadi sendirinya. Di Swiss, mangku ini juga memberikan konseling termasuk memberikan juga gambar suci yang dia buat,” ujarnya. Rohaniawan yang juga pengurus PHDIP Pusat ini mengatakan, menjadikan seseorang sebagai Pemangku Yantra bukan hal sembarangan.
Kata Ida, yang bersangkutan harus benar-benar memahami Dasa Aksara (huruf suci yang merupakan sumber dari alam semesta, red) dan selama hidupnya melakukan Dasa Dharma Paramartha. “Pemangku ini mempelajari Dasa Aksara sejak 20 tahun di Bali. Selama itu, selalu pulang pergi Swiss-Bali. Kalau saya ke Swiss ya belajarnya di sana,” ujarnya.
Prosesi di Griya Panembahan Jawi adalah ritual Sudi Wadani atau prosesi jadi pemeluk agama Hindu. “Pertama upacara Sudi Wadani, dia masuk Hindu walaupun sebetulnya secara spiritual dia sudah Hindu. Karena dalam hidupnya dia sudah melakukan Dasa Dharma Paramartha. Setelah itu, dilanjutkan dengan upacara pawintenan,” pungkasnya. (ata)